Pavlov
lahir di Rusia pada 1849 dan meninggal pada tahun 1936. Ayahnya adalah pendeta
dan Pavlov juga belajar untuk menjadi pendeta namun berubah pikiran dan
menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mempelajari fisiologi. Pada 1904 dia
memenangkan hadiah Nobel untuk karyanya di bidang fisiologi pencernaan.
Dia memulai study reflex yang dikondisikan pada usia 50 tahun.
Metode
study pencernaan Pavlov menggunakan cara pembedahan pada anjing yang
memungkinkan cairan perut mengalir melalui suatu hiliran(fistula) keluar dari
tubuh , dan cairan ditampung. Pavlov mengukur sekresi perut saat anjing
merespon bubuk makanan dia melihat bahwa hanya melihat makanan saja telah
menyebabkan anjing mengeluarkan air liur. Selain itu, saat mendengar langkah
kaki eksperimenter anjing juga mengeluarkan air liur. Pada awalnya Pavlov
menyebutnya sebagai reflex”psikis”, tetapi sebagai ilmuwan yang objektif
dan sebagai seorang fisiologis Pavlov enggan meneliti hal itu.Akhirnya dia
memutuskan untuk mempelajari isu itu tetapi sebagai problem fisiologis murni
agar tidak ada elemen subyektif yang masuk ke dalam risetnya.
B.
EKSPERIMEN
PAVLOV TERHADAP TEORI BELAJAR
a.
OBSERVASI EMPIRIS
Perkembangan Reflek yang Dikondisikan
Istilah Pengkondisian Pavlovian dan pengkondisian klasik adalah sama.Unsur yang
dibutuhkan untuk melahirkan pengkondisian Pavlovian atau klasik
adalah:(1)Unconditioned Stimulus( stimulus yang tak dikondisikan[US]), yang
menimbulkan respon alamiah atau otomatis dari organisme;(2) Unconditioned
Response(respon yang tidak dikondisikan[UR]) yang merupakan respon alamiah dan
otomatis yang disebabkan oleh US; dan (3)Conditioned Stimulus(stimulus yang
dikondisikan[CS]), yang merupakan stimulus netral karena ia tidak menimbulkan
respon alamiah atau otomatis pada organisme. Ketika unsur-unsur ini bercampur
dengan cara-cara tertentu, akan terjadi Conditional Respon(respon yang
dikondisikan [CR]). Untuk memproduksi CR,CS dan US harus dipasangkan beberapa
kali. Prosedur ini digambarkan sebagai berikut:
Prosedur training:CS→US→UR
Demonstrasi Pengkondisian: CS→CR
UR dan CR selalu merupakan jenis respon yang sama.
Namun, besarnya CR selalu lebih sedikit daripada UR, tetapi hal ini
ternyata tidak benar,setidaknya dalam beberapa kasus.
Pelenyapan Eksperimental
Eksistensi CR bergantung pada US,itu sebabnya US
disebut sebagai penguat (reinforcer). Tanpa US,CS tidak akan mampu mengeluarkan
CR. Demikian pula, jika setelah CR dikembangkan,CS terus dihadirkan tanpa adanya
US, maka CR pelan-pelan akan lenyap. Ketika CS tak lagi menghasilkan CR,
exstinction(pelenyapan)eksperimental dikatakan telah terjadi. Pada intinya
pelenyapan terjadi ketika CS disajikan kepada organisme tanpa diikuti dengan
penguatan. Dalam studi pengkondisian klasik, penguatan adalah US.
Pemulihan Spontan(spontaneous recovery)
Beberapa waktu sesudah pelenyapan,jika CS sekali lagi
dihadirkan kepada hewan, CR akan muncul kembali secara temporer. CR” dipulihkan
secara spontan” meskipun tidak ada lagi pasangan CS dan US.Jika ada penundaan
setelah pelenyapan dan CS disajikan kepada organisme, ia cenderung akan
mengeluarkan CR.
Pengkondisian Tingkat Tinggi
Setelah CS dipasangkan dengan US beberapa kali,ia dapat dipakai seperti US.
Yakni setelah dipasangkan dengan US,CS mengembangkan properti penguatan
sendiri, dan ia dapat dipasangkan dengan CS kedua untuk menghasilkan CR.
Misalnya kedipan cahaya (CS) dengan penyajian makanan(US). Makanan akan
menyebabkan hewan mengeluarkan air liur ,dan setelah CS dan US beberapa kali
dipasangakan, maka penyajian cahaya saja akan menyebabkan hewan mengeluarkan
liur. Keluarnya air liur setelah ada kedipan cahaya adalah respons yang
dikondisikan.
Sekarang cahaya yang menimbulkan air liur itu dapat dipasangkan lagi dengan CS
kedua,misalnya suara dengungan. Arah pendampingan pasangan sama dengan
pengkondisian awal: pertama CS baru(suara berdengung) disajikan,dan kemudian
disajikan cahaya. Makanan tidak lagi dipakai disini. Setelah beberapa kali
dipasangkan, suara saja sudah bisa menyebabkan hewan mengeluarkan liur. Dalam
contoh ini,CS pertama dipakai seperti US yang dipakai untuk menghasilkan respon
yang dikondisikan. Ini dinamakan pengkondisian tingkat kedua. Kita juga
mengatakan bahwa CS pertama mengembangkan properti penguat sekunder karena ia
dipakai untuk mengondisikan respons terhadap stimulus baru. Karenanya ,CS ini
dinamakan secondary reinforcer(penguat sekunder). Penguat sekunder tidak
dapat berkembang tanpa US sehingga dinamakan primary reinforcer (penguat
primer).
Generalisasi
Ada hubungan antara konsep generalisasi pavlov dengan penjelasan transfer
training dari Thorndike. Dengan generalisasi, seperti training dan
situasi tes yang lebih banyak kemiripannya, ada lebih besar kemungkinan bahwa
respon yang sama akan diberikan untuk kedua situasi. Generalisasi dan
transfer menjelaskan bahwa kita dapat memberikan reaksi yang telah
dipelajari untuk situasi yang belum pernah dijumpai sebelumnya; yakni
merespon situasi baru seperti ketika kita merespon situasi yang serupa yang
sudah kita kenali.
Ada perbedaan antara penyebaran efek Thorndike dengan generalisasi Pavlov.
Untuk penyebaran efek ,kedekatan adalah faktor penting. Generalisasi
mendeskripsikan peningkatan kemampuan memproduksi CR oleh stimuli yang terkait
dengan stimulus yang mendahului penguatan. Untuk generalisasi, kemiripanlah
yang penting bukan kedekatan.
Diskriminasi
Lawan dari generalisasi adalah
discrimination(diskriminasi). Diskriminasi mengacu pada tendensi untuk merespon
sederetan stimuli yang amat terbatas atau hanya pada stimuli yang digunakan
selama training saja.Diskriminasi dapat muncul melalui 2 cara: training yang
lebih lama dan penguatan diferensial. Pertama, jika CS berkali-kali
disandingkan atau dipasangkan dengan US dalam waktu yang lebih lama
,kecenderungan untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS yang tidak identik
akan menurun. Dengan kata lain, jika penyandingan antara CS dan US yang akan
mengembangkan CR dilakukan dalam jumlah minimum,maka akan ada tendensi yang
relatif kuat untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS selama pelenyapan;
yakni, ada generalisasi yang cukup besar. Akan tetapi jika training
diperpanjang,ada pengurangan tendensi untuk merespon stimuli yang terkait dengan
CS selama pelenyapan. Jadi adalah mungkin untuk mengontrol generalisasi dengan
mengontrol level training: semakin banyak jumlah training , semakin sedikit
generalisasinya.
Cara kedua untuk melahirkan diskriminasi adalah
melalui penguatan diferensial yakni dengan menyajikan nada 2.000-cps bersama
dengan sejumlah nada lain yang akan terdengar selama proses pelenyapan. Setelah
training itu ,ketika hewan diberi nada selain nada berfrekuensi 2.000-cps
selama pelenyapan,ia cenderung tidak meresponnya. Disinilah terjadi
diskriminasi.
Hubungan antara CS dan US
Ada 2 pertimbangan umum tentang pengkondisian klasik.Pertama, adanya interval
presentasi optimal antara CS dan US agar pengkondisian terjadi dengan
cepat. Sejumlah peneliti menemukan bahwa jika CS datang setengah detik sebelum
US,akan terjadi pengkondisian yang paling efisien. Jika waktu antara kedua
kejadian itu lebih lama atau kurang dari 0,5 detik,pengkondisian akan relatif
sulit terjadi. Namun hal ini hanya bersifat penyederhanaan karena interval
waktu optimal antara permulaan CS dan permulaan US agar terjadi pengkondisian
bergantung pada banyak faktor.
Pertimbangan kedua, dengan menggunakan prosedur
pengkondisian klasik, CS yang muncul setelah US disajikan akan sangat sulit
menciptakan pengkondisian atau bahkan tidak mungkin. Hal ini dinamakan backward
conditioning(pengkondisian ke belakang).Secara umum,Egger dan miller
menyimpulkan bahwa agar pengkondisian klasik terjadi , organisme harus bisa
menggunakan CS untuk memeprediksi apakah penguatan akan terjadi atau tidak.
C.
TEORI
BELAJAR MENURUT IVAN PETROVICH PAVLOV
KONSEP TEORITIS UTAMA
Eksitasi (kegairahan) dan Hambatan
Menurut Pavlov,dua proses dasar yang mengatur semua
aktivitas sistem saraf sentral adalah excitation(eksitasi) dan inhibition(hambatan).
Eksitasi dan hambatan adalah sisi-sisi dari proses yang sama,keduanya selalu
ada secara bersamaan,namun proporsinya selalu bervariasi di setiap saat, kadang
yang satu lebih menonjol,dan kadang yang satunya lagi yang lebih menonjol. Menurut
Pavlov setiap kejadian di lingkungan berhubungan dengan beberapa titik di otak
dan saat kejadian ini dialami,ia cenderung menggairahkan atau menghambat
aktivitas otak. Jadi, otak terus-menerus dirangsang atau dihambat,tergantung
pada apa yang dialami oleh organisme. Jadi, jika satu nada secara terus-menerus
diperdengarkan ke seekor anjing sebelum ia diberi makan, area di otak yang
dibangkitkan oleh nada suara itu akan membentuk koneksi temporer dengan area
otak yang merespons ke makanan. Ketika koneksi ini terbentuk, presentasi nada
akan menyebabkan hewan bertindak seolah-olah makanan akan disajikan,itu tanda
bahwa reflek yang hmnigbndikondisikan sudah terjadi.
Stereotip Dinamis
Respon terhadap lingkungan yang sudah dikenal akan
makin cepat dan otomatis, itulah yang disebut dynamic stereotip(stereotip
dinamis). Secara garis besar , stereotip dinamis adalah mosaik kortikal yang
menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat diprediksi
selama periode waktu tertentu yang lumayan panjan.
Iradiasi dan Konsentrasi
Pavlov menggunakan istilah analyser
untuk mendiskripsikan jalur dari satu reseptor idrawi ke area otak tertentu.
Suatu analyser terdiri dari resptor indrawi jalur sensoris dari reseptor ke
otak dan area otak yang diproyeksikan oleh aktivitas sensoris. Informasi
sensoris yang diproyeksikan ke beberapa area otak akan menimbulkan eksitasi di
area itu. Pada awal terjadinya irradiation of excitation (iradiasi
eksitasi) dengan kata lain eksitasi ini akan menular ke area otak lain didekatnya.
Proses ini dipakai Pavlov untuk menjelaskan generalisasi. Penjelasan Pavlov
tentang generalisasi adalah bahwa implus neural berjalan dari reseptor
indra, dari telinga ke area tertentu di otak yang bereaksi terhadap nada
2.000-cps. Pavlov juga menemukan bahwa concentration (konsentrasi), sebuah
proses yang berlawanan dengan iradiasi, mengatur eksitasi dan hambatan. Proses
iradiasi dipakai untuk menjelaskan proses generalisasi sedangkan proses
konsentrasi dipakai untuk menjelaskan diskriminasi. Pertama – tama organisme
punya tendensi umum untuk merespon CS selama pengkondisian. Tetapi dengan
latihan yang lama, tendensi untuk merespons dan tak merespons akan menjadi
kurang umum dan semakin spesifik ke arah stimuli tertentu.
Pengkondisian Eksitatoris dan Inhibitoris
Pavlov mengidentifikasikan dua tipe
dari pengkondisian, yang pertama excitatory conditioning, akan
tampak ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respon. Sebuah Bell (CS) yang
dipasangkan berulang kali dengan makanan (US) sehingga penyajian CS akan
menerbitkan air liur (CR), satu nada (CS) di pasangkan berulang kali dengan
tiupan angin (US) langsung ke mata sehingga penyajian CS saja akan menyebabkan
mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak
ketika training CS menghambat atau menekan suatu respon. Misalnya, Pavlov
berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin disebabkan oleh munculnya hambatan
setelah CS yang menimbulkan respon itu diulang tanpa suatu penguat. Prosedur
standar untuk menghasilkan hambatan yang dikondisikan adalah menyajikan satu CS
yang dipasangkan dengan US dan menghadirkan CS majemuk atau gabungan yang tidak
dipasangkan dengan US.
Ringkasan Pandangan Pavlov tentang Fungi Otak
Pavlov memandang otak sebagai
semacam mosaik titik – titik eksitesi dan hambatan. Setiap poin di otak
berhubungan dengan satu kejadian enviromental. Berdasarkan pada apa yang
dialami pada suatu saat, pola eksitasi dan hambatan yang berbeda akan muncul di
otak dan pola itu akan menjadi perilaku. Ketika koneksi temporer pertama kali
dibentuk oleh otak, ada tendensi bagi stimulus yang dikondisikan untuk memberi
efek umum di otak. Setelah proses belajar berlanjut eksitasi yang disebabkan
oleh stimulus positif dan hambatan yang disebabkan oleh stimulus negatif
menjadi terkonsentrasi di area spesifik di otak.
Pavlov tidak pernah menjelaskan
bagaimana semua prosedur ini berinteraksi untuk menimbulkan perilaku yang
terkoordinasi baik yang kita lihat dari semua organisme namun dia menunjukkan
keheranannya bahwa perilaku yang sistematis tidak muncul dari banyak faktor
pengaruh tersebut.
Sistem Sinyal Pertama dan Kedua
Karya Pavlov mengenai pengkondisian
telah menyediakan kerangka untuk memahami bagaimana organisme mengantisipasi
kejadian di masa depan. Karena CS mendahului kejadian yang signifikan secara
biologis (UR) maka mereka menjadi sinyal untuk kejadian yang memungkinkan
organisme itu mempersiapkan diri dan menjalankan perilaku yang tepat. Pavlov,
menyebut stimuli yang memberi sinyal kejadian yang penting secara biologis (CS)
ini sebagai first signal system. Selain itu, manusia juga menggunakan bahasa
yang terdiri dari simbol – simbol realitas. Seseorang mungkin merespon kata
bahaya sebagaimana merespon situasi yang aktual yang berbahaya. Pavlov menyebut
kata yang melambangkan realitas itu sebagai sinyal dari sinya atau second
signal system. Sinyal – sinyal yang muncul bisa diorganisasikan dalam sistem
kompleks yang akan memandu perilaku banyak manusia.
D.
PERBANDINGAN
ANTARA PENGKONDISIAN KLASIK DAN INSTRUMENTAL
Pengkondisian klasik dapat
menimbulkan suatu respon, dan pengkondisian instrumental akan tergantung pada
respons yang diberikan. Pengkondisian klasik dapat dikatakan bersifat tidak
sukarela dan otomatis, sedangkan pengkondisian instrumental bersifat sukarela
dan dikontrol.
Fungsi penguatan juga berbeda untuk
pengkondisian klasik dan instrumental. Untuk pengkondisian instrumental,
penguatan dihadirkan setelah respon dibuat. Untuk pengkondisian klasik, penguat
(US) disajikan untuk menimbulkan respon.
Kedua macam pengkondisian itu
memperkuat survivel organisme. Pengkondisian klasik memperkuatnya dengan
menciptakan suatu tanda dan simbol yang memungkinkan antisipasi kejadian yang
signifikan. Pengkondisian memperkuatnya melalui pengembangan pola perilaku yang
tepat dalam merespon kejadian signifikan tersebut. Perlu dicatat bahwa mustahil
memisahkan antara pengkondisian instrumental dan pengkondisian klasik.
E.
RISET
TERBARU TENTANG PENGKONDISIAN KLASIK
CR tidak selalu merupakan UR kecil. Pavlov
percaya bahwa selama jalannya pengkondisian CS akan menggantikan US dan itulah
mengapa pengkondisian klasik kadang disebut sebagai stimulus subtitute
learning. Diasumsikan bahwa karena CS bertindak sebagai pengganti US, maka CR
adalah versi kecil dari UR. Periset bukan hanya menemukan CR dan UR adalah
berbeda. Tetapi mereka juga menemukan bahwa keduanya saling bertentangan. Juga
ditemukan bahwa ketika digunakan US yang sama, akan muncul CR yang berbeda –
beda ketika CS yang berbeda dipasangkan dengan US itu. Ternyata terkadang CR
mirip UR, terkadang CR membuat organisme bersiap mengantisipasi US, terkadang
CR bertentangan dengan UR.
Pelenyapan melibatkan intervensi. Pavlov
percaya bahwa selama pelenyapan, presentasi CS yang tak diperkuatakan
menghasilkan hambatan yang dikondisikan yang menekan atau menanti asosiasi
eksitatoris yang telah dipelajari sebelumnya antara CS dan US. Karenanya,
mekanisme teoritis yang mendasari pelenyapan eksperimental dari respon yang
dikondisikan adalah hambatan, bukan eliminasi koneksi CS-US.
Argumen ini didasarkan pada tiga
fenomena belajar yang reliabel. Pertama, pemulihan spontan. Kedua, renewal
effect, yang muncul ketika satu respon yang telah dikondisikan dalam satu
konteks eksperimental dilenyapkan dalam konteks lainnya. Ketiga, reinstatement,
muncul ketika US disajikan setelah pelenyapan eksperimental sudah selesai.
Selama pelenyapan petunjuk konteks yang sama akan membangkitkan kembali
kenangan asosiasi CS-pelenyapan. Setelah pelenyapan CS menjadi ambigu.
Overshadowing dan Blocking. Pavlov
mengamati jika bahwa dia menggunakan satu stimulus majemuk gabungan sebagai CS
dan satu komponen dari stimulus tersebut lebih menonjol ketimbang komponen
lainnya, maka komponen yang paling menonjollah yang paling dokondisikan.
Fenomena ini disebut overshadowing. Leon Kamin melaporkan serangkaian percobaan
penting tentang fenomena yang disebut blocking. Kamin (1969) menggunakan
prosedur CER (conditioned emotional response) untuk menunjukkan konsep
blocking. Pertama, tikus dilatih untuk menekan tuas untuk mendapatkan penguatan
berupa makanan. Kemudian tikus dihadapkan pada 16 kali percobaan dimana suara
diikuti dengan setrum. Hasil dari training ini disebut dengan respons kekang
saat suara diperdengarkan. Selanjutnya menyandingkan suara dari tahap sebelumnya
dengan cahaya karenanya menciptakan stimulus majemuk atau gabungan. Fase
finalnya adalah hanya memberi cahaya kepada tikus untuk melihat apakah stimulus
cahaya ini menimbulkan pengekangan. Hal yang perlu diingat blocking,
seperti overshadowing menunjukkan contoh situasi dimana stimuli dipasangkan
sesuai dengan prinsip pengkondisian klasik namun tidak menimbulkan
pengkondisian.
Teori Pengkondisian Klasik Rescorla – Wagner
Teori Resercorla – Wagner memberikan
penjelasan fenomena pengkondisian klasik umum, memberikan beberapa prediksi tak
terduga yang relevan dengan pengkondisian klasik, dan memecahkan beberapa
problem penting yang berkaitan dengan pengkondisan klasik. Teori ini
menggunakan logika simbolis dan matematika sederhana untuk meringkas dinamika
belajar. Resercorla – Wagner mengasumsikan bahwa sifat dari US akan
menentukan level maksimum atau simpotik dari pengkondisian yang dapat dicapai.
Kontigensi , Bukan Kontiguitas
Dalam artikelnya yang berpengaruh,”Pavlovian
Conditioning: It’s Not what you think”Rescorla(1988) menyajikan tiga observasi
tentang pengondisian Pavlovian dan menjelaskan arti pentingnya dalam psikologi
modern.
Pertama ,seperti Egger dan Miller(1962,1963) dia
mengatakan pada dasarnya ada korelasi antara US dan CS yang lebih dari sekedar
kebetulan atau kontiguitas. Misalnya, satu situasi dimana hewan mengalami US
acak selama periode yang lebih panjang. Mungkin ada kejadian ketika US dan
CS terjadi bersama-sama(kontiguitas) dan ketika mereka terjadi secara
sendiri-sendiri. Bandingkan situasi ini dengan situasi dimana US dan CS
diprogram sehinggah mereka hanya terjadi bersama-sama. Dua kondisi ini
disajikan di gambar 7-6 dan penting untuk dicatat bahwa dalam kedua situasi itu
CS dan US terjadi bersama-sama dalam jumlah waktu yang sama.
Kedua, seperti Zener(1937), Rescorla(1988) mengatakan
bahwa klaim umum bahwa CR adalah miniatur atau ringkasan dari UR adalah klaim
yang yang terlalu menyerderhanakan atau bahkan tidak tepat. Respons tipikal
untuk suatu US berupa setrum listrik dalam eksperimen, misalnya, adalah
peningkatan aktivitas atau berupa respons yang mengejutkan. Akan tetapi,
seperti terlihat dalam fenomena pengekangan yang dikondisikan di atas, jika CS
yang dipakai untuk memberi isyarat setrum diberikan selama performa dari respons
yang berbeda(penekanan tuas), hasilnya adalah penurunan aktivitas. CR dapat
berupa beberapa respons yang berbeda-beda, bergantung pada konteks dimana CS
terjadi.
Dua poin ini tampak jelas ketika Rescorla (1966)
melatih anjing untuk melompat rintangan disebuah kotak agar ia terhindar dari
setrum yang diberikan daam interval reguler 30 detik. Situasinya ditata
sedemikian rupa sehinggah setrum itu bisa dihindari jika anjing melompati
rintangan, waktu dihitung lagi dari nol dan dmulai lagi dari awal. Tidak ada
sinyal eksternal yang mengindikasikan kapan suatu setrum akan diberikan
;satu-satunya sinyal adalah pemahaman anjing akan berlalunya waktu. Semua
anjing dalam eksperimen ini belajar melompati untuk menghindari setrum.
Rata-rata lompatan kemudian dipakai sebagai kerangka referensi untuk menilai
efek dari variabel lain yang dimasukkan kedalam eksperimen.
F.
IRELEVENSI
YANG DIPELAJARI, HAMBATAN LATEN, DAN SUPERCONDITIONING
Setidaknya ada tiga fenomena yang menghadirkan masalah
bagi teori Rescorla-Wagner, namun mereka mudah dijelaskan oleh pendekatan
Macintosh atau Kamin/Wagner. Semua efek ini melibatkan pra-penghadiran CS
sebelum memperkenalkan kontigensi positif(eksitasi) antar CS dan US.
Ingat bahwa Rescorla(1996)menggunakan kondisi kontrol
yang benar-benar acak dimana CS dan US terjadi namun tidak ada kontigensi
diantara keduanya. Jika CS yang pertama kali dipakai dalam kondisi kontrol acak
kemudian dipasangkan dalam hubungan kontigensi dengan US,pengondisiannya akan
cacat. Learned irrelevence(irelevensi yang dipelajari)adalah
hilangnya keampuhan atau kemampuan CS yang dipakai dalam kondisi kontrol
acak(Mackintosh,1973).
Latent inhibition effect( efek
hambatan laten) terjadi ketika pra-pemaparan suatu CS(dengan tanpa
US)memperlambat pengondisian ketika CS dan US kemudian dipasangkan (misalnya,
Baker&Mackintosh,1997;Best&Gemberling,1977;Fenwick,Mikulka,&Klein,1975;Lubow&Moore,1959).
Sekali lagi, ini adalah problem untuk teori Rescorla-Wagner karena
pra-pemaparan ke CS seharusnya tidak memberi efek pada pengondisian. Bahwa pada
saat CS disajikan sendirian,organisme belajar bahwa CS itu tidak relevan dan
karenanya tidak terkait dengan kejadian signifikan. Setelah CS dianggap tidak
relevan, ia diabaikan dan karenanya menghambat pembentukan hubungan prediktif
ketika ia kemudian dipasangkan dengan US.
Pengondisian sebagai formasi ekspektasi. Robert
Bolles(1972,1979) menunjukkan bahwa organisme tidak mempelajari respon baru
selama pengondisian. Sebaliknya,organisme melakukan reaksi spesies-spesifik
yang sesuai dengan situasi. Menurut Bolles, apa yang dipelajari organisme
adalah ekspektasi yang membimbing prilaku yang belum dipelajari oleh
mereka. Suatu ekspektasi stimulus akan terbentuk ketika CS dikorelasikan
dengan hasil penting seperti ada tidaknya US. Dengan kata lain, eksperimen
pengondisian klasik biasanya menciptakan ekspektasi stimulus. Suatu ekspektasi
stimulus menyangkut perkiraan akan adanya satu stimulus(US) dari kehadiran
stimulus lain(CS). Organisme juga belajar ekspektasi respons, yang emrupakan
hubungan prediktif antara respons dan hasil. Menurut Bolles, penguatan
tidak memperkuat prilaku;ia memperkuat ekspektasi bahwa respons tertentu
akan diikuti oleh suatu penguat.
II.3.5 Aversi cita Rasa Yang Dikondisikan : Efek
Garcia
Selama bertahun-tahun bukti anekdotal menunjukkan
bahwa tikus tidak punah karena mereka dengan cepat mengetahui bahwa beberapa
subtansi, seperti racun tikus, membuat mereka sakit dan karenanya harus
dihindari. Demikian pula, orang akan mau berbagi cerita tentang makanan atau
minuman yang mereka hindari karena mereka mengasosiasikannya dengan penyakit.
Garcia dan Koelling (1966) memvalidasi penjelasan aversi cita rasa anedotal ini
dengan menunjukkan fenomena yang tidak lazim dalam pengondisian klasik. Untuk
saat ini, kita hanya mendeskripsikan salah satu bagian dari eksperimen penting
ini, dan di Bab 15 kita akan mengeplorasi fenomena ini secara lebih detail
dengan perhatian khusus pada signifikansi evolusi dan biologisnya.
Meskipun eksperiment Gracia dan Koelling tampaknya
mengikuti prosedur pengondisian klasik, namun muncul sejumlah masalah
saat hasilnya diinterpretasikan sebagai fenomena pengondisian klasik.
G.
EKSPERIMENT
JOHN B. WATSON DENGAN LITTLE ALBERT
Watson adalah pendiri aliran behaviorism (behaviorisme),
mengganggap bahwa psikologi seharusnya membuang semua konsep mental dan
penjelasan tentang perilku manusia berdasarkan insting.
Watson adalah determinis envoromental radikal. Dia percaya bahwa kita
semua sejak lahir telah dilengkapi sedikit gerak refleks dan sedikit
emosi dasar, dan melalui pengkondisian klasik refleks ini dipasangkan dengan
berbagai macam stimuli. Menurut Watson, emosi manusia adalah produk dari
warisan dan pengalaman. Menurut Watson, kita mewarisi tiga emosi dasar-rasa takut,
marah, dan cinta. Melalui proses pengkondisian, tiga emosi dasar ini menjadi
terikat dengan hal yang berbeda untuk orang yang berbeda-beda. Menurut Watson,
personalitas (kepribadian) adalah kumpulan dari refleks yang dikondisikan. Dua
menyangakal bahwa kita lahir dengan membawa kemampuan mental atau predisposisi.
Untuk menunjukkan bagaiman refleks emosional bawaan
menjadi dikondisikan ke stimuli neural, Watson dan Rosalie Rainer (1920)
melakukan percobaan pada bayi berusia sebelas bulan bernama Albert. Selain
Albert, unsure lain dalam percobaan ini adalah seekor tikus putih, lempengan
besi, dan palu.
Ditunjukkan bahawa rasa takut Albert digeneralisasikan
ke berbagai macam objek yang pada awalnnya tidak ditakutinya: kelinci, anjing,
kucing, kain sutra, dan topeng santa claus. Jadi. Watson menunjukkan bahwa
reaksi emosiaonal kita dapat ditata melalui pengkondisian klasik. Dalam
eksperimen ini, suaras keras adalah US, rasa takut yang ditimbulkan suara itu
adalah UR, tikus adalah CS, dan rasa takut pada tikus adalah CS. Rasa takut
Albert ,kepada obyek putih berbulu menunjukkan adanya generalisasi.
H.
REPLIKASI
BREGMAN ATAS EXPERIMENT WATSON
Pada 1934, E.O.Bregman mereplikasi eksperiman Watson
dan menemukan bahwa rasa takut anak memang dapat dikondisikan ke CS, namun
pengkondisian itu terjadi hanya dalam situasi-situasi tertentu. Bregman
menemukan bahwa pengkondisian akan terjadi hanya jika CS adalah hewan hidup
(seperti dalam eksperimen Watson) tetapi tidak terjadi pengkondisian jika
CS adalah obyek tak bernyawa, seperti balok kayu, botol, atau bahkan
boneka hewan dari kayu. Temuan Bregman tidak sesuai dengan klaim Pavlov dan
Watson bahwa sifat dari CS tidak relevan dengan proses pengkondisian. Akan
tetapi, temuannya konsisten dengan pendapat Seligman bahwa beberapa asosisasi
lebih mudah dibentuk ketimbang asosiasi lainnya karena adanya kesiapan biologis
dari organisme. Dalam kasus ini, Seligman (1972) mengatakan bahwa karena hewan
memiliki potensi untuk menimbulkan bahaya,maka manusia secara biologis bersiap
untuk mencurigainya dan karenanya lebih mudah belajar takut dan/ atau
menghindarinya.
Menghilangkan rasa takut yang dokindisikan
Watson telah menunjukkan bahwa emosi bawaan, seperti
ras takut, dapt “ditransfer” ke stimuli yang ssebelumnya tidak menimbulkan rasa
takut, dan mekanisme, transfer itu adalah pengkondisian klasik. Ini adalah
temuan yang amat penting meski kemudian ditunjukkan bahwa pengkondisian akan
lebih mudah untuk beberapa stimuli ketimbang stimuli lain. Jika rasa takut itu
dipelajari, maka akan ada kemungkinan untuk melenyapkan rasa takut itu. Watson
berpendapat bahwa risetnya telah menunujukkan bagaiman rasa takut yang
dipelajri itu bisa berkembang dan tidak diperlukan lagi riset semacam itu. Kini
dia mencari anak yang sudah punya rasa takut dan kemudian diusahakan untuk
menghilangakan rasa takutnya. Watson kini bekerjasama dengan Mary Cover Jones
(1896-1987). Dan menemukan anak yang diiinginkan-anak berusia 3 tahun bernama
Peter yang sangat takut pada kelinci, kucing, kodok, dan ikan. Hergenhahn (2005)
meringkas usaha Watson dan Jones untuk menghilangkan rasa takut Peter.
Prosedur yang digunakan oleh Watson dan Jones untuk
menghilangkan rasa takut Peter ini mirip sekali dengan prosedur yang
disebut desensitisasi sistematis.
Teori belajar Watson
Watson banyak memperkenalkan psikologi Pavlovian ke
Amerika Serikat, dia tidak pernah sepenuhnya menerima prinsip Pavlovian.
Misalnya, dia tidak percaya bahwa pengkondisian bergantung pada penguatan.
Menurut Watson, belajar terjadi karena kejadian-kejadian susul-menyusul dalam
jarak waktu yang singkat. Juga , semakin sering kejadina-kejadian
muncul bersama, semakin kuat asosiasi diantara kejadian-kejadian itu.
Karenanya, Watson hanya ,mengakui hukum lama kontiguitas dan
frekuensi. Menurutnya, prinsip belajar lainnya adalah mentalistik,
seperti hukum efek Thorndike, atau tidak dibutuhkan, seperti gagasan mengenai
penguatan.
I.
APLIKASI
TEORI BELAJAR PAVLOV
APLIKASI LANJUTAN DARI PENGKONDISIAN KLASIK UNTUK
PSIKOLOGIS KLINIS
Extinction (pelenyapan). Praktek klinik berbasis
pengkondisian klasik mengasumsikan bahwa karena gangguan perilaku atau
kebiasaan buruk adalah hasil dari belajar, maka perilaku itu bisa dibuang atau
diganti dengan perilaku yang lebih positif. Misalnya merokok dan kecanduan
alcohol sebagai perilaku buruk atau kebiasaan buruk. Dalam kasus ini, rasa
alcohol atau rokok daapt dianggap sebagai CS, dan efek fisiologis dari alcohol
atau nikotin adalah US. Setelah beberapa kali penyandingan CS-US, merasakan
CS saja akan menghasilkan kenikmatan (CR).Salah satu cara yang mungkin
bisa menghilangkan kebiasaan ini adalah dengan menghadirkan CS tanpa
menghadirkan US,dan karenanya menyebabkan pelenyapan. Schwartz, Masserman dan
Robbins (2002) menunjukkan masalah dalam prosedur ini :
Pertama adalah mustahil untuk menciptakan kembali
secara lengkap dalam setting laboratorium kejadian-kejadian yang kompleks dan
idiosinkretik yang berfungsi sebagai CS di dunia rill.
Kedua adalah tidak ada bukti bahwa pelenyapan akan
menghilangkan asosiasi CS-US yang mendasar; sebaliknya, pelenyapan secara
temporer akan menghalangi CR samapai kondisi-kondisi seperti berlalunya waktu
(pemulihan spontan) atau pengenalan kembali US (penguatan) atau konteks
training (pembaruan) bisa memunculkan kembali respon.
Ketiga, respon yang dilenyapkan itu bisa selalu muncul
lagi jika penggunaan alcohol terjadi lagi. (h.127)
counterconditioning
Adalah prosedur yang lebih kuat ketimbang pelenyapan
sederhana. Dalam counterconditioning , CS dipasangkan dengan
US selain US awal. Misalnya, seseorang diizinkan untuk merokok atau minum dan
kemudian diberi obat yang menimbulkan mual. Dengan penyandingan beberapa kali,
rasa sigaret atau alcohol akan menimbulkan rasa mual yang dikondisikan, yang
pada gilirannya akan menimbulkan ketidakmauan merokok atau minum. Meskipuncounterconditioning tampak
sukses dalam sejumlah kasus, manfaat dari prosedur ini sering hanya bersifat
sementara. Schwartz, Wasserman dan Robbins (2002) mengatakan bahwa pada
akhirnya, counterconditioning mengalami kesulitan yang
sama dengan trainng pelenyapan.counterconditioning di
laboratorium atau klinik mungkin bisa digeneralisasikan ke luar setting ini.
Para pecandu mungkin belajar bahwa piihan minum alakohol itu tidak menyenangkan
ketika dilakukan di dalam lingkunagn artificial. Setiap tendensi untuk
menggunakan kembali alcohol di luar klinik akan menyebabkan pembentukan kembali
respon yang dikondisikan awal secara cepat. Counterconditioning menghadapi
kesulitan lebih jauh yang unik. Bahkan jika perawatannya efektif, upaya
meyakinkan pasien agar tidak mengulangi perilakunya lagi buaknlah tugas yang
mudah…(h.128)
Flooding. Problem utama dalam menghadapi
fobia adalah fakta bahwa individu menghindari pengalaman yang menakutkan.
Karena pelenyapan adalah proses aktif (CS harus dihindarkan dan tidak diikuti
dengan US ), usaha menghindari stimuli yang menimbulkan rasa takut justru akan
mencegah terjadinya pelenyapan. Jika, misalnya, seseorang punya fobia terhadap
anjing, orang itu tidak akan pernah dekat-dekat dengan anjing dalam waktu lama untuk
belajar apakah dekat dengan anjing itu aman atau tidak.
Desentisasi sitematis
Tokohnya adalah Joseph Wolpe (1958) yang
mengembangkan teknik terapi yang disebut sebagai systematic
desensitization (desentisasi sistematis). Dalam menghadapi klien yang
menderita fobia terdiri dari tiga fase
Pertama, menyusun anxiety hierarchy (hierarki
kecemasan), dilakuakan dengan melakukan sederetan hal yang menimbulkan dan
kemudian mengurutkannya mulai dari hal menimbulkan kecemasan paling besar ke
yang paling kecil.
Kedua, Wolpe mengajarkan kliennya untuk relaks
(santai). Dia mengajari mereka mengendorkan otot dan menunjukksn bagaimana
rasanya seseorang yang tidak cemas.
Ketiga, klien pertama-tama merasakan relaksasi
mendalam dan kemudian diminta membayangkan item paling lemah dalam hierarki
kecemasan. Saat membayangkan si klien diimnta untuk relaksasi lagi. Setelah
selesai, klien diminta untuk membayangkan item berikutnya dan seterusnya
sampai selesai. Wolpe mengasumsikan bahwa jika setiap kali sebuah item dalam
daftar itu dirasakan bersama dengan relaksasi (tanpa kecemasan), sedikit dari
respon ketakutan yang diasosiasikan dengan item itu pada akhirnya akan hilang.
Agar fobia bisa dilenyapakn, item yang ditakuti itu harus diarasakan dalam
keadaan tanpa kecemasan.
Perbedaan antara Wolpe dan Watson & Jones.
Wolpe tak pernah menyuruh kliennya untuk pelan-pelan mendekati obyek yang
ditakutinya itu, sedangkan Watson dan Jones pelan-pelan mendekati obyek yang
ditakuti.
APLIKASI PENGKONDISIAN KLASIK UNTUK PENGOBATAN
Salah satu riset yang didasarakan pada pendapat Pavlov
dilakuakan oleh Metalnikov (Metalnikov, 1934; Metelnikov & Chorine, 1926)
yang melakukan serangkaian ekaperimen unik dalam pengkondisian klasik. Dengan
menggunakan babi sebagai subyek, Metelanikov memasangkan stimuli panas atau
rabaan (sentuhan) (CS) dengan injeksi protein asing (US). Metalnikov
melaporkann bahwa setelah beberapa kali penyandingan CS dan US , presentasi
stimuli panas atau sentuhan saja akan menimbulkan berbagai respon immune nonspesifik.
Riset oleh Robert Ader dan rekannya pada tahun 1970-an
menunjukkan bahwa sistem kekebalan dapat dikondisikan. Mereka menciptakan
bidang interdisipliner baru yang kini disebut psikoneuroimunologi, bidang
yang mengakaji interaksi antara factor-faktor psikologis (belajar, persepsi,
emosi), system syaraf dan system kekebalan.
Ader (1974) pada awalnya mempelajari aversi cita
rasa dengan memasangkan minuman mengadung sakarin (CS) dengan injeksi obat
(US). Obat dalam kasus ini, yakni cyclophosaphamide, menekan system kekebalan.
Setelah ekesperimen aversi rasa awal, Ader mencatat adanya angka kematian
yang tinggi pada tikus yang terus-terusan menerima cairan sakarin (tanpa US).
Dia mengatakan bahwa penekanan system kekebalan yang dikondisikan, yang
menyebabkan kerapuhan terhadap infeksi bateri atau virus menyebabkan
peningkatan angka kematian tikus.
PENDAPAT PAVLOV TENTANG PENDIDIKAN
Setiap kejadian netral dipaasang dengan kejadian
bermakna, akan terjadi pengkondisian klasik. Belajar matematika dalam situasi
yang menegangkan dan guru galak mungkin akan menyebabkan munculnya sikap
negative terhadap matematika; dan guru yang ramah dan menyenangkan akan mungkin
mengilhami murid untuk berkarir menjadi guru. Perasaan kecemasan yang
dikaitkan dengan kegagalan di sekolah mungkin menimbulkan masalah di luar
sekolah.
Efek Gracia menu jukkan bahwa aversi yang kuat
terhadap suatu situasi dapat muncul apabila pengalaman negative
diasosiasikan dengan situasi itu. Jadi hewan yang makan suatu makanan dan
menjadi sakit akan mneghindari makanan itu. Adalah mungkin jika pengalaman di
kelas adalah buruk, murid akan seumur hidup mengembangkan aversi
terhadapa pendidikan. Selain itu murid yang punya sikap negative terhadap
pendidikan mungkin akan menyerang guru, merusak sekolah, atau berkelahi dengan
murid lain untuk menyalurkan frustasinya.
Meskipun pengaruh pengkondisian klasik di sekolah
cukup kuat, pegaruh itu biasanya isidental. Tetapi prinsip pengkondisian klasik
dapat dipakai dalam program pendidikan, seperti dalam kasus Albert. Ketika
teknik Pavlovian dipakai untuk memodifikasi perilaku, situasinya tampak
menyerupai brainwashing ketimbang pendidikan.
Evaluasi teori Pavlov
Pertanyaan yang dirumuskan Pavlov- dan sebagian telah
menjawab-mengenai dinamika hubungan CS-US, cara akusisi respon,
generalisasi dan diskriminasi, serta pelenyapan dan pemulihan spontan,
telah memicu banyak studi dalam psikologi hingga saat ini dan juga studi yang
berkaitan dengan riset medis. Sampai 1965 telah dilakukan lebih dari 5.000
percobaan berdasarkan percobaan Pavlov, baik itu dalam riset ilmiah murni
maupun terapan (Razran, 1965). Dalam sejarah teori belajar, Pavlov menciptakan
teori pertama tentang belajar antisipasi. Pembahasan mengenai CS sebagai sinyal
adalah unik apabila dibandingkan dengan teoretisi belajar lain yang
memperlakukan stimuli sebagai kejadian keusal dalam koneksi S-R atau
sebagai kejadian penguatan yang mengikuti respons. Jika kita melihat habiatuasi
dan sensitasi sebagai unit paling sederhana dalam belajar non-asosiatif, maka
adalah tepat untuk mempertimbangkan respons yang dikondisikan secara klasik
sebagai unit fundamental dari belajar asosiatif. Jelas, teoretisi selain Pavlov
kini banyak menggunakan unit antisipatoris fundamental tersebut.
Kritik
Pavlov tidak mau menjelaskan belajar yang melibatkan
proses mental yang kompleks, dan ia berasumsi bahwa kesadaran hubungan CS-US
dari pembelajaran tidak dibutuhkan untuk proses belajar.
Barangkali pengaruh Pavlov akan lebih besar jika
dia benar-benar mau mengkaji proses belajar. Windholz (1992) menunjukkan bahwa
meskipun penemuan pengkondisian klasik terjadi pada 1897, Pavlo menganggap
karyanya berkaitan dengan penemuan fungsi system syaraf dasar dan sebelum tahun
1930 dia tidak menyadari bahwa karyanya itu relevan dengan perkembangan
teori belajar di Amerika. Di tahun-tahun akhir hidupnya dia berspekulasi
tentang belajar reflex dan tentang belajar trial-and-error .
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor
anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
• Law of Respondent Conditioning yakni
hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
B.
SARAN
Salah satu keberhasilan tenaga pendidik dalam proses
pembelajaran adalah mampu mengaplikasikan dan memanifestasikan semua teori
belajar yang pernah didapat terhadap anak didik, oleh karenanya saran kita
semua sebagai calon pendidik diharapkan untuk bisa mempelajari dan
menerapkannya dari mulai sekarang.
Daftar Pustaka
Hergenhahn,B.R.,& Olson,M.H.2010.Theories Of
Learning(Teori Belajar,( Prenada Media Group: Jakarta).
0 Response to "Ivan Petrovich Pavlov "
Posting Komentar