MAKALAH PSIKOLOGI UMUM
PENGAMATAN, PERSEPSI DAN SENSASI
Dosen Pengampu: Drs. Kholidi, S,. M.Pd. I
Disusun Oleh :
Nama : Nurlita Daeng Ngai
NPM : 1341040016
Kelas : B
Semester : II (Dua)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (BKI)
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN LAMPUNG
2013/2014 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak kejadian dalam hidup ini berupa kesalahan dalam memahami persepsi seseorang sehingga
timbullah kejadian-kejadian yang tidak kita inginkan. Kesalahan dalam pergaulan juga mempengaruhi konsep persepsi kita yang negative.
Padahal
persepsi setiap manusia itu berbeda-beda karena pola pikirnya pun tak sama. Dan terjadinya persepsi itu sebenarnya diawal
oleh sensasi manusia saat menangkap dengan indera. Dan diiringi oleh proses stimulus
indera. Maka
dari itu persepsi manusia itu relative, sesuai dengan kondisi.
Dari kurangnya pengetahuan manusia tentang hal tersebut, maka penulis selain menyelesakan tugas dari dosen juga ingin menyampaikan, membahas dan mendiskusikan makalah ini bersama kawan-kawan untuk lebih mengetahui tentang Pengamatan, Persepsi dan
Sensasi. Berikut
untuk menambah
wawasan kami
tentang hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun dari
uraian latar belakang
diatas rumusan masalah yang dapat diambil yaitu “Apakah yang dimaksud dengan Pengamatan, Persepsi dan Sensasi?”
C. Tujuan Penulisan
Dari
rumusan masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penulisan makalah ini yaitu “Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pengamatan, Persepsi dan Sensasi”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengamatan
Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan
dunia luarnya. Mulai saat itu individu meneima secara langsung stimulus atau
rangsang dari luar di samping menerima rangsang dari dalam dirinya sendiri. Ia
mulai merasa kedinginan,
mulai merasakan
panas, mulai merasakan sakit,
senang, tidak
senang dan sebagainya.
Individu mengenal duniaa sekitarnya dengan menggunakan alat inderanya. Bagaimana individu dapat menyadari keadaan sekitar, merupakan persoalan yang berhubungan dengan pengindraan dan pengamatan (sensation and perception). Agar
individu dapat menyadari sesuatu, adanya beberapa syarat yang perlu dipenuhi,
yaaitu :
Obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor.
Yang dimaksud
dengan stimulus adalah segala sesuatu yang mengenai alat alat indra atau
reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indra
(reseptor), dapat datang dari luar langsung mengenai syaraf penerima (sensoris),
yang bekerja
sebagai reseptor.
2.
Alat indera atau reseptor yang cukup baik merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada pula
syaraf sensoris yang cukup baik
sebagai alat untuk
meneruskan
stimulus yang diterima reseptor kepusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris.
3.
Untuk
menyadari atau untuk mengadakan
pengamatan sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamataaan. Tanpa perhatian tidak akan terjadi pengamatan. Dari hal tersebut diatas dapat
disimpulkan
bahwa untuk
mengadakan
pengamatan adaa syarat-syarat yang bersifat :
a)
Fisik
atau kealaman
b)
Fisiologik
c)
Psikologik
Dengan demikian dapat dijelaskan terjadinya proses pengamatan sebagai berikut :
Obyek menimbulkan stimulus, dan stimulus, dan stimulus mengenai alat
indra atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang di terima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini disebut proses psiologik. Kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima
dengan alat indera itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi
dalam otak
atau proses kesadaran
itulah yang dinamakan proses psikologik. Dengan demikian taraf terahir dari proses pengamatan ialah
individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor.
Proses ini merupakan proses terakhir dari pengamatan yang sebenarnya. Respons
sebagai akibat dari pengamatan dapat diambil oleh individu dalam berbagai-bagai
macam bentuk.
Keadaan
menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai satu stimulus saja, melainkan
individu dikenai berbagai-bagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan
sekitar. Tetapi tidak semua stimulus itu mendapatkan respons sebagai akibat
dari pengamatan individu.
St= Stimulus (Faktor luar)
Fi= Faktor Intern (dalam)
Sp= Struktur Pribadi
Skema
tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima bermacam-macam stimuli
yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan memberikan
responya. Hanya beberapa stimulus yang menarik individu yang akan diberikan
respons. Individu mengadakan proses stimulus mana yang akan diberikan respons.
Sebagai akibat dari stimulus yang dipilih dan diterima oleh individu,individu
menyadari dan memberikan respons sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut.
Skema tersebut dapatdilanjutkan sebagai berikut :
L : Lingkungan
S : Stimulus
O : Organisme atau reaksi
R : Respons atau Reaksi
Seperti
dikemukakan diatas bahwa tidak semua stimulus akan direspons oleh individu.
Respons diberikan oleh individu terhadap stimulus yang ada persesuaian atau
yang menarik individu. Dengan demikian maka yang diamati oleh individu selain
tergantung kepada bermacam-macam factor, salah satu factor ialah perhatian
individu, yang merupakan aspek psikologik individu dalam/mengadakan pengamatan.
a)
PERHATIAN[2]
Seperti
telah dikemukakan dimuka perhatian merupakan syarat psikologik dalam individu
mengadakan pengamatan, yang merupakan langkah persiapan dalam proses
pengamatan, yaitu adanya kesediaan individu untuk mengadakan pengamatan.
Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas ind vidu
yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumlupan objek. Kalau individu sedang
memperhatikan sesuatu benda misalnya, ini berarti seluruh aktivitas individu
diarahkan atau dikonsentrasikan pada benda tersebut. Tetapi disamping itu individu
juga dapat mempehatikan banyak objek sekaligus dalam suatu waktu. Jadi
yang dicakup bukanlah hanya satu obyek,
tapi sekumpulan obyek-obyek. Sudah barang tentu tidak semua obyek tersebut
dapat diperhatikan secara sama. Jadi perhatian merupakan penyeleksian terhadap
stimulus yang diterima oleh individu. “Attention may be defined either as the
selective characteristic of the mental life” (Drever, 1960).[3]
Dengan demikian maka apa yang diperhatikan akan
betul-betul disadari oleh individu, dan akan betul-betul jelas bagi individu
yang bersaangkutan. Karena itu perhatian dan kesadaran
akan mempunyai korelasi yang positif. Makin diperhatikan sesuatu obyek akan
makin disadari obyek itu oleh individu. “Introspective defined, attetion is
clearness in consciousness” (Harriman, 1958).
Jadi apa yang diperhatikan betul-betul
disadari dan ada dalam pusat kesadaran. Hal-hal yang lain yang tidak sepenuhnya
diperhatikan akan terletak di luar pusat kesadaran. Makin jauh dari pusat
kesadaran makin kurang diperhatikan, dan makin kurang disadari. Secara skematis
hal itu dapat dikemukakan sebagai berikut :
Telah
dipaparkan di muka bahwa tidak semua stimulus akan disadari atau akan diamati
oleh individu. Dapat tidaknya diamati
sesuatu stimulus tergantung kepada stimulus itu sendiri dan individu yang
bersangkutan. Dengan demikian stimulus bukanlah merupakan satu-satunya faktor
hingga terjadi pengamatan. Stimulu hanyalah merupakan salah satu faktor atau
syarat yang pada umumnya terletak diluar individu, yang dapat menimbulkan
pengamatan pada individu yang bersangkutan.
b) STIMULUS[4]
Seperti
telah dikemukakan di atas, individu pada suatu waktu menerima beracam-macam
stimulus. Agar stimulus dapat disadari oleh individu, stimulus harus cukup kuat
bagaimanapun besarnya perhatian dari individu, stimulus tidak akan dapat
diamati atau di sadari oleh individu yang bersangkutan. Dengan demikian ada
batas kekuatan minimal dari stimulus, agar stimulus dapat menimbulkan kesadaran
pada individu. Batas minimal kekuatan stimulus yang dapat menimbulkan kesadaran
pada individu, disebut ambang absolut sebelah
bawah (Underwood, 1949) atau juga disebut ambang stimulus (Townsend, 1953), yaitu kekuatan stimulus minimal
yang disadari oleh individu. Kurang dari kekuatan tersebut individu tidak akan
dapat menyadari stimulus itu.
Bila
kekuatan stimulus ditambah, maka stimulus akan makin kuat, dan orang akan mampu
membedakan kekuatan stimulus satu dengan yang lain. Sampai sejauh mana
kemampuan individu membedakan kekuatan stimulus satu dengan yang lain, hal ini
akan menyangkut mengenai ambang perbedaan. Ada orang yang dapat dengan tajam
membedakan kekuatan stimulus satu dengan yang lain, tetap ada pula yang tidak
dapat tajam membedakannya. Pada suatu ketika walaupun stimulus itu ditambah
kekuatannya, penambahan kekuatan tersebut atau stimulus itu sendiri sudah tidak
dapat dirasakan atau disadari oleh individu. Bila telah tercapai keadaan yang
demikian maka stimulus tersebut telah mencapai ambang absolut sebelah atas (Under wood, 1949) atau ambang terminal (Townsend, 1953), yaitu
kekuatan stimulus maksimal dimana kekuatan stimulus yang ada diatasnya sudah
tidak dapat disadari lagi. Jadi “range” antara ambang absolut bawah dan ambang
absolut atas atau ambang stimulus dan ambang terminal merupakan daerah kekuatan
stimulus yang dapat disadari oleh individu. Misalnya seperti dikemukakan oleh
Christian Huygens kekuatan stimulus untuk penglihatan terletak antara 390 mm
dan 760 mm. Kekuatan dibawah 390 mm adalah subliminal, sedangkan yang di atas
760 dikatakan supraliminal (Harriman, 1950).
1) Ambang Stimulus
Metode untuk menentukan ambang stimulus pada umumnya
digunakan “metode of limits” sebagai salah satu metode psikofisik. Untuk
memberikan gambaran mengenai hal ini diberikan contoh sebagai berikut :
Untuk menentukan
ambang stimulus biasanya ditempuh dengan cara perimbangan didalam menyajikan
stimulusnya. Ini berarti bila satu seri dimulai dengan stimulus yang cukup
lemah yang belum dapat menimbulkan pengamatan atau kesadaran, dalam penyajian
stimulus berikutnya dipergunakan stimulus yang cukup kuatnya, yang cukup lemah
yang belum dapat menimbulkan kesadaran dan dapat diamati oleh subyek yang
dicoba, yang kemudian stimulus tersebut secara sedikitdikurangi kekuatannya,
hingga akhirnya subyek yang dicoba tidak lagi dapat mengamati stimulus
tersebut. Sebaliknya bila dimulai dengan stimulus yang lemah, yang belum dapat
menimbulkan kesadaran, maka stimulus tersebut secara sedikit demi sedikit
ditambah kekuatannya, hingga akhirnya orang yang dicoba dapat mengamati atau
menyadari stimulus tersebu. Dengan kata lain cara menyuguhkan stimulus ditempuh
dengan cara menarik (increase) dan secara menurun (descrease) secara
bergantian, untuk menghindari terjadinya kesalahan karena faktor kebiasaan.
2) Ambang Perbedaan
Telah dikemukakan diatas bahwa
individu yang satu mungkin mempunyai kemampuan yang berbeda dengan individu
lain dalam menanggap stimulus yang mengenainya, sehingga mereka mempunyai
ambang stimulus yang berbeda. Disamping itu kemungkinan mereka juga mempunyai
ambang perbedaan yang berbeda pula. Yang dimaksud dengan ambang perbedaan ialah
kemampuan individu dalam membedakan stimulus yang satu dengan yang lain yang
berbeda kekuatannya. Misalnya membedakan dua buah benda yang satu dapat
membedakan sedangkan yang lain tidak, ini berarti bahw ambang perbedaan dari
dua individu itu berbeda.
Stimulus
|
Asc
|
Des
|
Asc
|
Des
|
Asc
|
Des
|
Asc
|
Des
|
Asc
|
Des
|
Stimulus
|
Value
|
Value
|
||||||||||
58
|
+
|
+
|
58
|
||||||||
57
|
+
|
+
|
+
|
+
|
57
|
||||||
56
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
56
|
|||||
55
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
55
|
|||||
54
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
54
|
|||
53
|
+
|
+
|
=
|
+
|
+
|
=
|
+
|
=
|
+
|
53
|
|
52
|
=
|
+
|
=
|
+
|
=
|
=
|
=
|
=
|
+
|
52
|
|
51
|
=
|
=
|
=
|
+
|
=
|
=
|
+
|
=
|
=
|
+
|
51
|
50
|
=
|
=
|
=
|
=
|
=
|
=
|
=
|
=
|
=
|
=
|
50
|
49
|
=
|
=
|
=
|
=
|
=
|
=
|
-
|
=
|
=
|
=
|
49
|
48
|
-
|
=
|
-
|
=
|
-
|
=
|
-
|
-
|
=
|
-
|
48
|
47
|
-
|
-
|
-
|
=
|
-
|
-
|
-
|
-
|
47
|
||
46
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
46
|
||||
45
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
45
|
|||||
44
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
44
|
|||||
43
|
-
|
-
|
-
|
43
|
|||||||
42
|
-
|
42
|
|||||||||
Upper Threshold
|
52.5
|
51.5
|
53.5
|
50.5
|
52.5
|
53.5
|
50.5
|
52.5
|
53.5
|
50.5
|
|
Lower Threshold
|
48.5
|
47.5
|
48.5
|
46.5
|
48.5
|
47.5
|
49.5
|
48.5
|
47.5
|
48.5
|
|
Mean Upper Threshold :
52.1
|
Upper dificrence
Threshold : 52.1-50-2.1
|
||||||||||
Mean Lower Threshold :
48.1
|
Lower difference
Threshold : 50-48.1-1.9
|
(UNDERWOOD,
1949)
Dan
eksperimen
itu dapat dikemakakan beberapa haal sebagai berikut :
1)
Dalam eksperiman
itu dilakukan sepuluh seri eksperiman yaitu 1 s.d 10, dengan cara menarik (ascending) dan menurun (descending); seri ganjil
dengan cara menarik dan yang genap dengaan cara menurrun.
2)
Dalam mencari ambang perbedaan digunaan standard stimulus dan variable
stimulus. Variable stimulus diubah-ubah kekuatannya sehingga perbedaannya dengan standard
stimulus. Dengan cara menaik dimulai dengan variable stimulus yang cukup lemah kekuatannya bila dibandingkan dengan standard stimulus, sehingga perbedaannya
dapat diamati oleh subyek dan stimulus ini ditambah kekuatannya sedikit demi sedikit, sehingga subyek mengamati
sama dengan standard dan akhirnya subyek juga dapat mengamati bahwa variable stimulus lebih kuat dari standard (lihat 1, 3, 5, 7 dan 9). Sedangkan dengan cara menurun adalah sebaliknya, yaitu dimulai dengan stimulus yang kekuatannya diatas standard, dan menurun sedemikian rupa, sehingga akhirnya subyek dapat menyadari bahwa variable stimulus itu lebih
lemah dari standard (lihat 2,4,6,8 dan 10).
3)
Dalam ekspererimen
ini eksperimenter
menempatkan
subyek pada
situasi yang suksesif;
dari keadaan yang
lebih kuat ke keadaan sama dan ke keadaan yang lebih lemah (descending) atau sebaliknya bila pad ascending.
4)
Pada setiap kali eksperimen
(seri) adanya dua titik transisi, yang disebut ambang perubahan. Pada cara menarik (ascending) adanya perubahan dari keadaan kurang kuat kepada keadaan yang “sama” dan dari keadaan yang “sama” ke “yang lebih” dari standard. Perubahan dari “yang kurang” ke yang “sama” adalah merupakan titik peralihan bawah, sedangkan perubahan dari yang “sama” ke yang “lebih” merupakan titik peralihan atas.
5)
Pada seri pertama, minus yang terahir (yaitu dimana subyek masih dapat mengamati bahwa stimulus itu berbeda
dengan standard) terletak pada nilai stimulus 49. Ini berarti bahwa pada nilai
stimulus 49 subyek
menilai stimulus itu sama dengan standard.
c)
Hukum
Weber-Fechner
S = C log R
S=
pengamatan, R=stimulus, dan C bilangan konstan yang ditentukan dari eksperimen. Persamaan atau rumus ini sering dikenal dengan hokum WEBER-FECHNER atau sering pula
disebut Hukum
Fechner.
Oleh karena individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya, maka problem psikologik yang timbul ialah stimulus yang bagaimanakah yang lebih menguntungkan untuk dapat menarik perhatian individu, sehingga adanya kemungkinan diamatinya. [5]
B. PERSEPSI
Obyek-obyek
dalam dunia benda dan manusia, suatu dunia yang membanjiri indera kita dengan
berbagai stimulus. Hanya dalam keadaan yang sangat luar biasalah kita sadar
akan adanya stimulus, seperti seberkas sinar, sebuah nada murni, atau pola
garis hitam putih yang teratur. Persepsi adalah
proses di mana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ini dalam
lingkungan.[6]
Kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan, dan sebagainya
itu, disebut sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan atau persepsi.[7]
Persepsia ialah
interprestasi tentang apa yang diindrakan atau dirasakan. Informasi tentang peristiwa-peristiwa yang mengadakan kontak dengan telinga diinterprestasikan sebagai suara musik, misalnya. Sementara peristiwaa lainnya yang
ditransmisikan
ke dalam retina diinterprestasikan sebagai suatu warna, pola, atau bentuk khusus,[8]
Persepsi
lebih dari sekedar penerimaan pasif informasi tapi sebuah proses aktif.
Perabaan, misalnya, membutuhkan gerakan, sesuatu yang kita sebut scanning. Perabaan mencakup tentang anda
(misalnya otot-otot dan sendi-sendi tubuh anda) dan juga tentang apa yang
sedang anda sentuh. Kita bisa mengatakan hal yang sama terhadap pendengaran.
Kita seharusnya betul-betul menyebutnyamendengar ! suara itu sendiri tentu
secara intrinsik bergerak, ia terus-menerus berubah. Jika tidak, kita akan
berhenti mendengarnya.[9] Pesepsi adalah proses pengaturan dan penerjemahan
informasi sensorik
oleh otak[10]
Organisasi
dalam persepsi, mengikuti beberapa prinsip yaitu [11]:
1. Wujud dan Latar, Objek-objek yang kita
amati di sekitar kita selalu muncul sebagai wujud (figur) dengan hal-hal lainnya sebagai latar (ground). Misalnya : kalau kita melihat sebuah meja dalam
kamar, maka meja itu akan tampil sebagai wujud
dan benda-benda lainnya dikamar itu akan menjadi latar; kalau kita mendengarkan lagu, maka suara penyanyinya akan
tampil sebagai wujud dan iringan
musik sebagai latar, kalau kia
mendengarkan lagu, maka suara penyanyinya akan tampil sebagai wujud dan iringan
music sebagai latar.
2. Pola Pengelompokkan, Hl-hal tertentu
cenderung kita
kelompok-kelompokkan dalam persepsi kita, dan bagaimana cara kita
mengelompok-kelompokkan itu akan menentukan bagaimana kita mengamati hal-hal
tersebut.
a)
Pehatian : biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsang yang ada disekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita kepada satu atau dua objek saja. Perbedaan antara fokus antara satu orang dengan orang lainnya, menyebabkan perbedaan persepsi antara mereka.
b)
Set : set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Misalnya, padaa seorang pelaar yang siap
digars “star” terdapat set bahwa akan terdengar bunyi pstol disaat mana ia harus mulai
berlari. Perbedaan set dapat menyebabkan perbedaan persepsi. Misalnya, A biasanya membel
telur dengan harga Rp. 15;- sebutir, sedangkan B biasa dengan harga Rp. 10;- kalau A dan B bersama-sam membelii telur di suatu
tempat dan harga telur ditempat itu adalah Rp. 12.50, maka, bagi A telur ini murah, tetap bagi B ini terlalu
mahal.
c)
Kebutuhan : kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri
seseorang, akan
mempengaruhi persepsi orang tersebut.
d)
Sistim nilai : sistim nila yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi.
e)
Ciri kepribadian.
a)
Persepsi Orang
Psikokolog
Franz From, meminta orang untuk melihat serangkaian film dan menggambarkan apa yang mereka lihat. Ia menemukan bahwa,” ketika kita harus mendeskripsikan sebuah urutan perilaku, kita umumnya melakukan dengan menunjukkan sebuah persepsi mengenai beberapa kondisi psikologis orang yang berperilaku itu.[13]
Ketika kita mencerap perilaku manusia sebagai tindakan, implicit didalam urutan material yang dirasakan, terdapat sebuah pemahaman tertentu. Dengan ini
saya memaksudakan bahwa kitaa memahami perilaku sebaga hal yang dikendalikan oleh sebuah factor mental juga disebut intense,
tujuaan dan makna.
Kita
bisa memahami perilaku binatang-binatang, bahkan serangga: Saya tidak bisa mengatakan pada anda bagaimana saya terkesan dengan serangga-serangga pemangsa dan laba-laba kebun. Mereka benar-benar melihat anda, mengikuti gerakan-gerakan anda, merespons dengan kepedulian yang besar, sekalipun otak mereka sekecil biji padi pun.
Ini bahkan berlaku pada hal-hal yang benar-benar tidak hidup sama sekali, seperti kita yang bisa sangat keliru terhadap “indra”! Fritz Heider dan Marianne
Simmel melakukan sebuah eksperimen yang melibatkan sebuah film tentang segitiga-segitiga yang bergerak tersebut sebagaai sesuatu yang memiliki tujuan! Rubin merujuk ke orang lain, binatang-binatang bahkan tampaknya segitiga bertujuaan sebagai entitas-entitas psikoid.
Ketika kita mengamati orang, ketiadaan makna sesungguhnya merupakan hal yang khusus ! From menuturkan kisah ini :
“Suatu sore, ketika professor Rubin dan saya telah mengenakan mantel kami, dan siap pulang ke rumah dari laboratorium, Rubin berkata :”Lihat sini, From.’ Pada saat bersamaan, dia duduk dimejanya dan memandang lurus sembari membuat gerakan horizontal pendek dengan menggunakan tangan kanannya di udara, dan mendadak ke kanan dan kekiri, lalu dia merapatkan jari telunjuk dan ibu jari. Saya hanya berhasil membayangkan sesuatu seperti ‘apa yang terjadi pada Rubun di atas
bumi ini,’ ketika dia memegang sebatang pensil dan selembar kertas, dan menggambar sebuah system anak panah kecil dan mendorong kertas keaarah ku. Dan berkata :” inilah kode membuka kunci pengaman di sepedaku. Apakah kamu keberatan untuk memboncengkan aku kerumah ? Persepsi awal mengenai sesuatu yang
sepenuhnya tak
bisa dipahami segera tergantikan, dan tujuan perilaku ini, yakni untuk mencatat kode yang da miliki di jari-jarinya,’ menjadi cukup jelas.
C. Sensasi
Sensasi adalah suatu deteksi energy fisik yang dihasilkan atau dipantulkan oleh objek-objek fisik terjadi ketika energy dalam lingkungan eksternal atau dalam tubuh merangsang reseptor dalam
organ-organ indera.[14]
Sensasi terjadi ketika sekumpulan informasi mengadakan kontak dengan penerima sensor-mata, mata, telinga, lidah,
dan kulit.
Sensasi pendengaran terjadi ketika gelombang udara yang bergetar dikumpulkan oleh telinga bagian luar dan ditransmisikan melalui tulang telinga bagian dalam ke saraf pendengaran. Sensasi penglihatan terjadi ketika cahaya lampu mengadakan kontak dengan kedua mata dan difokuskan didalam retina.[15]
Sensasi dimulai dari
reseptor indra, sel yang terletak di organ indera. Reseptor untuk bau, tekanan, rasa sakit, dan suhu merupakan perpanjangan (dendrite) dari saraf-saraf sensorik. Reseptor untuk penglihatan, pendengaran, dan rasa merupakan sel-sel khusus yang terpisahkan dari saraf sensorik oleh sinapsis.
Ketika reseptor indra mendeteksi sebuah stimulus-cahaya, tekanan mekanis, atau molekul kimia-reseptor ini mengubah energy dari stimulus
tersebut menjadi impuls lstrik yang berjalan sepanjang saraf menuju otak. Reseptor indra menyerupai pengawas yang meneliti daerah
tubuh untuk
sendiri.
Persimpangan sensasi juga
terjadi pada suatu keadaan langka yang disebut sinestesia dimana rangsangan dari salah satu indera
menimbulkan
sensasi di area lainnya. Orang tersebut dapat mengatakan warna ungu tercium seperti bunga mawar, aroma kayu manis seperti kain beludru, atau suara sebuah nada terasa seperti
buah ceri. Untuk
seorang yang menderita sinestesia, ini bukan sekedar metafora, seorang tersebut benar-benar mengalami
sensasi kedua.[16]
Sinestesia merupakan sebuah anomaly untuk kebanyakan orang indera-indera tetap terpisah pengkodean anatomis tidak sepenuhnya menjawab mister mengapa hal ini terjadi.
Untuk satu hal,
menghubungkan
indera-indera kulit
yang beraneka
ragam dengan jalan saraf tertentu telah terbukti sulit. Doktrin enegi saraf spesifik juga gagal menjelaskan varasi pengaalaman dalam suatu sensasi
tertentu-melihat warna muda versus warna merah, suara piccolo versus tuba, atau
rasa akibat
tertusuk
peniti versus rasa sebuah ciuman. Oleh karena itu kode tambahan disebut sebagai kode fungsional.
Kode
fungsional bertumpu pada fakta bahwa reseptor indera dan saraf dirangsang atau
dihambat untuk
dirangsang, hanya dengan adanya stimulus tertentu. Pada beberapa waktu, beberapa sel dalam system saraf dapat aktif sedangkan yang lainnya tidak. Informasi mengenai sel mana yang aktif , dan kecepatan aktivitas sel serta pola aktivitas setiap sel membentuk kode fungsional. Anda mungkin berfkir bahwa kode seperti ini serupa dengan Morse untuk ilmu saraf. Kode fungsional dapat terjadi sepanjang rute sensorik, yang dimulai di organ-organ indera dan berakhir diotak.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengamatan
akan timbul
dari proses stimulus hingga menghasilkan persepsi. Penangkapan persepsi yaitu hasil dari penangkapan oleh sensasi (yang ditangkap oleh stimulus indra).
Stimulus
yaitu proses dimana sensasi dan informasi diubah menjadi kesatuan yang teratur rapid an berarti.
Persepsia ialah interprestasi tentang apa yang diindrakan atau dirasakan. Informasi tentang peristiwa-peristiwa yang mengadakan kontak dengan telinga diinterprestasikan sebagai suara musik, misalnya. Sementara peristiwaa lainnya yang
ditransmisikan
ke dalam retina diinterprestasikan sebagai suatu warna, pola, atau bentuk khusus.
Sensasi
adalah suatu deteksi
energy fisik
yang dihasilkan
atau dipantulkan
oleh objek-objek fisik terjadi ketika energy dalam lingkungan eksternal atau dalam tubuh merangsang reseptor dalam
organ-organ indera.
DAFTAR PUSTAKA
Agus
Darma-Michael Adriyanto, Pengantar
Psikologi,(Jakarta : Erlangga, 1983),
Carole Wade dan Carol Tavris, psikologi, (Jakarta : Erlangga, 2007) Edisi 9,
Drs. Bimo Walgito, Psikologi Umum, (Yogyakarta :
Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1993) Cet. 2
John W.Santrock, Life-Sspan Development, (Jakarta : Erlangga, 2002) Edisi-5,
George
Boeree, General Psychology, (Jogjakarta
: Ar-Ruzz Media Group, 2008), cet-1
Sarlito Wirawan Sarwono, Pegantar Umum Psikologi,
(Jakarta :
Bulan Bintang, 1982),cet-2
Sarlito
Wirawan Sarlino, Pengantar Umum
Psikologi, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 2000), cet-8
Abu Ahmadi, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005) cet 1.
0 Response to "Psikologi Umum, Pengamatan, Persepsi dan Sensasi"
Posting Komentar