Risalah Ramadhan
Daftar Isi :
- Keutamaan Bulan
Ramadhan
- Keutamaan Puasa
- Kekhususan dan Keistimewaan Bulan Ramadhan
- Hukum-Hukum yang berkaitan dengan Puasa Ramadhan
- Sunnah-Sunnah
Puasa
- Hukum
Orang Yang Tidak Berpuasa
- Hal-Hal Yang
Membatalkan Puasa
- Pesan dan Nasehat
- Qiyam Ramadhan
- Membaca Al-Qur'an di Bulan
Ramadhan dan Lainnya
- Kadar Bacaan Yang
Disunnahkan
- Al-Qur'anul Karim
Syari'at Sempurna
- Hukum Melagukan
Al-Qur'an
- Sedekah di Bulan
Ramadhan
- Tafsiran Ayat-ayat Tentang
Puasa
- Pelajaran
dari Ayat-ayat Tentang Puasa
- Manfaat Puasa
- Berpuasa Tapi
Meninggalkan Shalat
- Catatan Penting
- Puasa Yang
Sempurna
- Tujuan Puasa
- Petunjuk Nabi dalam
Berpuasa
- Puasa Yang
Disyari'atkan
- Sebab-sebab
Ampunan di Bulan Ramadhan
- Adab Puasa
- Tentang
Sepuluh hari Akhir di Bulan Ramadhan
- 'Umrah di Bulan
Ramadhan
- Lailatul Qadar
- Taubat dan
Istighfar
- Syarat-syarat
Taubat
- Berpisah dengan
Ramadhan
- Peringatan
- Catatan Penting
- Fatwa-Fatwa
Penting
- Zakat Fitrah
- Hikmah
Disyari'atkan Zakat Fithrah
- Hari Raya
- Petunjuk Nabi di Hari
Raya
- Keutamaan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para
sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang
diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini
pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga
terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa
tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa'." (HR. Ahmad dan
An-Nasa'i)
2. Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa Rasulullah bersabda:
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, AIlah
mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan
mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan
membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal
yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan
rahmat Allah di bulan ini. " (HR.Ath-Thabrani, dan para periwayatnya
terpercaya).
Al-Mundziri berkata: "Diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan
Al-Baihaqi, keduanya dari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi setahuku dia
tidak pemah mendengar darinya."
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak
diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih
harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat memohonkan ampunan
bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi
Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),'Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang
shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu, 'pada
bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak
seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan pada akhir
malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar' Jawab
beliau, 'Tidak. Namun ovang yang beramal tentu diberi balasannya jika
menyelesaikan amalnya.' " (HR. Ahmad)'"
Isnad hadits tersebut dha'if, dan di antara bagiannya ada
nash-Nash lain yang memperkuatnya.
1. Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda:
"Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu
kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat.
Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung
membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.' Orang
yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa
dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang
berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi."
2. Bagaimana ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah tidak dapat
dicapai dengan meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan berpuasa
adalah mubah- kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan apa
yang diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta, kezhaliman dan
pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan kehormatannya.
Untuk itu, Nabi bersabda : "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan
perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum."
(HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna ber-taqarrub kepada
Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali setelah ber-taqarrub
kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal yang haram.
Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang haram
kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang mubah,
ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub dengan
hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar kuat
badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya. Juga
jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal
(bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan ibadah pada
siang dan malam harinya. Dikabulkan do'anya ketika berpuasa dan berbuka. Pada
siang harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang pada malam harinya
ia adalah orang yang memberi makan dan bersyukur.
3. Syarat mendapat pahala puasa :
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang halal. Jika
berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang menahan diri dari
yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan tidak
dikabulkan do'anya.
Orang berpuasa yang berjihad :
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan Ramadhan
melakukan dua jihad, yaitu :
- Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
- Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua jihad ini, memenuhi segala
hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya diberikan kepadanya pahala yang tak
terhitung. Lihat Lathaa'iful Ma 'arif, oleh Ibnu Rajab, him. 163,165 dan 183.
1. Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam. Firman
Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
"(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi :
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada
sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai
takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan
kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus
untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah dalam hadits yang
disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang
berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan
kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa
lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada
dua syarat berikut ini:
- Mengimani dengan benar akan kewajiban ini.
- Mengharap pahala karenanya di sisi Allah Ta 'ala.
2. Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk
bagi umat manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda
antara yang haq dan yang bathil.
3. Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam
pada bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan Khulafaur
Rasyidin. Sabda Nabi
"Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu
malam yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan segala takdir
yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi :
"Barangsiapa mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman
dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
" (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan diharapkan
pada malam-malam ganjil lebih kuat daripada di malam-malam lainnya. Karena itu,
seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah dan takut dari
siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan
shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat yang
sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni, merahmati,
dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang Badar,
yang pada keesokan harinya Allah membedakan antara yang haq dan yang bathil,
sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan kaum
musyrikin.
6. Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah
Al-Mukarramah, dan Allah memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke
dalam agama Allah dengan berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik
dan paganisme (keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun menjadi
negeri Islam.
7. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka
ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam bulan
Ramadhan. Maka kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat kepada
Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk
orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga Allah
menunjukinya- mungkin berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan
Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji, maupun
zakat. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali
dengannya. Sabda Nabi :
"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa
yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak
mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya.
Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.
Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan
untuk berbagai amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur'an,
dzikir, do'a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam bagi para
hamba Ailah, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti
berkata yang haram, melihat yang haram, mendengar yang haram, minum dan makan
yang haram agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta orang yang berpuasa
memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.
Tentang keutamaan Ramadhan, bersabda:
'"Aku melihat seorang laki-laki dari umatku terengah-engah
kehausan, maka datanglah kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum
sampai kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam
Al-Kabir dan hadits ini hasan).
"Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya,
dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di
antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Jadi hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan dosa-dosa
kecil, dengan syarat dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu
perbuatan yang diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat. Misalnya:
zina, mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan hubungan
kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang suap), bersaksi
palsu, memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.
Seandainya tidak terdapat dalam bulan Ramadhan
keutamaan-keutamaan selain keberadaannya sebagai salah satu fardhu dalam Islam,
dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang
merupakan malam yang lebih balk daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu
sudah cukup, Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya. Lihat kitab Kalimaat
Mukhtaarah, hlm. 74 - 76.
1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama
mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta
'ala:
" …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam ... "(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau
setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila
hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal
bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
3. Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh
(dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu
Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat,
hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan
dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan
(yang balk dengan yang buruk).
Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti
haidnya.
Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari
nifas.
Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal
ini didasarkan pada sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada
malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi
dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian
malam.
SUNNAH-SUNNAH PUASA
Sunah puasa ada enam :
- Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan
terbit fajar.
- Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
- Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya
dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak,
memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan
lainnya.
- Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas
mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan
orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan
agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
- Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a :
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui " - Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat
golongan :
- Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... " (Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak
berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu
pada hari lain setelah bulan Ramadhan.
- Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha
puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
- Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
- Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam
tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab
'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum jima'pada siang hari bulan Ramadhan.
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari bulan
Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar kaffarah
mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak
mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu
maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari
kafarah itu. Firman Allah Ta'ala.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, hlm.
102 - 108.
- Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
- Jima' (bersenggama).
- Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
- Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
- Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
- Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha,
sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad,
Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa
disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh
Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan
dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
- Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. "(Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan
puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya
kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari,
maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang berpuasa :
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari
perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu
domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki.
Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang
haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang
haram.
Puasa yang disunatkan :
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap
bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari
Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9,
yaitu hari Arafah), hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum
atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta
menyelisihi kaum Yahudi.
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa
muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang menj emput. Bertaubatlah
kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala dosa dan
perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan perintah-perintah-Nya serta
jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan
maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda pun mati
dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah
Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus keluarga, anak-anak dan
siapa saja yang menjadi tanggung jawab Anda agar mereka taat kepada Allah dan
menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah suri tauladan yang baik bagi
mereka dalam segala bidang, karena Andalah pemimpin mereka dan bertanggung jawab
atas mereka di hadapan Allah Ta'ala. Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk
kemungkaran yang menjadi penghalang untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat bagi
Anda dan mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang
membahayakan mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk
amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan
Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
QIYAM RAMADHAN
1.Dalilnya :
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena
iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2. Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda
:
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya
dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat
malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari
dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An-Nasa'i, katanya: yang
benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul",
juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya nash-nash lain yang
memperkuatnya.
2. Hukumnya:
Qiyam Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu
'akkadah (ditekankan), dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dan beliau anjurkan serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan oleh
Khulafa' Rasyidin dan para sahabat dan tabi'in. Karena itu, seyogianya seorang
muslim senantiasa mengerjakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan shalat
malam pada sepuluh malam terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar
3, Keutamaannya:
Qiyamul lail (shalat malam) disyariatkan pada setiap malam
sepanjang tahun. Keutamaannya besar dan pahalanya banyak.
Firman Allah Ta'ala :
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka
tidak tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengejakan shalat malam) ,
sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka
menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. "(AsSajdah:
16).
Ini merupakan sanjungan dan pujian dari Allah bagi orang-orang
yang mendirikan shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan Allah kepada kaum
lainnya dengan firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir
malam mereka momohon ampun (kepada Allah) . " (Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan orang-orangyang melalui malam hari dengan bersujud dan
berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi(dengan mengatakan: Hadits ini
hasan shahih dan hadist ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim) dari Abdullah bin
Salam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Wahai sekalian manusia, sebarkan salam, berilah orang miskin
makan, sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua
manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga dengan selamat. "
Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi
orang-orang shalih sebelummu. Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada
Tuhanmu, menghapuskan kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusirpenyakit
dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi
menyetujuinya, 1/308),
Dalam hadits kaffarah dan derajat, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Dan termasuk derajat: memberi makan, berkata baik, dan
mendirikan shalat malam ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh
Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu Qaasim,
hlm. 42, 43.
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam :
"Sebaik-baik shalat setelah fardhu adalah shalat malam. " (HR.
Muslim).
4, Bilangannya :
Termasuk shalat malam: witir, paling sedikit satu raka'at dan
paling banyak 11 raka'at. Boleh melakukan witir dengan satu raka'at saja,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan satu raka'at
maka lakukanlah. " HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir dengan tiga raka'at, berdasarkan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at
maka lakukanlah. " (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)·
Hal ini boleh dilakukan dengan sekali salam, atau shalat dua
raka'at dan salam kemudian shalat raka'at ketiga.
Atau witir dengan lima raka'at, diiakukan tanpa duduk dan tidak
salam kecuali pada akhir raka'at.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa ingin melakukan witir dengan lima raka'at maka
lakukanlah. "(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, beliau mengatakan:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya shalat malam tiga
belas raka'at, termasuk di dalamnya witir dengan lima raka 'at tanpa duduk di
salah satu raka 'atpun kecuali pada raka'at terakhir. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Ketiga hadits tersebut dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban.
Atau witir dengan tujuh raka'at; dilakukan sebagaimana lima
raka'at. Berdasarkan penuturan Ummu Salamah radhiallahu 'anha :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya melakukan witir
dengan tujuh dan lima raka 'at tanpa diselingi dengan salam dan ucapan. "(HR,
Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Boleh juga melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau tiga
belas raka'at. Dan yang afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian witir
dengan satu raka'at.
Shalat malam pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan
keistimewaan atas shalat malam lainnya.
5. Waktunya :
Shalat malam Ramnahaan mencakup shalat pada permulaan malam dan
pada akhir malam.
6. Shalat Tarawih:
Shalat tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah
bersungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasannya
dari Allah. Malam Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang
mu'min yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa terlewatkan.
Jangan sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar memperoleh
pahala dan ganjarannya. Dan jangan pulang dari shalat tarawih sebelum imam
selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam
suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga
selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab
Sunan,dengan sanad shahih) Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan, oleh Syaikh
Ibnu Utsaimin, him. 26-30.
Shalat tarawih adalah sunat, dilakukan dengan berjama'ah lebih
utama. Demikian yang masyhur dilakukan para sahabat, dan diwarisi oleh umat ini
dari mereka generasi demi generasi. Shalat ini tidak ada batasannya. Boleh
melakukan shalat 20 raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13 raka'at; semuanya
baik. Banyak atau sedikitnya raka'at tergantung pada panjang atau pendeknya
bacaan ayat. Dalam shalat diminta supaya khusyu', bertuma'ninah, dihayati dan
membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa dengan cepat dan tergesa-gesa. Dan
sepertinya lebih baik apabila shalat tersebut hanya dilakukan 11 raka'at.(Yaitu
berdasarkan hadits Aisyah radiallahu'anha yang artinya : " Tiadalah Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam menambah (rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di
bulan) lainya lebih dari sebelas rakaat". (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan kepada hamba-Nya
kitab Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus Allah sebagai rahmat
bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi seorang muslim yang mengharap rahmat
Allah dan takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim pada
bulan Ramadhan dan buian-bulan lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah
Ta'ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya. Karena
Al-Qur'anul Karim adalah sebaik-baik kitab, yang diturunkan kepada Rasul
termulia, untuk umat terbaik yang pernah dilahirkan kepada umat manusia; dengan
syari'at yang paling utama, paling mudah, paling luhur dan paling sempurna.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang muslim,
direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan.
Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa'at
baginya pada hari Kiamat.
Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur'an dan
mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di
akhirat, dengan firmanNya " Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia
tidak akan sesat dan tidak akan celaka. " (Thaha:123),
Janganlah seorang muslim memalingkan diri dari membaca kitab
Allah, merenungkan dan mengamalkan isi kandungannya. Allah telah mengancam
orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan firman-Nya :
"Barangsiapa berpaling dari Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan
memikul dosa yang besar di hari Kiamat. " (Thaha : 100),
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari Kiamat dalam keadaan buta. " (Thaha: 124),
Di antara keutamaan Al-Qur'an :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri. " (An-Nahl: 89),
2. Firman Allah Ta'ala .
.. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan
kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. "
(Al-Ma'idah: 15-16).
3. Firman Allah Ta 'ala :
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi ouang-orang yang beriman. " (Yunus: 57).
4. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
"Bacalah Al-Qur'an, karena ia akan datang pada hari Kiamat
sebagai pemberi syafa 'at bagi pembacanya. " (HR. Muslim dari Abu Umamah).
5. Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiallahu 'anhu, katanya : Aku
mendengar Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Didatangkan pada hari KiamatAl-Qur'an dan para pembacanya yang
mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh surat Al
Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua surat ini. " (HR, Muslim).
6. Dari Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu, katanya: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan
mengajarkannya. " (HR. Al-Bukhar)
7. Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, katanya : Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya
satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak
mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf
dan mim satu huruf. " (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih).
8. Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu 'anhuma, bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an: "Bacalah, naiklah dan
bacalah dengan pelan sebagaimana yang telah kama lakukan di dunia, karena
kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca. "(HR. Abu Dawud dan
At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari Aisyah radhiallahu 'anhu, katanya : Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Orang yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para
malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan
tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
10. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang
dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan
orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang
"(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang
dimiliki orang lain. ( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.
Maka bersungguh-sungguhlah -semoga Allah menunjuki Anda kepada
jalan yang diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim dan membacanya dengan
niat yang ikhlas untuk Allah Ta'ala. Bersungguh-sungguhlah untuk mempelajari
maknanya dan mengamalkannya, agar mendapatkan apa yang dijanjikan Allah bagi
para ahli Al-Qur'an berupa keutamaan yang besar, pahala yang banyak, derajat
yang tinggi dan kenikmatan yang abadi. Para sahabat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dahulu jika mempelajari sepuluh ayat dari Al-Qur'an, mereka
tidak melaluinya tanpa mempelajari makna dan cara pengamalannya.
Dan perlu Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur'an yang berguna
bagi pembacanya, yaitu membaca disertai merenungkan dan memahami maknanya,
perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat yang
memerintahkan sesuatu maka ia pun mematuhi dan menjalankannya, atau menjumpai
ayat yang melarang sesuatu maka iapun meninggalkan dan menjauhinya. Jika ia
menjumpai ayat rahmat, ia memohon dan mengharap kepada Allah rahmat-Nya; atau
menjumpai ayat adzab, ia berlindung kepada
Allah dan takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu menjadi hujjah
bagi orang yang merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang tidak mengamalkan
dan memanfaatkannya maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah terhadap dirinya
(mencelakainya).
Firman Allah Ta 'ala :
"lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang
yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran." (Shad: 29).
Bulan Ramadhan memiliki kekhususan dengan Al-Qura'nul Karim,
sebagaimana firman Allah: "Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan permulaan
Al-Qur'an ... "(Al-Baqarah: 185).
Dan dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bertemu dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap malam untuk
membacakan kepadanya Al-Qur'anul Karim.
Hal itu menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur'an pada
bulan Ramadhan dan berkumpul untuk itu, juga membacakan Al-Qur'an kepada orang
yang lebih hafal. Dan juga menunjukkan dianjurkannya memperbanyak bacaan
Al-Qur'an pada bulan Ramadhan.
Tentang keutamaan berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari
Al-Qur'anul Karim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya
membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah
ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat
dan disebut-sebut oleh Allah kepada para malaikat di hadapan-Nya. " (HR.
Muslim).
Ada dua cara untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim:
1. Membaca ayat yang dibaca sahabat Anda.
2. Membaca ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik.
Dalam hadits Ibnu Abbas di atas disebutkan pula mudarasah
antara Nabi dan Jibril terjadi pada malam hari. Ini menunjukkan dianjurkannya
banyak-banyak membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan pada malam hari, karena malam
merupakan waktu berhentinya segala kesibukan, kembali terkumpulnya semangat dan
bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan. Seperti dinyatakan dalam firman
Allah :
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk
khusyu '), dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. "(Al-Muzzammil: 6).
Disunatkan membaca Al-Qur'an dalam kondisi sesempurna mungkin,
yakni dengan bersuci, menghadap kiblat, mencari waktu-waktu yang paling utama
seperti malam, setelah maghrib dan setelah fajar.
Boleh membaca sambil berdiri, duduk, tidur, berjalan dan
menaiki kendaraan. Berdasarkan firman Allah :
"(Yaitu) orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri,
atau duduk, atau dalam keadaan berbaring... "(A1'Imran: 191).
Sedangkan Al-Qur'anul Karim merupakan dzikir yang paling agung.
Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap minggu, dengan setiap
hari' membaca sepertujuh dari Al-Qur'an dengan melihat mushaf, karena melihat
mushaf merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya kurang dari seminggu pada
waktu-waktu yang mulia dan di tempat-tempat yang mulia, seperti: Ramadhan, Dua
Tanah Suci dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena memanfaatkan waktu dan tempat.
Jika membaca Al-Qur'an khatam dalam setiap tiga hari pun baik, berdasarkan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abdullah bin Amr :
"Bacalah Al-Qur'an itu dalam setiap tiga hari "( Lihat kitab
Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu Muqaddimatit
Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh menunda khatam Al-Qur'an lebih dari empat puluh
hari, bila hal tersebut dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad berkata :
"Betapa berat beban Al-Qur'an itu bagi orang yang menghafalnya kemudian
melupakannya."
Dilarang bagi yang berhadats kecil maupun besar menyentuh
mushaf, dasarnya firman Allah Ta 'ala :
"Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.
"(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wassallam :
"Tidak dibenarkan menyentuh Al-Qur'an ini kecuali orang yang
suci. " (HR. Malik dalam Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini
diperkuat hadits Hakim bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan menyentuh Al-qur'an
kecuali jika kamu suci." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya
shahih).
Asy-Syathibi dalam kitab Al-Muwaafaqaat mengatakan : "Sudah
menjadi kesepakatan bahwa kitab yang mulia ini adalah syari'at yang sempurna,
sendi agama, sumber hikmah, bukti kerasulan, cahaya penglihatan dan hujjah.
Tiada jalan menuju Allah selainnya, tiada keselamatan kecuali dengannya dan
tidak ada yang dapat dijadikan pegangan sesuatu yang menyelisihinya. Kalau
demikian halnya, mau tidak mau bagi siapa yang hendak mengetahui keuniversalan
syariat, berkeinginan mengenal tujuan-tujuannya serta mengikuti jejak para
ahlinya harus menjadikannya sebagai kawan bercakap dan teman duduknya sepanjang
siang dan malam dalam teori dan praktek; maka dekat waktunya ia mencapai tujuan
dan menggapai cita-cita serta mendapati dirinya termasuk orang-orang pendahulu,
dan dalam rombongan pertama jika ia mampu. Dan tidaklah mampu atas hal itu
kecuali orang yang senantiasa menggunakan apa yang dapat membantunya, yaitu
sunnah yang menjelaskan kitab ini. Selainnya, adalah ucapan para imam terkemuka
dan salaf pendahulu yang dapat membimbingnya dalam tujuan yang mulia ini." (
Lihat AI Muwafaqaat, oleh Asy-Syathibi, 31224.)
Pembaca dan pendengar Al-Qur'an yang hatinya disibukkan dengan
lagu dan sejenisnya -yang dapat mengakibatkan perubahan firman Allah, padahal
kita diperintahkan untuk memperhatikannya sebenamya menghalangi hatinya dari apa
yang dikehendaki Allah dalam kitab-Nya, memutuskannya dari pemahaman firman-Nya.
Mahasuci firman Allah dari hal itu semua. Imam Ahmad melarang talhin dalam
membaca Al-Qur'an, yaitu yang menyerupai lagu, beliau berkata : "Itu bid'ah.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Fadhaa 'ilul Qur'an mengatakan:
"Sasaran yang diminta menurut syara' tiada lain yaitu memperindah suara yang
dapat mendorong untuk merenungkan dan memahami Al-Qur'an yang mulia dengan
khusyu', tunduk, dan patuh penuh ketaatan. Adapun suara-suara dengan lagu yang
diada-adakan yang terdiri atas nada dan irama yang melalaikan, serta aturan
musikal, maka Al-Qur'an adalah suci; dari hal ini dan tak layak jika dalam
membacanya diperlakukan demikian." (Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu
Katsir, him. 125-126.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Irama-irama yang
dilarang para ulama untuk membaca Al-Qur'an yaitu yang dapat memendekkan huruf
yang panjang, memanjangkan yang pendek, menghidupkan huruf yang mati dan
mematikan yang hidup. Mereka lakukan hal itu supaya sesuai dengan irama
lagu-lagu yang merdu. Jika hal itu dapat mengubah aturan Al-Qur'an dan
menjadikan harakat sebagai huruf, maka haram hukumnya. (Lihat Haasyiatu
Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, him. 107.)
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu
Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling
dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui
Jibril untuk membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau setiap malam
pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada
angin yang berhembus.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali
memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu 'anha
:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan
Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah
pun bersifat Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat
ganda pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang
paling dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat sempurna dalam segala
sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan berlipat ganda
dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat ganda
pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat diambil dari berlipatgandanya
kedermawanan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan :
Bahwa kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal
kebaikan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk
senantiasa taat, agar memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana siapa
yang membekali orang yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang
berperang, dan siapa yang menanggung dengan balk keluarga orang yang berperang
maka ia memperoleh pula seperti pahala orang yang berperang. Dinyatakan dalam
hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau
bersabda:
"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa maka
baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari
pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya
dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul
Qadar Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat
kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha
Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis
dengan amal perbuatan.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab
masuk Surga. Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya
dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka
berdirilah kepada beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah
ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk siapa saja yang
berkata baik, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang
dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini
gharib)
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul
bagi orang mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan
baik. Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor
dan perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan
pelakunya kepada Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat
menghapuskan dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika
ditambah lagi shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka,
sebagaimana perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i dan
Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah
dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.)
Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang)
dari api Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sedekah dan shalat seseorang di tengah malam dapat
menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi
dan katrrnya. "Hadits hasan shnhih. "
Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan
puasa dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang
mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak
terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah
kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir
Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia
dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka
kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah,
memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Untuk itu disyari'atkan baginya
memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena
makanan ketika itu sangat disukainya, maka hendaknya ia membantu orang lain
dengan makanan tersebut, agar ia termasuk orang yang memberi makanan yang
disukai dan karenanya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat
makanan dan minuman yang dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak
mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui
nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu
Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua).
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita
Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya.
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kama agar kamu bertaqwa. (Yaitu)
dalam beberapa hari yang teutentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya bevpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak beupuasa) membayar
fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan
hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman dari
umat ini, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan, minum
dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di dalamnya
terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari
pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal
yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari
sanalah mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan
kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka
kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut dengan
menjelaskan manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar orang
yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah, Yakni dengan
meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata untuk mentaati
perintah Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Agar orang beriman termasuk
mereka yang bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua perintah-Nya serta menjauhi
larangan-larangan dan segala yang diharamkan-Nya. (Tafsir Ayaatul Ahkaam, oleh
Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas
mereka, maka Dia memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu
atau dalam jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya yaitu
puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya.
Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti disebutkan dalam
firman-Nya:
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan kepada
mereka berdua untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan kemaslahatan
puasa, maka Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya pada hari-hari
lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan perjalanan, dan
sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi
Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman Allah Ta 'ala :
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang sakit
atau dalam keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia dibolehkan
berbuka dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang ditinggalkannya, pada
hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi berat
(tidak kuat) menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa atau
memberi makan orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat
memberi makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya.
Jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap harinya, tentu akan
lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama daripada memberi
makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum berkata: "Karena itulah
Allah berfirman :
"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. "
(Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)
Firman Allah Ta 'ala :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah:
185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan
puasa bagi mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an –yang
dengannya Allah memuliakan umat Muhammad-diturunkan untuk pertama kalinya. Allah
menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta peraturan yang mereka pegang
teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah
jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda
antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara
yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu
adalah bulan diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak
menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena itu Dia
membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan
(Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan mereka
menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu bulan. Selain itu, Dia juga
memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir ketika selesai melaksanakan ibadah
puasa, yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan. Karena itu Allah berfirman :
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kama
bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang diperintahkan
Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan
meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan (hukum)-Nya,
maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya. ')" (Tafsir
Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah berfirman :
"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka
(jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdo 'a apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya : "Wahai
Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga
kita berteriak (memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di atas. ' (Tafsir Ibnu
Katsir; I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia mengabulkan
do'a orang-orang yang memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang yang
meminta. Tidak ada tirai pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang
hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam
berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan pada-Nya semata.
(Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi
memperbanyak do'a berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada
kesungguhan dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan setiap
kali berbuka.
Anjuran dan Keutamaan Do'a:
Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a,
menerangkan fadhilah (keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya. Di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah memerintahkan berdo'a
dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. "
(Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan diri dan
secara rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya, orang-orang yang
melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk melampaui batas dalam berdo'a
adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai untuk dirinya atau
dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata: "Orang-orang
meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu
tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang
kama berdo'a pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang memperkenankan
(do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang
menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang yang
kesulitan, yang diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan apa
yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang
mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan
(malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi,
At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia berkata,
sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia
dengan suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan
daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau
pemutusan kerabat. " Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu,
kita memperbanyak (do'a). "
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah
memberikan kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian minta" (HR.
At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus
Shaalihiin, hlm. 612 dan 622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahrvasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan cavilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan
makan minumlah hinngga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.
Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa."
(Al-Baqarah:187)
Sebab turunnya ayat :
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib,
bahwasanya ia berkata :
"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika
seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia
tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang harinya hingga sore.
Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang
harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi
isterinya seraya berkata padanya: "Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia
menjawab: "Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang
harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya.
Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai
tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi
shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isterimu. "
Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah
ayat berikut :
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin
Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
Allah Ta'ala berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya
sekaligus untuk membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan
isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula
ketika malam hari makan dan minum :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa melakukam
"rafats" dengan isteri- isterimu."
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan
terjadinya. Dahulu, mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari),
tetapi kemudian Allah membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan kebutuhan
biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk
menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan.
Maka ia adalah penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun
sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya para isteri itu merupakan
ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan bagi mereka."
Dan Allah membolehkan menggauli para isteri hingga terbit
fajar. Lalu Dia mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam
hari bulan puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan segala
urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah menutup
ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar mereka tidak melanggar
perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta berbagai
maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia
jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang
teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang bertaqwa.
(Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)
- Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
- Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
- Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir. Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka, pada hari-hari lain.
Firman Allah Ta 'ala :
"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi
orang yang berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau
kurang, juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti hari-hari yang panjang dan
panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa
Ramadhan, karena Allah Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, " tanpa
mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa secara
berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih
memudahkan manusia.
- Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi makan satu orang miskin.
Firman Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik bagimu"
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh berbuka
adalah lebih utama, selama tidak memberatkan dirinya.
- Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi segenap hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
- Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
- Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
- Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan takbir)
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "
- Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya, sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim, dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
- Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin akan mengabulkannya.
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa
dikabulkannya do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan
tunduk mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
- Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga terbenamnya matahari.
- Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ diselenggarakan shalat lima waktu.
Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya.
Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
- Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan Allah maka kamujangan mendekatinya."
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa setelah
mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
- Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam masih berlangsung.
- Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan mengakhirkan waktunya.
- Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
- Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa berlaku sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil, oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di, hlm. 56-58.)
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan,
sosial dan kesehatan, di antaranya:
- Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. "
(Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para saudaraku
kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka bisa
meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya
terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis
keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim. Barangsiapa
meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang
lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang
halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada
Allah untuk kami dan untuk mereka.
- Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan
kerusakan.
- Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.
- Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
- Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
- Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
- Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia
meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya
sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab
shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang
meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa
meninggalkannya maka dia telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para penulis kitab Sunan
dari hadits Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan
shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan
shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah
berfirman :
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami
jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan
tidak karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya
sebagai debu yang beterbangan.
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah atau
mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan
dikenai ancaman yang keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu.
Kalau Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengizinkan shalat di rumah kepada
orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana
pula halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki
udzur.?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah
merupakan pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati perintah
Tuhannya.Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama
(shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang
tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan Penting:
Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala
Allah, tidak karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang),
ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal.
Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa
Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di
sisi Allah dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat
malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah,
tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan
shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada
malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. " (Muttafaq 'Alaih).
Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa
terluka, mimisan (keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin
di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang
sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha'
atasnya, Ctetapi) barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya.
" (HR.Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29
berkata : "Hadits ini shahih.")
Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan
junub (hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula
halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib
berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar,
tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia
wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh
berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh
mengakhirkan mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh
sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa
mendapatkan shalat jamaah.
Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah:
pemeriksaan darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari
salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan
makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari
adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak
membuatmu ragu. " (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan
shahih)
Dan beliau juga bersabda :
"Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka
sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." ( Muttafaq
'Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh
dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab
Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari.
Perbuatan itu sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan
puasa.
Saudaraku kaum muslimin, agar sempurna puasamu, sesuai dengan
tujuannya, ikutilah langkah-langkah berikut ini :
- Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu
terdapat berkah. " HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari
dengan makan sahur, dan untuk shalat malam dengan tidur siang " (HR. Ibnu
Khuzaimah dalam Shahihnya)
Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya,
sehingga mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati, untuk itu
hendaknya Anda telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit sebelum terbit
fajar, agar Anda tidak ragu-ragu.
Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan
berbuka dan mengakhirkan sahur . " (HR. Al-Bukhari, I\luslim dan At-Tirmidz)
- Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
- Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan didalamnya, yakni membaca Al-Qur'anul Karim. Sesungguhnya Jibril 'alaihis salam pada setiap malam di bulan Ramadhan selalu menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya. (HR. AL-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu).Dan pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi kita.
- Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tidak meninggalkan pevkataan dan perbuatan dusta
maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari)
Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya
cepat marah dan emosi hanya karena sebab sepele, dengan dalih bahwa engkau
sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional.
Dan jika Anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, jangan Anda hadapi
dia dengan perbuatan serupa. Nasihati dan tolaklah dengan cara yang lebih baik.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kama
beupuasa, hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang
menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku sedang puasa"
(HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu dimaksudkanagar ia menahan diri dan tidak melayani
orang yang mengumpatnya Di samping, juga mengingatkan agar ia menolak melakukan
penghinaan dan caci-maki.
- Hendaknya Anda selesai dari puasa dengan membawa taqwa kepada Allah, takut dan bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya.
Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi Anda sepanjang tahun.
Dan buah paling utama dari puasa adalah taqwa, sebab Allah berfirman : "Agar
kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183)
Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan
meskipun halal bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu
dari keinginan. Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata :
"Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu,
penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti
tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kama beupuasa
jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa."
Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri
dari yang haram pada selain bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama.
Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka
dengan yang haram.
Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya
kamu lebih baik dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibanding
pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang
yang paring dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika bulan Ramadhan.
Ucapkanlah bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a :"Ya
Allah, karena-Mu aku berpuasa, dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah
daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(44) (Lihat
Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390 H.hlm.38-40.)
Tujuan ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu dari berbagai
syahwat, sehingga ia siap mencari sesuatu yang menjadi puncak kebahagiaannya;
menerima sesuatu yang menyucikannya, yang di dalamnya terdapat kehidupannya yang
abadi, mematahkan permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga serta
mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang menderita kelaparan di antara
orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada diri hamba dengan menyempitkan
jalan aliran makanan dan minuman; puasa adalah untuk Tuhan semesta alam, tidak
seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti meninggalkan segala yang dicintai
karena kecintaannya kepada Allah Ta 'ala; ia merupakan rahasia antara hamba
dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa diketahui bahwa ia meninggalkan
hai-hal yang membatalkan puasa secara nyata, tetapi keberadaan dia meninggalkan
hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka tak seorangpun manusiayang
mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.
Petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'ala ihi wasallam adalah
petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud, serta
paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
pada bulan Ramadhan adalah :
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis
salam senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan;
beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat,
dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan
Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan berbuka dan
menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta
menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka
dengan air.
Nabi'shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang yang berpuasa
dari ucapan keji dan caci-maki. Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia
mengatakan kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang puasa."
Jika beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang
beliau meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para
sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan. Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub
sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar dan
tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah
membebaskan dari qadha' puasa bagi orang yang makan atau minum karena lupa, dan
bahwasanya Allahlah yang memberinya makan dan minum.
Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam
keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa. Beliau juga
melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam keadaan
puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara
berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338 )
Puasa yang disyari'atkan adalah puasanya anggota badan dari
dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan mimum. Sebagaimana makan dan minum
membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa, ia
memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga memposisikannya pada
kedudukan orang yang tidak berpuasa.
Karena itu, orang yang benar-benar berpuasa adalah orang yang
puasa segenap anggota badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari
dusta, kekejian dan mengada-ada; perutnya berpuasa dari makan dan minum;
kemaluannya berpuasa dari bersenggama.
Bila berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu yang menodai
puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu yang merusak
puasanya. Ucapan yang keluar darinya selalu bermanfaat dan baik, demikian pula
dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kesturi, yang tercium oleh
orang yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut. Itulah metafor (perumpamaan)
bergaul dengan orang yang berpuasa, ia akan mengambil manfaat dari bergaul
dengannya, aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan :
"Dan sesungguhnya ban (mulut) orang puasa itu lebih harum di
sisi AIlah daripada aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan ia berkata,
hadits hasan shahih gharib).
Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar nahan diri dari
makan dan minum. Dalam sebuah menahan diri dari makan dan minum".
Dalam hadits shahih disebutkan :
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta
serta kedunguan maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum
.(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya)
Dalam hadits lain dikatakan :
Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar
dan dahaga. " (HR. Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia menshahihkan hadits ini.)
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab turunnya
ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah :
- Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena
iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Melakukan shalat dan ibadah lain di malam Lailatul Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah
malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada
malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar kavena
iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu .
(Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar
kepada orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa~osanya,
dan pembebasan dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia
menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
- Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku,
niscaya Aku mengabulkannya untukmu . "(Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah hadits
disebutkan:
"Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya. Di antaranya
disebutkan,"orang yang berpuasa hingga ia berbuka" (HR. Ahmad, At-Tirmidzi,
An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih
mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya hadits shahih hasan.)
Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a
dan istighfar di setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang
berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tuhan kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap
malam ke langit dunia, (yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam yang
akhir seraya berfirman "Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan
untuknya, barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan barangsiapa
memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. " (HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan
ampun) para malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian
seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak,
maka orang yang tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki
seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak diampuni
pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak pada saat
Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik pada bulan Ramadhan
?
Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam senantiasa
berdo'a :
"Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir
maka serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami
kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami di dalamnya
kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain lindungilah kami
didalamnya dari berbagal fitnah '
Mereka berdo'.kepada Allah selama enam bulan agar bisa
mendapatkan Ramadhan, dan selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a agar
puasanya diterima. Di antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan
Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat
Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, bahwasanya puasa tidak
sempurna kecuali dengan merealisasikan enam perkara:
- Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
- Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan
dusta.
- Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
- Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
- Hendaknya tidak memperbanyak makan.
- Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat Islam termasuk orang
yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul
Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari Tuhan; wahai Dzat Yang Hidup Kekal
lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan
dan Kemuliaan. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada
Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia
berkata :
"Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari
menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya . "
Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan
bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.
Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah
radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh
dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada
bulan lainnya. "
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengkhususkan sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada
bulan-bulan yang lain, di antaranya:
- Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam shalat malam hingga pagi. "
Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin
Ali :
"Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai
orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian
malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya,
serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat
Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna,
mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang
Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang tidak serupa dengan
hadiah-hadiah para penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan
keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada
malam-malam yang lain tidak.
Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan:
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melakukan
shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh
lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak
(shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja.
"
Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam
membangunkan mereka pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di
dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
membangunkan keluarganya pada sepuluh akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak
kecil maupun orang tua yang mampu melakukan shalat. "
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetuk
(pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya
berkata:
Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat ?" (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada malam
hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah seorang
suami-isteri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan
air di wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan
sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih,
bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang
dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia
membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka: "Shalat!
shalat!" Kemudian membaca ayat ini :
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. " (Thaha: 132).
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan
kainnya. Maksudnya beliau menjauhkan diri dari menggauli isteri-isterinya.
Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat tidurnya sehingga bulan
Ramadhan berlalu.
Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi
isteri-isterinya (tidak menggauli mereka).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada malam
sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan
mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. Dan
"mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah.
- Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur.
Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas uadhiallahu 'anhuma,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada malam-malam sepuluh
(akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu
sahur.Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian menyambung (puasa). Jika salah seorang dari
kamu ingin menyambung (puasanya) maka hendaknya ia menyambung hingga waktu sahur
(saja). " Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai Rasulullah ?
"Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya pada
malam hari ada yang memberiku makan dan minum. "(HR. Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau dalam
puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh sebab munajat dan dzikirnya
yang lahir dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah sehingga hatinya
dipenuhi Al-Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan Al-Minnatur
Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya dan tak lagi
memerlukan makan dan minum.
- Mandi antara Maghrib dan Isya'.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan
(seperti biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir
beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli)
isteri-isterinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi pada
setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang
mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun
Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan di
dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan
berhias dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya
hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.
Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi
dengan berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah), taubat dan
mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama sekali tidak
berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat
kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap kepada Allah,
hendaknya ia berhias secara lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya dengan
taqwa. Allah Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26).
- I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa
beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan
beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf pada
sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan
berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi
bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk menyambung
penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri yang disyari'atkan kepada umat
ini yaitu dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada bulan Ramadhan,
dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana
yang telah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat kepada
Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala
hal yang menyibukkan diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada
Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak
memiliki keinginanlain kecuali Allah dan ridha-Nya. Sembga Alllah memberikan
taufik dan inayah-Nya kepada kita. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu
Rajab, him. 196-203)
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar, bahkan
sama dengan pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda,
haji bersamaku. "
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan
berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi
orang yang wajib melakukannya.
Demikian pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan di
Masjid Nabawi Madinah pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana disebutkan dalam
hadits shahih :
"Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di
masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram. "
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia lebih utama. "
(HR, Al- Bukhari, Muslim dan lainnya)
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat
Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?
Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala
uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. "(Al-Qadr: 1-5),
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada malam
Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman
Allah Ta 'ala :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an.
"(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara
sekaligus dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul
Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya
dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan
ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah :
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. "
(Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar
yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul Karim:
"Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat Tafsir
Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar
dengan firman-Nya:
"Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan. "
Maksudnya, beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat,
membaca, dzikir dan do'a sama dengan beribadah selama seribu bulan, pada
bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Dan seribu bulan sama
dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga
berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu,
termasuk Jibril 'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara,
kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka
turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam
tersebut dengan firman-Nya :
"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar"
(Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan
seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di
malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril- mengucapkan salam kepada
orang-orang beriman.
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda
:
"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar
karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh
satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh
sembilan.
Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam
tersebut dengan tahajud, shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a,
istighfar dan taubat kepada Allah Ta 'ala.
Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya:
"Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul
Qadar, apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah :
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai
Pengampunan maka ampunilah aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan
shahih).
Pelajaran dari surat Al-Qadr :
Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya, dan
bahwa ia diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai
seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti malam
yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.
Jika Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan malam yang agung
ini, dan ia terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan maka seyogyanya
Anda bersemangat dan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari malam-malam
tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan istighfar. Mudah-mudahan
dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Anda berbahagia dengan
kebahagiaan yang kekal yang tiada penderitaan lagi setelahnya Di malam-malam
tersebut, hendaknya Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi kebaikan dunia-akhirat,
di antaranya :
"Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan penjaga
urusanku, dan perbaikilah untukku duniaku yang di dalamnya adalah kehidupanku,
dan perbaikilah untukku akhiratku yang kepadanya aku kembali, dan jadikanlah
kehidupan (ini) menambah untukku dalam setiap kebaikan, dan kematian
menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya Allah bebaskanlah aku dari (siksa) api
Neraka, dan lapangkanlah untukku ritki yang halal, dan palingkanlah daripadaku
kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang Hidup dan terus menerus mengurus
(makhluk-Nya)"
"Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa Neraka. Wahai Dzat Yang Hidup
lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan
dan Kemulyaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang menyebabkan
(turunnya) rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, keteguhan dalam kebenaran dan
mendapatkan segala kebaiikan, selamat dari segala dosa, kemenangan dengan
(mendapat) Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan terus
menerus mengurusi makhluk-Nya, Wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan.
"
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan,
kesudahan (hidup) dengannya serta segala yang menghimpunnya, secara lahir-batin,
di awal maupun di akhirnya, secara terang- terangan maupun rahasia. YaAllah,
kasihilah keterasinganku di dunia dan kasihilah kengerianku di dalam kubur serta
kasihilah berdiriku di hadapanmu kelak di akhirat. Wahai Dzat Yang Mahahidup,
yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk,
ketakwaan, 'afaaf (pemeliharaan dari segala yang tidak baik) serta kecukupan. "
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai
pengampunan maka ampunilah aku. "
"Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah Engkau
pikulkan (bebanku) kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata, dan
perbaikilah keadaanku seluruhnya, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Engkau. "
"Ya Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua urusan
kami, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat. "
"Ya Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami, sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang
memiliki keagungan dan kemuliaan."
"Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad,
segenap keluarga dan para sahabatnya. "
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya
sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. "(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan
memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.
"(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengevjakan kejahatan kemudian bertaubat
sesudah itu dan beriman, sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai
dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-A'raaf: 153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Al-lah dan memohon
ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (A1-Maa'idah:
74).
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat
dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah
dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kama ke dalam Surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. (At-Tahriim:8).
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat,
beriman, beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. (Thaaha: 82).
'Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji
atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang
mereka mengetahui. Mereka itu Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan
Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya,
dan itulah sebaik-baik pahala orang-orangyang beramal. "(Ali Imraan: 135-136).
Firman Allah Ta 'ala:'Mereka ingatAllah, maksudnya mereka ingat
keagungan Allah, ingat akan perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya,
pahala dan siksa-Nya sehingga mereka segera memohon ampun kepada Allah dan
mereka mengetahui bahwasanya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain
daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala:"Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
keji itu." Yakni mereka tidak tetap melakukannya padahal mereka mengetahui hal
itu dilarang dan bahwa ampunan Allah bagi orang yang bertaubat daripadanya.
Dalam hadits disebutkan :
"Tidaklah (dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang
memohon ampun, meskipun dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu
Ya'la Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya, Ibnu
Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).
B. Hadits-hadits tentang taubat :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan
memohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak
100 kali " (HR. Muslim).
Demikianlah keadaan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, padahal
beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik yang lain maupun yang akan datang.
Tetapi Rasul shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba yang pandai bersyukur,
pendidik yang bijaksana, pengasih dan penyayang. Semoga shalawat dan salam yang
sempurna dilimpahkan Allah kepada beliau.
Abu Musa radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam :
"Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari
agar beutaubat orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan
Tangan-Nya pada siang hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam
hari, sehingga matahari terbit dari Barat (Kiamat). "(HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat,
niscaya Allah menerima taubatnya. " (HR.Muslim)
Sebab jika matahari telah terbit dari Barat maka pintu taubat
serta merta ditutup.
Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika dia
hendak meninggal dunia. Allah berfirman :
"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengeriakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajar kepada seseorang di
antara mereka, (barulah) ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku bertaubat sekarang .'
(An- Nisaa': 18)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama
(nyawanya) belum sampai di kerongkongan. " (HR· At-Tirmidzi, dan ia
menghasan-kannya).
Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah dari
segala dosa dan maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal mendadak
menjemputnya sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru menyesal,
meratapi atas kelengahannya. Dan sungguh, tak seorang pun meninggal kecuali ia
menyesal. Jika dia orang baik, maka ia menyesal mengapa dia tidak memperbanyak
kebaikannya, dan jika ia orang jahat maka ia menyesal mengapa ia tidak
bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada Allah.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan
untuk setiap kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan
keluar, dan akan diberi-Nya rezki dari arah yang tiada disangka-sangka. " (HR.
Abu Daud) (Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178 )
Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara beristighfar? Beliau
menjawab: "Hendaknya mengatakan : "Astaghfirullah, astaghfirullah. " Artinya,
aku memohon ampunan kepada Allah.
Anas radhiallahu 'anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah berfirman :
"Allah Ta'ala berfirman:"Wahai
anak Adam, sesungguhnya jika engkau memohon dan mengharap kepadaKu, niscaya Aku
ampuni dosa-dosamu yang lalu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya
dosa-dosamu sampai ke awan langit, kemudian engkau memohon ampun kepadaku,
niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya
jika engkau datang kepadaku dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemuiKu
dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku datangkan
untukmu ampunan sepenuh bumi (pula). " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini
hasan),
Dalam hadits di atas disebutkan tiga sebab mendapatkan ampunan
:
- Berdo'a dengan penuh harap.
- Beristighfar, yaitumemohon ampu"an kepadaAllah.
- Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai bentuk syirik, bid'ah dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya rahmat Allah, ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.
SYARAT-SYARAT TAUBAT
Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu
terjadi antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada
tiga syarat taubat :
- Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
- Menyesali perbuatannya.
- Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya
tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka
taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang
keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan.
- Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.
- Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya.
- Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa. Jika ia
bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah, dan
dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil dari
Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan wajibnya melakukan taubat.
Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di muka. Allah menyeru kita untuk
bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat
kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni
dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Amin.
Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan
(dosanya) yang Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar,
karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena
iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun
yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui
batas-batasnya (ketentuan -ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus
dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus
dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang
haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku
pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya Nabi
shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan
Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara
waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi :
- Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
- Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat nashuha (taubat yang semurni-murninya).
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini
yakni puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul
Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau, dengan syarat
meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu di
dunia atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri, minum arak,
melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali keluarga dan
memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang
menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang
kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu
(dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga).
"(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya
secara sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam
pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas untuknya. Jika Neraka Wail diperuntukkan
bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, bagaimana halnya dengan mengurangi
takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat bersungguh-sungguh
dalam mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan
diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah
orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan hatinya
selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada
bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang
yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah) selama 6
(enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdo'a lagi
selama 6 (enam) bulan berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan Ramadhan
oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut, maka
sangatlah merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang
mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka
ia masuk Neraka serta dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata
lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan,
melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar, bersedekah,
membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan berdo'a serta mohon ampunan dalam bulan
mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang
menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun melanggar sesuatu
yang diharamkan. Apabila seorang muslim melakukan berbagai faktor yang
membuatnya mendapat ampunan dan tiada sesuatu pun yang menjadi penghalang
baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah Ta 'ala berfirman
:
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang
bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. "
(Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya
ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang dilakukan
semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan senantiasa dalam
keadaan demikian hingga mati. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini
(ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan
seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu
tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di
kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur
atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan
dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya, pertolongan-Nya
terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa tersebut, ampunan atas segala dosa dan
pembebasan dari api Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka untuk memperbanyak
dzikir, takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu , bertaqwa kepada-Nya
dengan sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu
bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa –demikian halnya kita semua, janganlah kamu
berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu. Alangkah
banyak orang sepertimu yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka
baiklah terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala dosamu, karena
sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan seseorang pun melainkan karena ia
membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagri Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan
ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan; seperti
shalat, haji dan shalat malam. Demikian pula dengan majlis-majlis, sebaiknya
ditutup dengannya. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir maka
istighfar adalah pengukuh baginya, namun jika majlis tersebut tempat permainan
maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa. (Lihat kitab
Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)
Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat,
mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka
kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah
seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak mengenal Allah kecuali di bulan
Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan itu adalah Satu,
berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan Allah Maha
Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan saja. Maka sebaiknya
mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan berbagai bentuk
kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa
mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni segala dosanya. Allah
Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman :
" Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim:8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya, namun
hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad untuk kembali melakukannya
selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar melaksanakan niatnya tersebut, maka
puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, Dzat
yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup dan Berdiri Sendiri.
Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah taubatku karena sesungguhnya hanya
Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah aku telah
berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada yang dapat
mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu
dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap
keluarga dan para sahabat beliau.
1. Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat
berbagai variasi pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu
diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui
batas. Justeru seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta
'ala berfirman :
"Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat israf
(berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf
berkomentar: "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya dalam
setengah ayat," lantas membacakan ayat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan penopang
utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian melarang berlebih-lebihan
dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh. Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa
disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan. " (HR. Abu Daud dan Ahmad,
Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi :
'Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam
daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat menopang tulang
punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka
masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya. " (HR.
Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits ini
Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu kedokteran).
(Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak pantas bagi
seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu syahwat
mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda menghendaki
badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu
sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal
yang dapat menyesatkan hawa nafsu. " (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat berlebih-lebihan dalam
makan dan minum adalah banyak tidur dan malas melaksanakan shalat tarawih serta
membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau di siang hari. Barangsiapa yang
banyak makan dan minumnya, maka akan banyak tidurnya sehingga tidak sedikit
kerugian yang menimpanya.
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan yang mulia
dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan waktu lain serta tidak
ada yang menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu terbatas dan detak nafasmu
terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas
waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang kamu lakukan di dalamnya.
Maka janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakannya tanpa amal perbuatan dan
jangan kamu biarkan umurmu pergi percuma, terutama pada bulan dan musim yang
mulia dan agung ini.
2. Jika diperhatikan, banyak manusia yang menghabiskan siang
hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur, sementara malamnya mereka
habiskan untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga mereka tidak merasakan puasa
sedikit pun bahkan tidak sedikit yang meninggalkan shalat berjamaah -semoga
Allah menunjukinya. Hal ini mengandung bahaya dan kerugian yang sangat besar
bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim segala ibadah seperti melaksanakan
shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir, berdo'a dan mohon ampunan.
Ramadhan merupakan bilangan hari, yang berlalu dengan cepat dan
menjadi saksi ketaatan bagi orang-orang yang taat, sekaligus sebagai saksi bagi
para tukang maksiat atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu memanfaatkan waktunya dalam
hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan di malam hari dan tidur di
slang hari, jangan pula menyia-nyiakan sedikit pun waktunya tanpa berbuat amal
shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwasanya ia
berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan sebagai saat untuk
berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan bersaing dalam melakukan amal shalih.
Maka satu kaum mendahului lainnya dan mereka menang, sedangkan yang lain
terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam hari itu merupakan gudang bagi
manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau buruknya. Kelak pada hari
Kiamat akan dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan dan diserahkan kepada)
pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapati simpanan mereka berupa
penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa yang menyia-nyiakan
waktunya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
3. Sebagian orang malah begadang sepanjang malam, yang hal
tersebut hanya membawa dampak negatif, baik berupa obrolan kosong, permainan
yang tidak ada manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka makan sahur di pertengahan malam dan tertidur sehingga
tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl banyak hal-hal yang
dilarang, di antaranya adalah:
- Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat
membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara sesudahnya, kecuali dalam
hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan bercakap-cakap di malam hari kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan shalat atau sedang bepergian. " (HR. Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai hadits hasan). - Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan Ramadhan dengan percuma,
padahal manusia akan merugi sekali dari setiap waktunya yang berlalu tanpa diisi
dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
- Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan disunnahkan yakni di
akhir malam sebelum fajar.
- Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga meninggalkan shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal pahalanya sebanding dengan melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendirikan shalat Isya' dengan berjamaah; maka ia
bagaikan melaksanakan shalat separuh malam; dan barangsiapa shalat shubuh
berjamaah maka ia bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan shalat dan
bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta menghalangi dirinya sendiri dari
keutamaan dan pahala shalat berjamaah yang agung berarti memiliki sifat-sifat
orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka; Dan apabila mereka mendirikan shalat mereka
mendirikannya dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya shalat yang terberat bagi orang-orang munafik
adalah shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui pahalanya, niscaya mereka
mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan- setiap
muslim segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, dan secepatnya bangun
di akhir malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan diri dengan dzikir, do'a,
istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia habiskan malam harinya dengan
membaca dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang memohon
ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di akhir-akhir
malam mereka memohon ampunan kepada Allah). " (Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam sewaktu malam
tinggal sepertiga bagian akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa berdo'a akan Aku
kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan. Barangsiapa minta
ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga terbit fajar. " (HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang selalu berharap
rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNya- memanfaatkan kesempatan penting
ini, dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah untuk dirinya, kedua orang
tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para penguasanya. Memohon ampun
dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan Ramadhan dan di setiap saat
dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput, amal perbuatan terputus dan
penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beuiman supaya
kalian beruntung." (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima taubat dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
A. FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA:
Seorang sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya
lupa sehingga makan dan minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab
:
"Allah telah memberimu makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan
dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan
"Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya,
sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan minum" peristiwa itu terjadi pada
hari pertama di bulan Ramadhan.
Pernah juga beliau ditanya tentang benang putih dan hitam,
jawab beliau :
"Yaitu terangnya siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa
'i).
"Seorang sahabat bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam
keadaan junub, lain saya berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau :
"Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub, lantas
aku berpuasa. "Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah, karena
Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang belakangan. Nabi
shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap agar
aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan sesuatu
yang bisa dijadikan alat bertakwa. "(HR. Muslim).
Beliau pernah ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau
menjawab :
"Terserah Kamu, boleh berpuasa boleh pula berbuka "(HR.
Muslim).
Hamzah bin 'Amr pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, saya mampu
berpuasa dalam perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau menjawab :
"Ia adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barangsiapa
mengambilnya baik baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa maka ia tidak
berdosa. " (HR. Muslim).
Sewaktu ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak
berturut-turut, beliau menjawab :
"Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu),
bagaimana pendapatmu jika salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan
hutang lalu mencicilnya dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan
bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan Pengampun. " (HR. Ad-DaYuquthni,
isnadnya hasan).
Ketika ditanya oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya
telah meninggal sedangkan ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa
untuknya? Beliau menjawab :
"Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang
lantas kamu lunasi, bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' Hadits
Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh Ibnul
Qayyim, 4/266-267)
B. SEBAGIAN FATWA IBNU TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang hukum berkumur dan memasukkan air ke
rongga hidung (istinsyaq), bersiwak, mencicipi makanan, muntah, keluar darah
meminyaki rambut dan memakai celak bagi seseorang yang sedang berpuasa;
Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga
hidung adalah disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal itu, tetapi
beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali
jika kamu sedang berpuasa. " (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu
Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang istinsyaq bagi
orang yang berpuasa, tetapi hanya melarang berlebih-lebihan dalam pelaksanaannya
saja.
Sedangkan bersiwak adalah boleh, tetapi setelah zawal (matahari
condong ke barat) kadar makruhnya diperselisihkan, ada dua pendapat dalam
masalah ini dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun belum ada dalil
syar'i yang menunjukkan makruhnya, yang dapat menggugurkan keumuman dalil
bolehnya bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya makruh jika tanpa keperluan yang
memaksa, tapi tidak membatalkan puasa. Adapun jika memang sangat perlu, maka hal
itu bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum muntah-muntah, jika memang disengaja dan
dibikin-bikin maka batal puasanya, tetapi jika datang dengan sendirinya tidak
membatalkan. Sedangkan memakai minyak rambut jelas tidak membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar darah yang tak dapat dihindari seperti
darah istihadhah, luka-luka, mimisan (keluar darah dari hidung) dan lain
sebagainya adalah tidak membatalkan puasa, tetapi keluarnya darah haid dan nifas
membatalkan puasa sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Adapun mengenakan celak (sipat mata) yang tembus sampai ke
otak, maka Imam Ahmad dan Malik berpendapat: Hal itu membatalkan puasa, tetapi
Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal itu tidak membatalkan. (Lihat
Majmu' Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah, 25/266-267. Wallahu A 'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan dalam "Al-Ikhtiyaaraat": "Puasa
seseorang tidak batal sebab mengenakan celak, injeksi (suntik), zat cair yang
diteteskan di saluran air kencing, mengobati luka-luka yang tembus sampai ke
otak dan luka tikaman yang tembus ke dalam rongga tubuh. Ini adalah pendapat
sebagian ulama. (Lihat Al Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm. 108) Wallahu A 'lam ':
C. SEBAGIAN FATWA SYAIKH ABDURRAHIMAN NASIR ASSA'DI
Beliau ditanya tentang orang yang meninggal sebelum melunasi
puasa wajibnya, bagaimana hukumnya?
Jawaban beliau: "Jika ia meninggal sebelum membayar puasa
wajibnya, seperti orang yang meninggal dalam keadaan berhutang puasa Ramadhan,
kemudian diberikan kepadanya kesehatan, namun dia belum sempat menunaikannya,
maka waijb baginya memberi makan kepada satu orang miskin setiap hari sesuai
dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan. Menurut Ibnu Taimiyah, jika puasanya
diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat sumber hukumnya.
Kondisi kedua: Ia meninggal sebelum dapat nenunaikan tanggungan
hutangnya seperti sakit di bulan Ramadhan dan mati di pertengahannya, sedangkan
ia tidak berpuasa karena sakit tersebut atau bahkan sakitnya berlangsung terus
hingga ajalnya tiba. Hal ini tidak menjadikannya wajib membayar kaffarah
meskipun kematiannya setelah rentang waktu yang cukup lama, karena ia tidak
gegabah dan melalaikannya, demikian pula ia tidak meninggalkannya kecuali adanya
udzur syar'i. (Lihat Al Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meninggal dunia sedangkan in punya ranggungan
puasa, maka walinya boleh berpuasa menggantikannya. "(Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini menunjukkan anjuran berpuasa kepada orang yang masih
hidup untuk si mayit, dan bahwasanya jika seseorang meninggal dalam keadaan
memiliki hutang puasa, maka boleh digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi berkomentar: "Para ulama berbeda pendapat tentang
mayit yang memiliki tanggungan puasa wajib; seperti puasa Ramadhan, qadha' dan
nadzar ataupun yang lain. Apakah wajib diqadha untuknya?
Dalam masalah ini Imam Syafi'i memiliki dua pendapat, yang
terpopuler adalah, Tidak wajib diganti puasanya, sebab puasa pengganti untuk si
mayit pada asalnya tidak sah. Adapun pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi walinya
untuk berpuasa sebagai pengganti bagi si mayit, hingga si mayit terbebas dari
tanggungannya dan tidak usah membayar kaffarah (memberi makan orang miskin
sesuai dengan bilangan puasa yang ditinggalkannya). Pendapat inilah yang benar
dan terbaik menurut keyakinan kami. Dan pendapat inipun dibenarkan oleh para
penelaah madzhab kami -yang menghimpun dan menyatukan disiplin ilmu fiqh dan
hadits- berdasarkan hadits-hadits shahih diatas. (Lihat Al Majmu'atul Jalilah,
hlm. 158.) Wallahu A 'lam. "
D. BEBERAPA FATWA ULAMA NEJED (ARAB SAUDI)
Syaikh Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai mulai
kapan seorang anak yang menginjak dewasa diperintah melakukan ibadah puasa?
Beliau menjawab: "Anak yang belum dewasa jika ia mampu berpuasa
maka pantas diperintah melaksanakannya, dan bila meninggalkannya diberi hukuman.
Syaikh Hamd bin Atiq ditanya tentang seorang wanita yang
mendapati darah sebelum terbenam matahari, apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menj awab : "Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
Syaikh Abdulah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai orang yang
makan (berbuka) di bulan Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Orang yang makan di siang hari bulan
Ramadhan atau minum harus diberi pelajaran (dengan hukuman) supaya jera."
Syaikh Abdullah Ababathin ditanya tentang orang yang berpuasa
mendapatkan aroma sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh orang yang
sedang menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok,
jika ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak
membatalkan, sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga sbalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, segenap keluarga dan sababatnya, amin.
Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah
adalah :
1. Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu
'anhu, ia berkata :
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan
zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan,
anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat
fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya)
" (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan
orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari bahan makanan
yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki
sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum
shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh
mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat
fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor,
dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka
zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka
ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih
menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai
nominalnya(*),(*)''' Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan
bahwa zakat fithrah adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan
inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang
dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang
mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi
shallallahu alaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya
dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan
tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat
fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu
'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok manusia) memberikan
jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh memberikan jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir
miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya matahari
pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak memiliki
sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka
dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia mengalaminya seusai
terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari
tanggungan membayar fitrah).
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan
umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
b. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat
Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk
beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang
berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil
Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam
hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan pembersih
bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula
sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah terimalah shalat· kami, zakat dan puasa kami serta
segala bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.
Hari raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan
dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila
mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan
kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan
ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar: "Tiada seorang pun yang
bergembira dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab
orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan
orang yang berakal merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum
Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih
baik, (yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i dengan
sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari
Raya adalah sunnah dan disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya
tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak
diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi
tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan
berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan adalah tidak
dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka
seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan hiburan,
permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya adalah untuk
berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah
gantikan bagi umat ini dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan
permainan dengan dua buah Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya
yang selalu datang setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing datang
sekali dalam setiap tahun.
Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari
Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai pelengkap
(penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama agama islam
setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu setahun
kecuali sekali adalah:
1. 'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini
terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas
Islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka
berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka, sebab puasa
Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas
dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai
dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi mereka hari
Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir
dan bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan sedekah pada hari
Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang yang
berpuasa diberi ganjaran
puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka mendapatkan
ampunan.
2. 'Idul Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung dan utama
daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna ibadah
haji yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan ibadah
hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia, semuanya
dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha
Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya berupa
ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm.
255-258)
Pada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil
tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada 'Idul
Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru
memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin
memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat
pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih
binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al
Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah
terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa
bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id
terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at· Pada rakaat
pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan
berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir
tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud
radhiallahu 'anhu, ia berkata: "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala
serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya
pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah bertakbir
membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar"
di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at
pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu
ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan
surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap
duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi
wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal
sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang (dari
shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap
khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia
terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat
'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun
sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at,
demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik
sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam
semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan
segenap sahabatnya.
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu
menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti
ia berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi
shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh
bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan
(puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits
riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam
hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR.
Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah
shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari
di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah
(tebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam
hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di
antaranya :
1. Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan
pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib,
berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti
perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang
dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu
membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya
puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti
Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang
bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya."
Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan
kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu
kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya
amal yang pertama.
4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat
mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan
akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari
pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk
rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari
pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang
hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah
dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan
perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan
dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali
melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang
yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah
Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan
benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl:
92)
5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah
amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya
pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia
masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang
cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan
fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia
dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa
Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera
kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan
puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia
tidak merasa bosam dan berat apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang
bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan
berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara
benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah
dengan sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa
Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses
pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam
hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan
mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada
batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini
(ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah
serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena
hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap
dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang
mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa,
demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala
kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan
salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan
sahabatnya.
Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan
yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa
tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita
peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir
rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam
mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa
kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
a.Menguatkan Jiwa.
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang
didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi
keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu
serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk
memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan
membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang
bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan,
malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan
hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt sebagai Tuhan
yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan.
Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yang
artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan
hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia
akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini
akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala
do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang
yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi
(HR. Tirmidzi).
b.Mendidik Kemauan.
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang
sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu
terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus
mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu
besar.
Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu setengah dari
kesabaran. Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang
muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang tidak
akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang
sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan
berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat
sulit.
c.Menyehatkan Badan.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan
benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini
tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh
para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu
meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut
memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk
sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut
kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
air dan sepertiga untuk udara.
d.. Mengenal Nilai Kenikmatan.
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang
Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai
mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat dua
tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah seterusnya. Padahal
kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang diperolehnya sebenarnya
sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh sesuatu
tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan
dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh
merasakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada
kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah
terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa,
terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau
seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik kita untuk
menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar kita selanjutnya
menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari
Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil.
Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi
jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman yang artinya: Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS
14:7).
e.Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain.
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita
bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar
dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam,
sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini,
semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada
kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini
masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita
di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang
terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak,
Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu,
sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan
demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang
menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan
menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang
kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta, kikir dan
sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah
untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS
9:103).
SAMBUT DENGAN GEMBIRA.
Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting bagi
kita, maka sudah sepantasnyalah kalau kita harus menyambut kedatangan Ramadhan
tahun ini dengan penuh rasa gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat
kita bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan meskipun sebenarnya
ibadah Ramadhan itu berat.
Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus kita
tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai
momentum untuk mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga dan masyarakat kearah
pengokohan atau pemantapan taqwa kepada Allah Swt, sesuatu yang memang amat kita
perlukan bagi upaya meraih keberkahan dari Allah Swt bagi bangsa kita yang
hingga kini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita tentu harus
prihatin akan kondisi bangsa kita yang sedang mengalami krisis, krisis yang
seharusnya diatasi dengan memantapkan iman dan taqwa, tapi
malah dengan menggunakan cara sendiri-sendiri yang akhirnya
malah memicu pertentangan dan perpecahan yang justeru menjauhkan kita dari
rahmat dan keberkahan dari Allah Swt.
0 Response to "Risalah Seputar Ramadhan"
Posting Komentar