MENJENGUK ORANG SAKIT




MAKALAH HADITS-HADITS BKI 2
MENJENGUK ORANG SAKIT
Dosen : Dr. Arpandi, Lc., M.A
Disusun Oleh :

  Nurlita Daeng Ngai            : 1341040016

SEMESTER III 


logo.jpg


BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (BKI)
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN LAMPUNG
1435 H/ 2014 M

 








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menjenguk orang sakit merupakan tumpuan pendukung kita untuk hidup sosial. Selain itu limpahan rahmat Allah Swt., yang sangat luas untuk kita. Namun sayangnya banyak sekali orang yang tidak menghiraukan hal ini. Bahkan mereka mau menjenguk jika yang sakit tersebut mengetahui kedatangannya.
Sebagain besar orang sudah mengetahui begitu utamanya menjenguk orang sakit namun mereka tidak paham dengan adab-adab menjenguk orang sakit sehingganya banyak orang sakit saat dijenguk merasa kurang  nyaman dengan kedatangannya.
Untuk itu penulis membuat makalah ini selain memenuhi tugas dan nilai matakuliah juga berharap agar dapat dimengerti oleh pembaca dan audiens saat makalah ini kami persentasikan.
B.     Rumusan Masalah
Menilik uraian yang tertera diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya rumusan masalah yang dapat diambil yaitu “Apa keutamaan, adab dan Manfaat yang dapat diambil saat menjenguk orang sakit?”
C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui Apa keutamaan, adab dan Manfaat yang dapat diambil saat menjenguk orang sakit”






BAB II
PEMBAHASAN
MENJENGUK ORANG SAKIT
A.    Keutamaan Ketika Menjenguk Orang Sakit
Atsar-atsar yang menyebutkan keutamaanya  sangatlah banyak, kami akan sebutkan di antaranya hadist yang diriwayatkan dari Tsauban r.a, Rasulullassh saw. Ia berkata, “Rasulullah saw. Bersabda :


 “Barangsiapa yang menjenguk orang sakit maka ia senantiasa berada di taman kurma surga hingga ia kembali” (HR. Muslim no. 2568, Ahmad no. 21886, dan at-Tirmidzi no. 967)
Dan dari jabir bin ‘Abdillah r.a bahwa ia berkata, “Aku mendengar Nabi saw. bersabda,’Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit niscaya ia berada dalam naungan rahmat hingga apabila ia tetap duduk di dalamnya (HR. Bukhari dalam al-adabul Mufrad  (no. 522))[1]
Dan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya Allah swt., berfirman dihari kiamat, ‘Wahai anak Adam, Aku sakit dan kalian tidak menjengukku.’Anak Adam berkata, ‘Ya Rabb, bagaimana kami menjenguk-Mu sedangkan Engkau adalah Rabb semesta alam?’ Allah berfirman, ‘Tidakkah engkau tahu bahwa hamba-Ku fulan sakit dan engkau tidak menjenguknya? Tidakkah engkau tahu kalau saja engkau akan mendapati-Ku berada di sisinya?’(HR. Muslim no. 2569, Ahmad no. 8989).[2]
Selanjurnya Rasulullah Saw juga pernah bersabda :
Dan Ali r.a, Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda, ‘Barang siapa yang mendatangi saudaranya yang muslim untuk menjenguknya, maka ia berjalan dikebun surga hingga ia duduk, niscaya rahmat Allah akan meliputinya. Dan apabila ia menjenguk di waktu pagi niscaya tujuh puluh malaikat akan mendoakannya hingga sore. Dan apabila ia menjenguk diwaktu sore maka tujuh puluh malaikat akan mendoakannya hingga pagi. (HR. Ahmad no.756, Abu Daud no.3098, Ibnu Majjah no. 1442)[3].
Dalam mengunjungi orang sakit terkadang beberapa manfaat lain selain apa yang telah disebutkan, diantaranya membersihkan hati orang yang sedang sakit, memeriksa kebutuhan-kebutuhannya, mengambil nasihat (pelajaran) dari musibah yang menimpanya. Demikian yang dikatakan oleh Ibnul Jauzi[4]. Beri kekuatan padanya untuk selalu sabar dalam menghadapi musibah yang menimpa, arahkan ia jangan sampai berkiprah tentang mati tapi lebih kepada pertaubatan diri dan beri motivasi agar ia tetap optimis dalam menghadapi sakitnya, dengan lontaran doa dan berusaha untuk sembuh.
B.     Adab-Adab Menjenguk Orang Sakit
a)      Kunjungan Wanita kepada Laki-laki yang Sakit
Mengunjungi laki-laki yang sakit dibolehkan bagi wanita diperbolehkan meski ia bukan mahramnya, dengan syarat aman dan tidak terjadi fitnah adanya hijab dan tidak memanfaatkan waktu berdua-duaan. Jika syarat-syarat tersebut dapat dijaga maka diperbolehkan bagi wanita menjenguk laki-laki yang sakit begitupun sebaliknya.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a dan dari ayahnya, ia berkata, “ketika Rasulullah saw., tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal r.a., menderita demam. ‘Aisyah berkata.’Maka akupun menemui keduanya, dan aku berkata, ‘Wahai ayahku, bagaimana keadaanmu? Dan wahai Bilal bagaimana keadaanmu?[5]  
Dalam suatu riwayat Nabi sepulang dari Madinah para sahabat mengadu sakit demikian pula dengan Abu Bakar, ‘Amir bin Fuhairah maula Abu Bakar dan Bilal dan saat itu Aisyah meminta izin pada Raulullah untuk menjenguk mereka dan beliaupun mengizinkan, saat itu Aisyah berkata kepada Abu Bakar “Bagaimana keadaanmu?”
Pada suatu Riwayat dari Ibnu Syihab, dari Abu Ummah bin Sahl bin  Hanif, ia mengabarkannya kepadanya bahwa seorang wanita yang miskin sedang sakit maka ia  mengabarkannya kepada Rasulullah saw. Tentang sakit yang diderita oleh wanita tersebut. Dan Rasulullah saw. Senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyakan keadaan mereka.[6]
Berdasarkan Hadits Riwayat yang tertera diatas maka menunjukkan bahwasanya seorang laki-laki dan wanita boleh menjenguk ketika sakit namun alakadarnya dan berniat benar-benar hanya akan menjenguk lilahita’ala., yang berarti begitu urgennya menjenguk saudara kita sehingganya orang yang bukan semukhrim dengan kitapun diizinkan.

b)      Menjenguk Orang Musyrik yang Sakit
Menjenguk orang kafir diperbolehkan kepada muslim seperti yang tertera pada riwayat Nabi Saw., dari Anas r.a berkata : Ada seorang pemuda Yahudi yang biasa  melayani Nabi saw., kemuadian ia sakit, maka datanglah Nabi saw., untuk menjenguknya lantas beliau duduk didekat kepalanya seraya bersabda :”Islamlah”. Ia melihat ayahnya yang berada disitu juga, kemudian ayahnya berkata : “Patuhilah/ikutilah Abdul Qasim”. Maka iapun masuk Islam. Kemudian Nabi saw., keluar sambil mengucapkan :”Alhamdulillahil ladzi anqadzu minannaar” (Segala Puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka)”. (HR. Bukhari)[7]
c)      Waktu Menjenguk Orang Sakit
Tidak ada nash-nash yang menjelaskan waktu tertentu untuk menjenguk orang yang tertentu untuk menjenguk orang yang sakit dan menziarahinya. Maka selama perkaranya seperti ini, dibolehkan menziarahi orang sakit kapanpun, baik malam atau siang selama tidak ada hal yang memberatkan mereka. Karena diantara hikmah dari menjenguk adalah meringankan penderitaan orang yang sakit tersebut dan menyenangkan hatinya, bukan memberatkannya.
Waktu ziarah itu bermacam-macam, tergantung perbedaan zaman dan tempat. Terkadang berziarah berziarah di malam hari adalah waktu yang dipersilahkan akan tetapi dizaman lainnya terkadang dimakruhkan.
Al-Mawardzi berkata,”Aku bersama Abu ‘Abdillah pernah menjenguk orang sakit pada malam hari dibulan Ramadhan, kemudian ia berkata kepadaku, ‘Di bulan Ramadhan, menjenguk orang sakit dilakukan pada malam hari.”[8]
Demikian pula diwaktu (setelah) Zhuhur . menurut kebiasaan, orang-orang tidur siang dan mereka diam untuk beristirahat. Al-Atsram mengatakan , “Dikatakan kepada Abu ‘Abdillah, ‘Seorang menderita sakit dan ketika itu matahari sedang naik di musim panas,’ maka ia berkata,’ini bukan waktu untuk menjenguk”[9]
Maka zaman pun perlu diperhatikan ketika hendak menjenguk orang sakit. Waktu menjenguk yang telah dikenal oleh penduduk negeri ini dan telah menjadi kebiasaan mereka untuk menjenguk dan berziarah terkadang bukanlah waktu yang biasa dilakukan oleh sebagian penduduk di negeri lainnya.


d)     Meringankan Orang Sakit Dan Posisi Duduk Ketika Menjenguk
Orang yang menjenguk jangan terlalu lama duduk dan diam disisi orang yang sakit, karena ia tersibukkan oleh rasa lapar dan sakitnya. Dan penjenguk orang sakit yang diam dalam waktu lama akan memberatkan orang sakit tersebut, bahkan terkadang menambah sakitnya. Oleh karena itu di antara perkara yang baik ketika menjenguk orang sakit adalah meringankannya.
Dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, ia berkata,”Yang paling baik ketika menjenguk orang sakit adalah yang paling ringan…”
Al-Auza’I berkata,”Aku pernah bepergian menuju Basrah untuk menjumpai Muhammad bin Sirin, namun Aku menjumpainya ketika perutnya menderita sakit, maka kami pun masuk untukmenjenguknya sambil berdiri..”
Asy-Sya’bi berkata,” kunjungan orang-orang desa yang pandir lebih memberatkan orang yang sakit dari pada penyakitnya sendiri. Mereka mengunjunginya tidak pada waktunya dan mereka duduk berlama-lama disisinya.”[10] 
Akan tetapi hendaklah diketahui bahwa apabila orang sakit meyukai orang yang menjenguknya tingga lebih lama disisinya dan terus menerus menziarahinya, maka yang lebih utama bagi orang yang menjenguknya itu adalah memenuhi keinginan orang yang sakit, karena hal itu akan membahagiakan dan menyenangkan hatinya, sebagaimana Nabi Saw., menjenguk Sa’id bin Mu’adz ketika ia terkena musibah dihari  peperangan khandaq. Nabi Saw., memerintahkan untuk membuat kemah didalam masjid untuk Sa’ad agar beliau bisa menjenguknya dari dekat.[11]
Maka sahabat mana yang tidak menyukai keberadaan Nabi Saw., disisinya dan beliau menziarahinya berulang-ulang?!
Disunnahkan bagi penjenguk untuk duduk disamping kepala orang yang sakit. Hal inilah yang Nabi Saw., lakukan dan juga orang-orang shalih setelah beliau. Disebutkan dalam hadits Anas r.a, ia berkata, “Seorang budak Yahudi sering membantu Nabi Saw., lantas dia jatuh sakit, maka Nabi Saw., menjenguknya. Beliau duduk disamping kepalanya dan berkata padanya, “Masuklah ke dalam Islam….”  
Dan dari ar-Rabi’ bin ‘Abdillah, ia berkata, “Aku dan Al-Hasan pernah menjumpai Qatadah untuk menziarahinya. MAka Al-Hasan duduk disisi kepalanya. Lalu ia bertanya kepadanya dan mendo’akan kesembuhan untuknya.[12]
Duduknya penjenguk disamping kepala orang yang sakit mengandung beberapa faidah, diantaranya :
Hadits tersebut menganjurkan bersikap ramah kepada orang yang sakit Orang yang menjenguk memeungkinkan untuk meletakkan tangannya ke tubuh orang yang sakit, mendoakan kesembuhan baginya dan meniupkan ruqyah syar’’iyyah kepadanya , dan semisalnya. Bertanya kepada orang yang sakit tentang keadaannya dan memeberi semangat
Diantara perkara yang baik ketika menjenguk orang sakit adalah bertanya kepada orang yang sakit tentang keadaanya dan apa yang menimpanya, sebagaimana yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah r.a ia berkata :” ketika Rasulullah saw. Tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal menderita sakit dema.” ‘Aisyah berkata, “Maka aku pun masuk untuk melihat keadaan mereka, lalu aku bertanya “Wahai Ayahku, bagaimana keadaanmu ? Dan wahai bilal, bagaiimana keadaanmu ?
Dan termasuk perkara yang baik yaitu saat meringankan derita berupa sakitnya, seperti dengan mengucapkan,”Sakit ini tidak apa-apa, engkau akan sembuh dengan izin Allah,” atau “Penyakit ini bukan penyakit yag berbahaya Allah akan memberi kesembuhan insyaallah dan bukan ucapan-ucapan berupa dekatnya ajal dsb., karena menganggap ajal orang masih jauh itu akan mempercepat kesembuhan[13]. Kesehatan mental juga akan mempengaruhi kesehatan fisik juga[14].
Keluhan orang sakit tidak terlepas dari dua keadaan : Pertama, keluhan tersebut dengan menampakkan kecemasan dan keputusasaan, dan tidak diragukan b hwa hal ini makruh karena menunjukkan lemahnya iman dan tidak ridha dengan ketetapan Allah dan takdir-Nya.
Kedua, dengan mengabarkan keadaan tanpa berniat memohon kepada makhluk atau menggantungkan diri kepada mereka, dan kebolehan hal ini tidak diragukan. Dalil-dalil pun menguatkan kebolehannya.
Diriwayatkan dari al-Qasim bin Muhammad, ia berkata,”Aisyah berkata,’aduh kepalaku’. Maka rasulullah saw. bersabda, ‘Seandainya hal itu terjadi dan aku masih hidup, niscaya aku akan memohonkan ampunan untukmu’ ‘Aisyah berkata,’Demi Allah, sungguh aku menyangka engkau menyukai kematianku, dan kalaulah hal itu terjadi mungkin engkau akan berada di akhir hari menjadi pengantin dengan sebagian istri-istrimu.’Maka Nabi saw., bersabda, ‘Bahkan aku mengduhkan sakit kepalaku..”[15]

e)      Menangis Ketika Sakit
‘Abdulllah bin Umar r.a meriwayatkan, ia berkata,”Sa’ad bin ‘Ubadah menderita suatu penyakit, kemudian Nabi Saw menjenguknya bersama bersama ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin ‘Ubadah beliau mendapatinya sedang dikerumuni keluarganya. Beliau bertanya, ‘Apakah ia telah wafat?’ Merekapun menjawab,”Tidak wahai Rasulullah.’ Maka Nabi saw., pun menangis, merekapun ikut menangis. Nabi saw., ‘Tidakkah kalian mendengar bahwa Allah tidak akan mengazab karena tetesan air mata dan tidak pula dengan kesedihan hati, akan tetapi Allah akan mengazab karena ini, beliau mengisyaratkan kepada lisannya atau Allah akan merahmati. Dan sesungguhnya mayyit akan diazab karena tangisan (ratapan) keluarganya atas kematiannya. (HR. AL-Bukhari(no. 5667) Muslim (no. 2571))
Hadit ini menunjukkan bolehnya menangis disisi orang sakit, terlebih lagi disisi mayit, akan tetapi tangisan itu tidak disertai jeritan histeris, karena Nabi Saw.,telah melarang ratapan.
f)       Meletakkan Tangan diatas Tubuh Orang yang Sakit
Orang yang menjenguk disunnahkannya diatas jasad orang yang sakit dan mendoakannya sebagai bentuk meneladani Nabi kita. Terkadang meletakkan tangan ini memiliki pengaruh dalam meringankan rasa sakit atau (bahkan) menghilangkannya secara keseluruhan, akan tetapi hal tersebut tidak diharuskan karena tidak ada nash-nash khusus dalam masalah ini.
Ibnu Baththal berkata,”Meletakkan tangan diatas tubuh orang yang sakit merupakan hiburan baginya dan cara untuk mengetahui seberapa parah penyakit yang dideritanya agar seseorang mendo’akan kesembuhan untuknya sesuai dengan sakitnya yang terlihat. Mungkin saja seseorang meruqyahnya dengan tanagannya dan mengusapkannya ditempat yang sakit dengan ruqyah yang memberi manfaat  kepada orang yang sakit, jika yang  menjenguknya   adalah orang shalih.
Saya (Ibnu Hajar) katakan,”Terkadang orang yang menjenguk mengetahui cara pengobatan dan penyakit sehingga ia bisa menerangkan pengobatan yang sesuai untuk orang yang sakit sesuai dengan penyakitnya itu.”[16]
Dan beberapa hadits menyebutkan bahwa Nabi Saw., yang mulia meletakkan tangan beliau ditubuh orang yang sakit. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash yang telah dikemukakan sebelumnya,” kemudian Nabi Saw., meletakkan tangannya diatas keningnya, kemudian mengusapkan tangannya diatas wajah dan perutku kemudian mengucapkan “Allahumma isyfi Sa’dan (Ya Allah, Sembuhkanlah Sa’Ad...)”
Dan diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a, ia berkata,”Apabila Rasulullah Saw., menjenguk orang sakit, beliau meletakkan tangannya ditempat yang terasa sakit, kemudian mengucapkan “Bismillah”[17]


C.     Doa yang diucapkan disisi Orang yang Sakit
Saat menjenguk orang sakit ucapkanlah sesuatu perkataan yang baik-baik, karena malaikat mengaminkan setiap apa yang kita ucapkan. Seperti yang dijelaskan dalam hadits Ummu Salamah r.a, ia berkata,”Rasulullah saw. bersabda, ‘Apabila Abu Salamah telah meninggal.’Nabi Saw bersabda ’Ucapkanlah :
‘Ya Allah, berikanlah ampunan untukku dan untuknya, dan berilah aku balasan dari musibahku dengan balasan yang baik.’
Ummu Salamah berkata,  “Aku berkata,’Maka Allah memberiku balasan dengan suami yang lebih baik bagiku darinya, yaitu Muhammad Saw.
Orang yang menjenguk disunnahkan mendoakan orang yang sakit dengan rahmat, ampunan, dibersihkan dari dosa-dosa, serta mendoakan keselamatan dan kesehatan. Nabi telah mengajarkan beberapa doa hendaklah orang yang menjenguk berdoa dengan doa tersebu, karena doa-doa tersebut bersumber dari al-ma’shum (orang yang terpelihara dari dosa dan kesalahan) yang telah diberi jawami’ul kalim (kalimat yang ringkas lagi penuh hikmah), yang tidak berucap dari hawa nafsu, melainkan hanyalah berupa wahyu yang diturunkan kepadanya.
Diantara do’a-do’a beliau adalah :
a.       Mengucapkan :
لَابَؤْ س طَهُوْ رٌ إِنْ شَءَالله...
“(Sakitmu ini) tidak apa-apa, mudah-mudahan dapat mensucikan insyaAllah.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a , bahwa Nabi saw masuk ke rumah seorang Arab Badui untuk menjenguknya. Ibnu ‘Abbas berkata, “Apabila Nabi Saw., mendatangi rumah orang yang sakit untuk menjenguknya, beliau berkata, La ba’sa thahuur insya Allah, (sakitmu ini tidak apa-apa, mudah-mudahan dapat mensucikanmu dari dosa, insya Allah. Maka Nabi Saw., berkata kepadanya, La ba’sa thahuur insyaAllah.’ (Sakitmu ini tidak apa-apa, mudah-mudahan mensucikanmu dari dosa, insyaAllah). Arab Badui itu berkata, ‘Engkau mengatakan dapat mensucikan ? Sekali-kali tidak, bahkan dia adalah demam yang ditakuti  atau yang bergejolak atas orang yang tua renta, dan membuatnya diusung kekubur.’Maka Nabi Saw., berkata,’Alangkah baiknya jika demikian.[18]
Ucapan beliau,”(Sakitmu ini) tidak apa-apa,” maknanya bahwa sakitnya itu akan menggugurkan dosa dan kesalahan, maka apabila ia memperoleh kesehatan berarti ia telah mendapat faidah. Dan jika tidak, maka ia dapat pahala  pengguguran dosa.
Dan ucapan beliau,”Mudah-mudahan dapat mensucikanmu dari dosa,” berkedudukan sebagai khabar dari mubtada’ mahdzuf, yaitu sakit yang mensucikanmu dari dosa-dosamu, yakni sebagai penyuci. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu hajar[19]
Diantara faidah dari hadits ini, hendaklah orang yang sakit menerima doa kebaikan dari orang lain untuknya. Jangan sampai ia menggerutu dengan doa mereka untuk mensucikannya dari dosa-dosanya sebagaimana orang arab Badui yang disebutkan dalam hadist diatas.
b.         Mengucapkan
الَّلهُمَ اشْ....فُلاَنَاً
Ya Allah sembuhkanlah ...Fulan.” Satu kali atau tiga kali.
Doa ini tercantum dalam hadits yang diriwayatkan dari Sa’ad bin Waqqash ketika ia sakit dan Rasulullah Saw., menjenguknya. Dalam hadits tersebut disebutkan, “Kemudian Nabi meletakkan tangannya diatas keningnya lalu mengusapkan tangannya diatas wajah dan perutku, kemudian beliau berdo’a, ‘Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad...”
Ibnu Jauzi berkata,”Doa beliau, ‘Ya Allah sembuhkanlah Sa’ad’ merupakan dalil disunnahkannya mendoakan kesehatan (kesembuhan) untuk orang yang sakit”[20]
c.                   Mengucapkan
أَسْاَلُ الله الْعَظِيْمِ رَبَّ الَعَظِمِ رَبِّ الْعَرْ ش
“Aku memohon kepada Allah yang Mahaagung Penguasa ‘Arsy yang agung agar berkenan menyembuhkanmu.” Diucapkan tujuh kali.
            Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a dari Nabi saw., beliau bersabda, “Barangsiapa yang menjenguk orang sakit yang ajalnya belum tiba dan mengucapkan di sisinya sebanyak tujuh kali,’As’alullahal ‘azhiim, Rabbal ‘Arsyil ‘azhim an yasyfiyaka,’ niscaya Allah akan menyembuhkannya dari penyakit tersebut.”[21]
d.   Mengucapkan :
أَوْيَمْشِي لَكَ أِلَى جَنَازَةٍ
“Atau berjalan karena-Mu menuju jenazah (yang akan dikubur)”.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a, ia berkata, “Nabi Saw., bersabda ‘Apabila seseorang menjenguk orang sakit, hendaklah ia mengucapkan, ‘Allahhumma isyfi ‘abdaka yanka’u laka adduwwan wa yamsyi laka ilash shalaah.”

D.    Meruqyah Orang Sakit
            Orang yang menjenguk disunnahkan meruqyah orang yang sakit      sebagaimana Nabi Saw., telah melakukannya. Terlebih lagi jika orang yang menjenguk termasuk orang yang bertaqwa dan shalih, karena ruqyah orang yang seperti ini lebih bermanfaat daripada orang selainnya, dikarenakan keshalihan dan ketaqwaannya.
            Nabi Saw., pernah meruqyah sebagian orang yang sakit dari keluarganya dan selain keluarganya, dan beliau membolehkan ruqyah sebagai shahabatnya. Ruqyah tersebut diantaranya yaitu :
a.   Ruqyah dengan al-Mu’awwidzat
 Diriwayatkan dari ‘Aisyah Ummul Mukminin r.a, ia berkata, “Apabila salah seorang dari keluarga Rasulullah Saw., sakit, beliau meniupkan kepadanya dari al-Mu’awwidzat...[22]
b.      Ruqyah dengan Fatihatul Kitab
Hal pernah terjadi kepada Abu Sa’id al-khudri bersama pemimpin suatu kaum yyang terkena sengatan berbisa, lalu Abu Sa’id meruqyahnya dengan Fatihatul Kitab. Kemudian Abu Sa’id diberi sepotong daging kambing (sebagai imbalan), namun beliau enggan menerimanya dan berkata,”(tunggu) hingga aku sampaikan hal ini kepada Nabi Saw., “Maka ia mendatangi Nabi Saw., dan menyampaikannya kepada beliau. Ia berkata,”Ya Rasulullah, demi Allah, tidaklah aku meeruqyah dengan Fathul Kitab.” Beliau tersenyum dan bertanya,”Bagaimana engkau tahu bahwa surat itu adalah ruqyah?” kemudian beliau bersabda,”Ambillah pemberian itu dari mereka, dan bagikan satu bagian untukku bersama kalian.”

c.       Meruqyah dengan do’a “Adzhibil ba’sa Rabban naas, isyfi wa antasy syafii laa syifaa’a ilaa syifaa’uk syifaa’an laa yughadiru saqamaa
      Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa apabila Rausulullah saw., mendatangi orang sakit didatangkan kepada beliau, beliau mengucapkan :
أَذْهِبَ الْبَاسَ رَبَّ النَّا  سِ اشْفِ وَأَنْتَ الشَّا فِي. لاَ شِفَاءَألاًشِفَاؤُكَ. شِفَاءً لاَيُغَادِرُ سَقَلمًا.
“Hilangkanlah penyakit ini wahai Rabb manusia, sembuhkanlah, Engkau-lah yang menyembuhkan, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak menyisakan sedikitpun penyakit.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan,”Apabila beliau mendapati salah seorang dari kami mengeluh sakit, beliau mengusapnya dengan tangan kanannya kemudian mengucapkan :
أَذْهِبْ الْبَا سِ.....
“Hilangkanlah penyakit ini wahai Rabb manusia....”

d.      Ruqyah dengan mengucapkan “Bismillahi arqiik, min kulli syai’in yu’dziik min syarri kulli nafsin au ‘aini haasidin, Allaahu yasyfiik, bismillahi Arqiik.”
            Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri r.a bahwa jibril mendatangi Nabi Saw berkata, “Wahai Muhammmad, apakah engkau mengeluh sakit?” Beliau menjawab,”Ya.” Jibril mengucapkan :
بِا سْمِ الله أَرِقِيْكَ، مِنْ كُلً شَيْءٍيُؤْ ذِيَكَ, مِنْ شَرًّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَا سِدٍ, اللهُ يَشْفِيْكَ, اللهِ أَرْقِيْكَ.
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu, dari kejahatan jiwa atau mata yang hasad, Allah yang akan menyembuhkan mu. Dengan nama Allah aku meruqyahmu”
e.       Ruqyah dengan bacaan “Bismillahi turbatu ardhina birii ba’dhina liyusyfaa bihi saqiimuna bi idzni Rabbinaa
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Nabi Saw.,mengucapkan ayat tersebut pada orang sakit.
Dalam riwayat  Muslim dengan lafadz, “Apabila seseorang mengeluhkan sesuatu dari tubuhnya atau memiliki bisul atau luka , Nabi Saw., melakukan seperti ini dengan jarinya “Sufyan meletakkan telunjuknya diatas tanah kemudian mengangkatnya (sambil mengucapkan), “Bismillahi bi turbatu idzni Rabbina”[23] . Imam An-Nawawi berkata ,”Makna hadits ini bahwa beliau mengambil ludahnya sendiri dengan jari telunjuknya kemudian meletakkan diatas tanah dan melekatkan sesuatu dengan jari tersebut dari tanah lalu mengusapkannya ditempat luka atau penyakit dan mengucapkan doa sambil mengusapnya, wallahu a’lam”

f.    Mentalqin (menuntun) Orang untuk mengucapkan Syahadat Apabila Ajal Menjelang dan Menutupkan kedua Matanya Serta Mendoakan kebaikan baginya Apabila Telah Meninggal
Ketika ajal orang yang sakit semakin dekat dan tanda-tanda kematian telah nampak, maka disunnahkan bagi orang yang menjenguknya untuk mengingatkannya akan luasnya rahmat Allah dan jangan sampai ia berputus asa dari rahmat tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Jabir r.a, ia berkata, “Tiga hari sebelum Nabi saw., wafat aku mendengar beliau bersabda :
لَايَمُوْ تَنَّ أَحَدُ كُمْ أِلاَّ وهُوَ يُحَسِنُ الَظَّنَّ بِاللهِ عَزَّوَجَلًّ.
“Janganlah salah seorang dari kalian wafat hingga ia berbaik sangka kepada Allah swt.”[24]
Para  Ulama berpendapat, “Makna berbaik sangka kepada Allah Swt., seorang menyangka bahwa Allah akan merahmati dan memaafkanya” Demikian yang dikatakan oleh Imam Nawawi.
Dan disunnahkan baginya untuk mentalqin (menuntun)nya mengucapkan syahadat dengan lemah lembut. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri r.a, ia berkata, Rasulullah saw., bersabda :
لَقِّنُوامَوْتَاكَمْ لاَأِلَهَ أِلاَّ الله
‘Talqinkanlah (tuntunlah) orang yang menjelang wafat diantara kalian kalimat Laa Ilaaha Illallah”( HR Muslim (no. 916), Ahmad (no. 10610),))[25]
            Imam An-Nawawi berkata, “Perintah mentalqin ini bersifat sunnah, dan para ulama telah sepakat akan disyari’atkannya talqin ini, dan mereka memakruhkan jika talqin ini terlalu sering dan terus menerus dilakukan kepada orang yang sakit agar jangan sampai ia berkeluh kesah dengan keadaannya yang tertekan dan beratnya penderitaan sehingga hatinya merasa benci dan mengucapkan kata-kata yang tidak layak.
Pendapat para ulama, “Apabila orang sakit mengucapkannya satu kali, jangan ia dipaksa mengulangnya kecuali jika ia mengucapkan perkataan lain setelahnya, maka ia diminta untuk mengulanginya agar syahadat tersebut menjadi akhir dari ucapannya.[26]
Dan apabila orang yang sakit itu wafat maka orang yang menghadiri kematiannya disunnahkan memejamkan kedua matanya dan mendoakan kebaikan untuknya, berdasarkan hadits Ummu Salamah r.a., ia berkata “Rasulullah saw., menemui Abu Salamah dan pandangannya telah menatap keatas (telah wafat), maka beliau memejamkannya kemudian bersabda :
“Sesungguhnya apabila ruh sudah digenggam maka pandangan mata akan mengikutinya”
Maka anggota keluarganya gaduh, maka beliau Rasulullah saw.,  beliau bersabda :
“Janganlah kalian mendoakan kejelekan atas diri kalian kecuali dengan doa yang mengandung kebaikan. Sesungguhnya malaikat mengaminkan apa yang katakan.”
Kemudian Rasulullah Saw., bersabda :
“Ya Allah, berikanlah ampunan kepada Abu Salamah, angkatlah derajatnya bersama orang-orang yang mendapat petunjuk, dan gantikanlah untuk anak keturunannya dengan orang-orang yang masih tersisa, berikanlah ampunan kepada kami dan kepadanya wahai Rabb semesta alam, berilah kelapangan untuknya dalam kuburnya, dan berilah cahaya didalamnya.(HR. Muslim (no. 920)) 

E.     Hukum Menjenguk Orang Sakit[27]
Menjenguk orang sakit diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Bara bin Azib radhiyallahu anhu meriwayatkan, “Nabi menyuruh kita tujuh hal dan melarang kita tujuh hal. Beliau menyuruh kita untuk mengantarkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang teraniaya, melaksanakn sumpah, menjawab salam, dan mendoakan orang yang bersin. Dan beliau melarang kita memakai wadah (bejana) dari perak, cincin emas, kain sutera, dibaj (sutera halus), qasiy (sutera kasar), dan istibraq (sutera tebal). (Bukhari no.1239; Muslim no.2066)
Hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk menjenguk orang sakit, membuat Imam Bukhari membuat “bab Wujubi ‘Iyadatil-Maridh” (Bab Kewajiban Menjenguk Orang Sakit) di dalam kitab shahih nya.
Imam Ath Thabari menekankan bahwa menjenguk orang sakit merupakan kewajiban bagi orang yang diharapkan berkah (dari Allah datang lewat diri) nya, disunnahkan bagi orang yang memelihara kondisinya, dan mubah bagi mereka.
Imam Nawawi mengutip kesepakatan ulama bahwa menjenguk orang sakit hukumnya bukan wajib, yakni fardu ‘ain, (melainkan fardu kifayah).
F.      Manfaat Menjenguk Orang Sakit
Selain mendapat keutamaan sebagaimana hadits-hadits yang disebutkan diatas, menjenguk orang sakit memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
Menjenguk orang sakit berpotensi memberi perasaan dan kesan kepadanya bahwa ia diperhatikan orang-orang disekitarnya, dicintai, dan diharapkan segera sembuh dari sakitnya. Hal ini dapat menentramkan hati si sakit.
Menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari pasien; hal ini dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh.
1)         mencari tahu apa yang diperlukan si sakit.
2)         mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit.
3)         mendoakan si sakit
4)         melakukan ruqyah (membaca ayat-ayat tertentu dari Al Quran) yang syar’i.
5)         Menjenguk tanpa Mempertimbangkan Penyakit dan Usianya
Anjuran menjenguk orang sakit sangatlah diutamakan.  Hingga dalam keadaan tertentu menjadi wajib  tanpa melihat seberapa sakit yang dirasakan, apakah tergolong parah atau ringan. Hal ini sudah mulai pudar di antara kita, bahkan seringkali sebagian dari kita hanya merasa perlu menjenguk teman, saudara, atau kenalan yang sakit; jika sudah masuk rumah sakit. Sekian lama terbaring di rumah, hanya sedikit yang menjenguknya. Terlebih jika sakit itu tergolong penyakit yang  ringan.  Padahal, Nabi saw.,  menjenguk salah seorang sahabatnya yang ‘hanya’ sakit mata. Sakit mata biasa, bukan sejenis kebutaan atau penyakit mata berat lainnya!
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, ‘mengenai menjenguk orang yang sakit mata, bahkan sudah ada hadits khusus yang membicarakannya, yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia menceritakan, ‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjenguk saya karena saya sakit mata.[28]
G.    Hikmah menjenguk Orang Sakit
Hikmah dalam hal menjenguk kerabat yang sedang sakit salah satunya  ialah menggapai doa 70.000 malaikat, Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim yang lainnya pada pagi hari, kecuali 70.000 malaikat akan bershalawat untuknya hingga sore hari. Jika dia menjenguknya di sore hari, maka 70.000 malaikat akan bershalawat untuknya hingga pagi. Dan dia akan mendapatkan kebun yang penuh berisi buah-buahan di surga kelak.” (HR. At-Tirmizi)
Adapun maksud shalawat disini ialah didoakan oleh para malaikat.
"Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh. Apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam." (HR. Muslim)
ketika kita dalam sakit sebenarnya menjadi salah satu jalan untuk semakin merenenungi kekuasaan Allah SWT. Menambah keimanan dan ketawakalan kepada-Nya.
Apabila sakit tersebut diterima dengan sabar dan tawakal akan menjadi salah satu penyebab diampuni dosa-dosa. Sebagaimana dalam salah satu hadits diceritakan bahwa pada suatu waktu Rasulullah SAW. menjenguk Salman Al-Farisi RA. yang tengah berbaring sakit di rumahnya. Kemudian Rasulullah SAW. bersabda,
"Sesungguhnya ada tiga pahala yang menjadi kepunyaanmu di kala sakit. Engkau sedang mendapat peringatan dari Allah SWT., doamu dikabulkan-Nya, dan penyakit yang menimpamu akan menghapuskan dosa-dosa-mu."
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, ‘Engkau adalah orang yang baik, langkahmu adalah langkah yang baik, dan engkau telah mendapatkan suatu posisi di surga’ “(HR.Tirmidzi, dari Abu Hurairah r.a)



BAB III
KESIMPULAN
Menjenguk orang yang sakit adalah hal yang sangat urgen dalam kehidupan sosial dimana sudah diterangkan Rasululullah dalam sabdanya bahwa selain hidup sosial juga memiliki beberapa keutamaan yaitu rahmat akan meliputinya,  bahkan digambarkan seperti ada pada taman kurma surga. Dan apabila ia menjenguk di waktu pagi niscaya tujuh puluh malaikat akan mendoakannya hingga sore. Dan apabila ia menjenguk diwaktu sore maka tujuh puluh malaikat akan mendoakannya hingga pagi.
            Adapun beberapa adab menjenguk orang sakit diantaranya saat menjenguk orang sakit bukan hanya terhadap orang dewasa saja bahkan perlakukan seperti menjenguk orang dewasa. Menjenguk orang sakit bukan hanya kepada orang yang sadar saja sehingga dapat menyaksikan kehadiran kita,  namun jenguklah pula orang yang pingsan. Adapun menjenguk orang musyrik diperbolehkan bahkan Rasul melakukannya hingga orang tersebut masuk Islam. Ringankan beban orang yang sakit saat kita berkunjung maka hadirlah diwaktu yang tepat dan jangan duduk berlama-lama karena akan mengganggu waktu istirahatnya kecuali jika kita diminta orang yang sakit untuk berlama-lama disisinya. Duduklah disamping kepala orang yang sakit karena akan mengandung beberapa faidah yaitu menunjukkan sikap ramah terhadap orang yang sakit, dan dengan kemungkinan orang yang menjenguk akan meletakkan tangannya ke tubuh orang yang sakit dan mendoakannya. Bertanyalah tentang keadaannya dan berkata-katalah yang baik dan beri semangat padanya sehingga akan memotivasi orang yang sakit tersebut untuk sembuh.
Hukum menjenguk orang yang sakit yaitu : Imam Ath Thabari menekankan bahwa menjenguk orang sakit merupakan kewajiban bagi orang yang diharapkan berkah (dari Allah datang lewat diri) nya, disunnahkan bagi orang yang memelihara kondisinya, dan mubah bagi mereka.
Manfaat menjenguk orang sakit diantaranya yaitu dapat menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari pasien; hal ini dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh, mencari tahu apa yang diperlukan si sakit, mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit., mendoakan, melakukan ruqyah (membaca ayat-ayat tertentu dari Al Quran) yang syar’i., Menjenguk tanpa Mempertimbangkan Penyakit dan Usianya.
Adapun Hikmah menjenguk orang sakit diantaranya yaitu :
1.      Di doakan oleh para Malaikat
2.      Memberi pelajaran bagi kita bahwasanya begitu mahalnya sehat sehingganya kita selalu menjaga kesehatan
3.      Mengajari kita untuk ikhlas dan sabar
4.      Tergolong langkah terbaik dan perbuatan baik












DAFTAR PUSTAKA
Al-Ustadz H. Abdullah Shonhaji dkk., Terjemah Sunan Ibnu Majah, (Semarang : CV Asy-Syifa’, 1992), cet. 1
Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub, Fiqh Adab (Bogor : Griya Ilmu, 2007), cet.1
J.E. Prawitasari, Psikologi Klinis, (Yogyakarta : Erlangga, 2011)
Riyadus Shalihin II, (Semarang : CV. Toha Putra Semarang, 1981)




[1] Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub, Fiqh Adab (Bogor : Griya Ilmu, 2007), cet.1, halm. 328
[2]Riyadus Shalihin II, (Semarang : CV. Toha Putra Semarang, 1981), halm 23.
[3] Ibid. halm. 328
[4] Kasyful Musykil min Hadits ash-shahihain (no. 710) (II/236)  dengan sedikit perubahan
[5] Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub, op.cit halm 328
[6] HR.Malik , al-Muwaththa’ (no. 531). Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Tidak ada perselisihan atas Malik dalam kitab al-Muwaththa’ tentang mursalnya Hadits ini… dan Hadits ini diriwayatkan dengan sanad yang bersambung dan shahih selain hadits Malik” (Ath-Tahmid (VI/254)). 
[7] Muslich Shabir, op. cit, halm  25
[8] Al-Adabusy Syar’iyyah (II/190)
[9] Al-Adabusy Syar;iyyah (II/189). Akan tetapi jika kebiasaan orang-orang sekitar adalah berziarah di waktu dzuhur maka hal itu tidak dimakruhkan
[10] At-Tahmid karya Ibnu ‘Abdir Barr (XXIV/277), dengan mendahulukan dan mengakhirkan teksnya.
[11] HR. Bukhari (no. 463)
[12] HR. Bukhari, al-Abdul Mufrad (no. 536) dan Syaikh Al-Bani mentahsihkannya (no. 416)
[13] Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub, op.cit. halm 336.
[14] J.E. Prawitasari, Psikologi Klinis, (Yogyakarta : Erlangga, 2011), halm 15
[15] HR. Al-Bukhari (no.25380), juga meriwayatkan dari jalan ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah (no. 25380), juga Ibnu Majjah (no. 1465) dan ad-Darimi (no. 80) wami’ul
[16] Fathu Bari (X/126)
[17] Ibnu Hajar berkata dalam Al-fat-h (X/126),”Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad yang hasan
[18] H.R Al-Bukhari (no. 3616)
[19] Fat-hul Bahri (X/124)
[20] Kasyful Musykil min hadits ash-shahihain (i/233)(no.164)
[21] H.R Ahmad (no.2138), at-Tirmidzi (no. 2083) dan Abu Dawud (no. 3106) dan lafadz ini dari beliau, dan syaikh Al-bani menshahihkannya
[22] H.R Al-Bukhari (no. 5748), Muslim (no. 2192)
[23] HR. Bukhari (no. 5745) Muslim (2194)
[24] HR Muslim (no. 2877), Ahmad (no. 13711), Abu Dawud (no. 3113)
[25] Al-Ustadz H. Abdullah Shonhaji dkk., Terjemah Sunan Ibnu Majah, (Semarang : CV Asy-Syifa’, 1992), cet. 1, halm 281
[26]Syarh Shahih Muslim (Jilid III(VI/183))
[28] Adabul mufrad, (no.532)

0 Response to "MENJENGUK ORANG SAKIT"