PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

MAKALAH METODOLOGI STUDY ISLAM
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

Dosen : Dr. Jasmadi, M.Ag
Disusun Oleh :

               Nurlita Daeng Ngai          : 1341040016



logo.jpg


BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN
LAMPUNG




KATA PENGANTAR
            Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah yang telah menjadikan setiap insan sederhana ini sebagai khalifah di bumi. Solawat teriring salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah SAW. Beserta keluarga, sahabat dan seluruh umat Islam.
            Terselesaikannya penulisan makalah “METODOLOGI STUDI ISLAM” yang membahas tentang “PEMIKIRAN POLITIK ISLAM” ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya atas kontribusi semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
            Makalah ini disajikan di samping sebagai  pemenuhan tugas kuliah, makalah ini juga disajikan guna menambah wawasan penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
            Akhir kata, tiada gading yang tak  retak. Penulis menyadari makalah ini masih sukar dikatakan sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik serta saran sebagai pemacu untuk pembuatan makalah di masa yang akan datang.  



Bandar Lampung, 16 Oktober  2013

Penulis,










DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang........................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1.   Pemikiran Politik Islam............................................................................... 2
2.2.   Sumber Pemikiran Politik........................................................................... 5
2.3.   Pemikiran Politik Islam : Dari Klasik Ke Modern...................................... 8
2.4.   Kepemimpinan Politik Wanita.................................................................... 9
2.5.   Politik Dan Aqidah Dalam Pemikiran Islam............................................. 11
2.6.   Negara Dan Sejarah Umat Isam Indonesia.............................................. 12
BAB III KESIMPULAN...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 15




BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan W.J.S. Poerwadarminta, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan dan sebagainya; dan dapat segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
Sebagai sesuatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber negara; siapa pelaksana keuasaan tersebut; apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawab.
            Pemikiran Al-Ghazali yang cukup signifikan dalam masalah politik adalah kupasnya tentang kepala negara dan politik amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan Ibnu Taimiyah memiliki teori politik tentang negara lebih realitis dibandingkan dengan Ghazali yang beerfikir filosofis. Mendirikan negara, bagi Ibnu Taimiyah merupakan tugas suci keagamaan, dan salah satu perangkat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
1.2.  Rumusan Masalah
Dari uraian Latar belakang diatas maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah tersebut adalah “Bagaimna Pemikiran Politik dalam Islam?”





BAB II
PEMBAHASAN
2.1.       PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
2.1.1. Makna Politik
Makna politik dalam kajian Barat diambil dari bahasa Yunani Politikos atau bahasa latin Politica. Pokok dasar dari karya ini adalah kepada persoalan mengatur  dan mengorganisasikan per orang, sampai  masyarakat per masyarakat bahkan samppai negara per  negara.[1]
Dalam pandangan Imam Bukhori, politik ialah menguruskkan soal-soal pemerintahan dengan segala jalan untuk membangun dan memperbaikinya Muhammad Fuad Abdul Baqie dalam Al-Lu’lu Wa Al-Marjan Fima Ittifaqa’alaihis Syaikhan) memasukkan hadist-hadist politik sejumlah 61 buah , yang mana ia simpulkan sebagai berikut :
1.        Soal-soal penggantian rugi atas pembunuhan
2.        Soal-soal hukuman
3.        Soal-soal peradilan
4.        Soal-soal Jihad
5.        Soal-soal pemerintahan
Sedangkan menurut kelompok Ikhwanus Shafa, terperinci 5 siasah dalam 5 bagian besar :
1.      As-Siyasah An-Nabawiyyah (Prophetical politics), atau politik NaAl-Mubi.
2.      As-siyasah Al-Mulukkiyah ( Monarchical or Presidential Politcs), atau polotik kerajaan/presiden.
3.      AS-Siyasah Al-Amanah (Public Politik), atau politik Umat/ Kerakyatan
4.      As-Siyasah Al-Khashshah (Private Politics), atau politik khusus
5.      As-Siyasah Adz-Dzatiyyah (Personal Polotics). Politik Individu.[2]

2.1.2.    Pengertian dan Arti Penting Politik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan W.J.S. Poerwadarminta, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan dan sebagainya; dan dapat segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.[3]
Sebagai sesuatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber negara; siapa pelaksana keuasaan tersebut; apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawab.[4]
Arti penting politik dalam sejarah Isulam dilukiskan oleh Moh. Kurdi Ali dalam bukunya; Aqwaluna Wa Af Aluna (teori-teori dan Praktek-praktek kita) bahwa kebutuhan bangsa-bangsa kepada politik, sama dengan kebutuhan manusia akan air dan hawa.[5]
2.3.  Metode Pemikiran Politik Islam
Metode dalam Islam disamakan dengan kata manhaj. Manhaj pemikiran Islam selalu didasarkan kepada kedudukan manusia sebagai khalifah, yang diberikan hak oleh Tuhan uuntuk mengatur dan memakmurkan bumi dan seisinya[6] Sebagaimana terdapat dalam (QS. Al-Baqarah: 30) :
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
Artinya : “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
            Meode pemikiran dalam perspektif Islam juga melandaskan pada pemanfaatan akal manusia secara maksimal dalam kerangka menjalankan tugas kemakmuran tersebut. Artinya terdapat dua dinamika interaksi landasan, antara dorongankepentingan Illahiyah dan akal.[7]
            Kerangka metodologi pemikiran politik Islam lebih banyak harus belajar dari metodologi pemikiran Barat, mengambil yang selaras dengan Islam.[8]
            Metode pemikiran politik Barat yang melihat realitas yang bebas menila, dimana meletakkan smber kebenaran adalah terletak di akal. Kemanfaatan konsistensi, koherensi.
Dalam proses penyusunan struktur keilmuan, pemikiran politik Islam banyak dipengaruhi oleh qaidah ushul fiqh, yang telah dibuat dan dikembangkan lebih jauh oleh imam Syafi’i.[9]
Landasan dasar pemikiran Islam dalam pandangan, kelompok Islamisasi Pengetahuan adalah :
1.    Al-Wihdaniyyah
Akal manusia tidak mempunyai wujud (keberadaan) kecuali ia beriman dengan Al-wihdaniyyah (kesatuan) sebagai aksioma ideologis fitriyyah berdasarkan keimanan mutlak dan persepsi yang jelas tentang Allah Yang Maha Besar. Landasan ini mendasarkan akal manusia di atas hipotesa kesatuan sumber dan kebenaran merupakan titik-tolak  seluruh alam dan makhluk keberhasilan yang diperoleh akal Muslim adalah berlandaskan pada keteguhan prinsip-prinsip Al-wihdaniyah.
2.    Al-Khilafah
Yang dimaksud dengan hilafah adalah khilafaah maanusia (sebagai   pemegang mandat) dibumi dan di  alam. Dinamakan sebagai khilafaah karena  yang memegaang jabatan ini merupakann jabatan tertinggi kaum Muslimin dan pengganti Nabi dalam urusan kehidupan mereka.[10] Dari landasan al-khilafah ini, akal muslim di ajak untuk mendayagunakan alam dan makhluk yang dapat  member manfaat daaan keuntungan bagi alam dan makhluk sekitarnya.
3.    Pertanggung Jawaban Moral
Dengan hakikat ini diharapkan pandangan akal muslim dapat benar dan berhasil. Dengan performa khilafah yang baik, akal muslim akan menjadi mencuat dan berpacu. Dengan  perasaan bertanggungjawab yang jernih dan bersih, akal muslim akan  dapat berdisiplin.

2.2.       SUMBER PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
Dalam pergaulatan pemikiran Islam, sumber yang menjadi perdebatan dengan sangat sengit adalah tentangg akal dan waahyu (aql dan naql)[11].
2.2.1.    Wacana Wahyu : Sumber Ambilan Pertama
Wahyu dalam bahassan terminologis merupakan cahaya, dimana akan memberikan sesuatu yang sebelumnya belum pernah diketahui. Wahyu jiga membeerikan pentujuk dan arah kemana sesuatu tersebut harus dijalankan Hal ini setidaknya teercermin dalam (QS. ASy-Syura : 52-53) :
* !$uZøym÷rr&ur 4n<Î) #ÓyqãB ÷br& ÎŽó r& üÏŠ$t6ÏèÎ/ /ä3¯RÎ) tbqãèt7­FB ÇÎËÈ   Ÿ@yör'sù ãböqtãöÏù Îû ÈûÉî!#yyJø9$# tûïΎų»ym ÇÎÌÈ  
Artinya :
52. dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: "Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena Sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli".
53. kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota.
            Dalam pandangan ini wahyu ditempatkan sebagai sebuah kebenaran yang pasti benar. Sebab ia berasal dari sumber kebenaran itu sendiri. Karena ungkapan ini tercermin dalam QS. Ali Imran:60
,ysø9$# `ÏB y7Îi/¢ Ÿxsù `ä3s? z`ÏiB tûïÎŽtIôJßJø9$# ÇÏÉÈ  
Artinya :
60. (apa yang telah Kami ceritakan itu), Itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu Termasuk orang-orang yang ragu-ragu.

2.2.2. Qaidah Sekitar Wahyu
1.        Wahyu (Al-Quran) harus didahulukan dan tidak boleh ada yang mendahuluinya. Ada beberapa alas an sebagai berikut :
a.       Ia merupakan wahyu Allah yang datangnya secara definitif  (jelas). Dan sampai kepada kita secara muttawatir[12] yang tidak menimbulkan prasangka.
b.      Ia merupakan kebenaran yang tidak akan pudar oleh waktu dan tempat.
c.       Ia merupakan pembawa hidayah (petunjuk), rahmad serta kabar gembira.
2.        Wahyu tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain.
a.         Ah ( QS. Al-Maidah : 49 )
Èbr&ur Nä3ôm$# NæhuZ÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# Ÿwur ôìÎ7®Ks? öNèduä!#uq÷dr& öNèdöx÷n$#ur br& šqãZÏFøÿtƒ .`tã ÇÙ÷èt/ !$tB tAtRr& ª!$# y7øs9Î) ( bÎ*sù (#öq©9uqs? öNn=÷æ$$sù $uK¯Rr& ߃̍ムª!$# br& Nåkz:ÅÁムÇÙ÷èt7Î/ öNÍkÍ5qçRèŒ 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏWx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# tbqà)Å¡»xÿs9 ÇÍÒÈ  
Artinya :Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
b.      (QS.Al-Baqarah : 278-279)
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ   bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ  
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
1.    Wahyu sebagai pengarah Hukum
Wahyu sebagai altenatif pengarahan hukum menuju yang lebih baik. Dimana hal terebut tercermin dalam ayat-ayat berikut :
$uZ¯=yès9 ßìÎ7®KtR notys¡¡9$# bÎ) (#qçR%x. ãNèd tûüÎ7Î=»tóø9$# ÇÍÉÈ  
40. semoga kita mengikuti Ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang[1081]"

[1081] Maksudnya: ialah bahwa mereka mengharapkan benar- benar ahli sihir Itulah yang akan menang.

2.2.3.    Qaidah Sekitar Sunnah[13]
a.    Sunnah adalah saudara kandung Al-Quran
b.    As-Sunnah adalah ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah
c.    Kafiryang menolak Sunnah dan enggan melakukannya
d.   Perbuatan Rasul sebagai hakim dan imam
2.2.4.    Wacana Sirah :  Sumber Ambilan Kedua
Sirah merupakan sebuah wacana pertumbuhan masyarakat pertama (salaf) dimana didalam terdapat ijtihad-ijtihad dan para sahabat dalam memutuskan susuatu hal setelah Nabi wafat. Dalam perkembangan lanjut, sirah lebih dimaknai dalam bentuk qiyas maupun ijtihad yang dilakukan oleh para ulama aatau jumhur ulama.
2.2.5.    Wacana Akal : Sumber Ambilan ketiga
Peranan akal merupakan dasar sentral dari ditempatkannya manusia sebagai khalifah di bumi. Kemampuan akal yang mampu membedakan antara yang benar dan yang salah.
Dalam pandangan Ali Gharisah ada 3 hal yang membuat akal mempunyai makna yang besar dalam penemuan kebenaran:
a.    Berhasil diungkapkannya hukum-hukum alam seperti gravitasi, peredaran bumi dan sebagainya.
b.    Dicapainya hakikat ilmiah dengan pengindraan maupun melalui pengambilam keputusan
c.    Dicapainya hakikat hipotesa atau teori yang memberikan sumbangan dalam pengaambangan ilmu pengetahuan.[14]
2.2.6.    Wacana fiqh Ikhtilaf
Ikhtilaf disebabkan faktor pemikiran merupakan sebuah kemestian didalam Islam. Ada beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut:
a.       Tabiat Agama Islam
b.      Tabiat Bahasa (Arab)
c.       Tabiat Manusia
d.      Tabiat alam dan kehidupan

2.3.       PEMIKIRAN POLITIK ISLAM : DARI KLASIK KE MODERN
2.3.1. Pemikiran Islam Klasik
            Pemikiran Politik Islam klasik diwarnai dengan beberapa corak pemikiran yang khas :
a.         Terdapatnya pengaruh yang signifikan dari pemikiran-pemikiran Yunani, terutama Plato. Interaksi dengan pemikiran Yunani ini tampak menonjol dalam masa-masa kekhilafan Abbasiyah
b.         Pemikiran Politik sebagian besar memberikan legistimasi teerhadap status quo. Baik dalam formulasi teorretik yang memberikan dukungan sampai hanya memberikan saran-saran.[15]
c.         Politik Islam lebih berkecenderungan menampilkan bentuk-bentuk yang idealis daripada yang lebih operasional
   Pemikiran Islam klasik dalam kaitannya dengan manajemen kenegaraan terdapat variasi  pendekatan  : sentralisme khalifah, institussionalisme, dan organisme.
2.3.2. Pemikiran Islam Modern
Pemikiran Politik Islam modern mulai nampak arusnya ketika dunia Islam dalam kondisi terjajah oleh kekuatan barat. Corak yang mendasar dari pemikiran politik Islam modern adalah sebagai berikut :
a.         Formulasi pemekeran sedikit banyak sebagai respon kekalahan dunia Islam atas Barat daripada sistem internal masyarakat Islam sendiri.
b.         Formulasi pemikiran sedikit banyak ingin mengembalikan pelaksaan ajaran Islam secara murni
c.         Dalam sifat kenegaraan, terpusatkan pada usaha pembebasan negara.

2.4.  KEPEMIMPINAN POLITIK WANITA
     Wanitaa dalam Islam mendapat perhatian yang sangat serius. Peran dan fungsi wanita menjadi pokok perhatiannya. Pada dasarnya wanita dan laki-laki dalam pandangan Islam didudukan secara sama dalam hukum. Seperti dalam uraian (QS. An-Nisa :1)
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ  
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”
[263] Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
            Akan tetapi dalam perspektif yang lain wanita didudukkan sebagai obyek yang harus dipimpin laki-laki, (QS. An-Nisa : 34)
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
 “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri. ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya. Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
          Bukan berarti wanita tak mendapat kedudukan yang  layak. Wanita dalam batasan tertentu malah menjadi sebuah tonggak negara, dengan peran sertanya dalam mendidik keturunannya. Dalam sistem Islam, wanita ditempatkan dalam 3 kategori besar :
1. Wanita sebagai anggota Umat beriman
2. Wanita sebagai anggota keluarga
3. Wanita sebagai anggota dalam masyarakat

2.5.       POLITIK DAN AQIDAH DALAM PEMIKIRAN ISLAM
Ciri-ciri dari pemerintahan kekhalifahan secara rinci As-Sanhuri mengatakan :
1.    Saling menyemournakan urusan agama dan sipil
2.    Komitmen dengan syariat Islam dan tunduk kepadanya
3.    Membuktikan kesetiaan pada dunia Islam
Dalam menformaulasikan ide hasil kebangkitan adalah memapankan struktur kelembagaan yang memungkinkan teerjaminnya pelaksanaan syariah Islam. Dalam lintasan sejarah terdapat variasi : kekhalifahan utuh, kekhalifahan minus, kerajaan dan konfederasi.
   Untuk terciptanya sebuah kekhilafahan, Ulama telah menetapkan empat syarat untuk menjadi khalifah :
1.      Suku Quraisy
2.      Adanya Bai’at
3.      Musyawarah
4.      Keadilan
Pemikiran kekhalifahan Antara al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah :
            Pemikiran Al-Ghazali yang cukup signifikan dalam masalah politik adalah kupasnya tentang kepala negara dan politik amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan Ibnu Taimiyah memiliki teori politik tentang negara lebih realitis dibandingkan dengan Ghazali yang beerfikir filosofis. Mendirikan negara, bagi Ibnu Taimiyah merupakan tugas suci keagamaan, dan salah satu perangkat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2.6.  NEGARA DAN SEJARAH UMAT ISAM  INDONESIA
            Sejarah Islam Indonesia tidak selamanya ditampilkan dalam etos kejuangan bangsa Indonesia, bahkan sering juga ditampilkan dengan etos pemberontakan, secara fisik maupun menggoyang konstitusi.[16]
            Dalam orde lama, peran umat Islam teerpilahkan dalam 3 aspirasi besar yaitu sebagai berikut :
1.      Peran umat Islam yang bersikap kritis kepada negara
2.      Peran umat Islam yang bersikap akomodatif
3.      Peran umat Islam yang bersebelah pemikiran (diluar pagar sampai memberontak)
Nasionalisme dalam Islam adalah golongan yang menghendaki  diterapkannya syariat Islam dengan dukungaan aparatur negara.
   Dalam pejalanan Orde Baru, peranan umat Islam dalam pendirian regim ini sangat signifikan. Hal ini tercermin dalam  gerakan pemberantasan PKI besar-besaran yang dikoordinir oleh dua organisasi besar NU maupun Muhammadiyah.
Dalam Dekade 1980-an akhir, dan menjelang dekade 1990-an awal respon umat Islam menjadi lebih padu. Kelahiran ICMI 8 Desember 1990. Merupakan embrio besaarrr kesiapan umat Islam dalam merespon pemerintahan. Pandangan Dawam Rahardjo, ICMI mampu mengangkat dan mengajak pemerintah untuk mengaspirasi umat Islam. Peran kelembagaan ICMI, pada akhirnya mampu memapankan kedudukan dihadapan negara, umat Islam dapat melakukan pembaharuan makna dalam bernegara umat dan umat Islam dapat melakukan penjadwalan program-program yang lebih antisipatif.
Saat ini hubungan Islam dengan negara dalam kondisi harmonis, banyak lontaran-lontaran yang menilai bahkan  menyudutkan posisi ajaran Islam yang beku terhadap tanggungjawab sosial. Islam tidak kritis pada kondisi jaman.
Sedangkan di Iran, ternyata kekuatan Islam dalam  dimodifikasi sedemikian rupa untuk melakukan daya kritis bahkan mampu menggulingkan rezim Pahlevi 1979. Tulisan Ali Syariati, sebagai ideologi gerakan Syi’ah Iran mendapat perhatian yang memadai, bahkan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata pengantar Aamin Rais. Gus Dur dalam era berdirinya ICMI sangat mencurigai, bahwa ICMI tidaklah lebih kendaraan  politik dari Politik Islam dan Islam Politik.
   Format reformasi dalam Islam, secara normatif Islam meletakkan dua kerangka dalam rangka melakukan perubahan dalam  masyarakat. Yang pertama adalah Ishlah,yakni melakukan perbaikan-perbaikan yang berarti sendi-sendi masyarakat,dalam kerangka menjadikan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Yang kedua adalah Inqilabiah, yakni dalam upaya melakukan perbaikan dengan melakukan reformasi total, bahkan sampai melakukan revolusi  dan penentangan secara masif (kukuh). Dalam cerminan yang lebih konkret dalam formula, reformasi dengan melandaskan kepada Asyidda’ ‘ala al-kuffar. Yang artinya bersikap keras kepada orang-orang yang kafir dan tidak benar.










BAB III
KESIMPULAN
          Makna politik dalam kajian Barat diambil dari bahasa Yunani Politikos atau bahasa latin Politica. Pokok dasar dari karya ini adalah kepada persoalan mengatur  dan mengorganisasikan per orang, sampai  masyarakat per masyarakat bahkan samppai negara per  negara.
          Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan W.J.S. Poerwadarminta, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan dan sebagainya; dan dapat segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
Pemikiran Islam klasik dalam kaitannya dengan manajemen kenegaraan terdapat variasi  pendekatan sentralisme khalifah, institussionalisme, dan organisme.
Pemikiran Politik Islam modern mulai nampak arusnya ketika dunia Islam dalam kondisi terjajah oleh kekuatan barat.














DAFTAR PUSTAKA
Ali Gharisah, Metode Pemikiran Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1996
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Jakarta Selatan:Logos Publising House, cet 1.
Mansyur Suryanegara, Distionary Sejarah Islam Indonesia, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1992
Mahmud Imam, Aliran Politik dan Akidah   dalam  Islam. KDT. Jakarta.1996
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, ajaran, Sejarah dan Pemikiran ,(Jakarta : UI Press, 1990), cet. I
Surwandono, S.Sos., M.Si, Pemikiran Politik Islam, LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2001.
Tahqiq Nanang.Politik Islam.Prenada Media. Jakarta.2004
W.J.S. . Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1991), cet. XII,
Zainal Abidin Akhmad,Ilmu Politik Islam I, Jakarta, Bulan Bintang, 1977,




[1]   Surwandono, S.Sos., M.Si, Pemikiran Politik Islam, LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2001 . hlm 3
[2] Zainal Abidin Akhmad,Ilmu Politik Islam I, Jakarta, Bulan Bintang, 1977, hal.32-33
[3] W.J.S. . Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1991), cet. XII, hlm.763
[4] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, ajaran, Sejarah dan Pemikiran ,(Jakarta : UI Press, 1990), cet. I, hlm.2-3.
[5] Suwardono, op.cit. hlm.5
[6] Ibid. hlm.7
[7] Ali Gharisah, Metode Pemikiran Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1996
[8]Suwardono. Op.cit hlm. 8
[9] Ibid. Hlm 8
[10] Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Jakarta Selatan:Logos Publising House, cet 1. Hal 19
[11] Suwardono. Op.cit hlm 10.
[12] Ibid. hlm 11
[13] Ibid. Hlm 12
[14] Ibid. Hlm. 13
[15] Ibid.hlm 18
[16] Mansyur Suryanegara, Distionary Sejarah Islam Indonesia, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1992

Related Posts :

0 Response to "PEMIKIRAN POLITIK ISLAM"