Kehidupan Muslim di Eropa

Hidup dengan masyarakat muslim dan budaya islam nampaknya bukan sesuatu yang aneh lagi bagi seorang muslim. Tapi apa yang terjadi apabila seorang muslim harus tinggal di sebuah negeri yang sangat sedikit jumlah penganut muslimnya dan dengan budaya yang banyak sekali perbedaanya? Inilah yang banyak dialami oleh saudara-saudari kita yang sedang menuntut ilmu, bekerja maupun membentuk keluarga di Eropa.
Mungkin tidak salah kalau banyak mahasiswa Indonesia, setelah belajar ke luar negeri kemudian merasa nasionalismenya menjadi naik. Betapa tidak, sebagai muslim di Indonesia, kita serasa dimanjakan dengan segala kondisi yang ada. Satu hal yang sangat fundamental ada di negara kita adalah diakuinya eksistensi Tuhan sebagai bagian dari kehidupan bernegara kita yang disebut dalam Pancasila.
Apabila anda tinggal di Eropa, jangan berharap sebuah negara menjamin kehidupan beragama kita. Hampir seluruh negara di Eropa tidak ada yang secara eksplisit mengatur kehidupan beragama dalam aturan negaranya. Sebagai konsekuensinya, kehidupan beragama adalah masalah domestik atau pribadi tiap manusia yang tinggal di sana. Meskipun ada diskusi terbuka tentang agama di televisi, radio, koran dan sebagainya, akan tetapi agama tetap diletakkan sebagai kehidupan pribadi. Bahkan bertanya mengenai agama apa yang dianut merupakan hal yang tabu. Kalaupun ada masalah agama yang kemudian diangkat jadi masalah umum, maka itu bukan dengan alasan agama, akan tetapi karena menyangkut hak individu yang harus dilindungi.
Sebagai konsekuensi lebih lanjut ketika negara tidak mengatur kehidupan beragama, maka kehidupan sosial dan professional juga dipisahkan dengan kehidupan beragama. Sebagai contoh bagi para pelajar muslim, masalah utama dalam kehidupan sehari-hari adalah kewajiban menjalankan sholat 5 waktu. Seringkali kuliah dilaksanakan tanpa pertimbangan waktu untuk sholat. Bagi pelajar muslim laki-laki masalah menjadi semakin komplek apabila jadwal kuliah berbarengan dengan jadwal sholat jumat. Kadang harus membolos kuliah agar jangan sampai meninggalkan sholat jumat. Selain itu tidak semua universitas di Eropa mampu menyediakan fasilitas kehidupan beragama, misalnya saat ini di Universitas Wageningen Belanda, fasilitas ibadah bisa dimintakan ke universitas, akan tetapi berbeda dengan TU Dresden, para pelajar muslim di wilayah ini belum cukup tergerak untuk meminta fasilitas ibadah mengingat daerah ini dulunya adalah daerah bekas Jerman Timur dimana agama benar-benar tidak diakui. Contohnya pada saat kuliah di Wageningen, ketika waktu sholat datang, sholat dilakukan dengan menggunakan lokasi-lokasi yang relatif sepi dan tidak banyak dilihat orang, seperti dipojok-pojok perpustakaan, laboratorium dan sering kali menggunakan alas berupa jaket sebagai sajadah dan kadang syal pada saat musim dingin. Pernah suatu ketika seseorang harus melakukan sholat ashar di saat praktikum, pada saat itu beberapa teman mahasiswa asli Belanda melihat dan kemudian menanyakan apa yang kita lakukan. Beberapa orang nampak tertarik, tapi tak sedikit pula yang tidak tertarik bahkan melihat aneh kita melakukan sholat.
Iklim, musim dan cuaca menjadi masalah penting bagi muslim Indonesia di Eropa. Sebagai orang yang berasal dari daerah beriklim tropis dengan hanya memiliki dua musim: musim hujan dan musim kemarau, muslim Indonesia harus menghadapi hidup dengan kondisi iklim yang sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia. Di kawasan Eropa dengan kondisi wilayah "Temperate" dimana terdapat 4 musim yaitu musim semi, panas, gugur dan dingin. Di Eropa, jadwal sholat magrib dapat dilakukan pada pukul 4 sore pada musim dingin, hingga pukul 10.00 malam pada musim panas. Tentu saja ini juga akan berpengaruh pada saat ibadah puasa ramadhan menjelang. Apabila waktu ramadhan pada saat musim dingin, akan terasa lebih ringan karena puasa dimulai pada sekitar pukul 6 pagi hingga pukul 4 sore (kurang lebih hanya 8 jam). Akan tetapi pada saat musim panas, kita harus puasa hingga 16 jam (mulai pukul 4 pagi hingga pukul 10 sore).
            Begitupun dalam hal pemilihan makanan, daging babi adalah daging yang paling popular bagi masyarakat Eropa. Selain babi, daging sapi, kambing, ayam juga mendukung pemenuhan kebutuhan protein. Sedangkan ikan relatif jarang dan mahal bagi masyarakat Eropa. Di lain pihak, makanan halal dan baik bagi tubuh adalah pilihan utama seorang muslim, baik halal jenisnya maupun cara mendapatkannya. Untuk cara mendapatkannya, rata-rata para pelajar muslim mendapatkan beasiswa dari sponsor atau pun ada sebagian yang biaya sendiri. Jadi dalam hal ini tingkat kehalalan cara mendapatkan uang boleh dikata 100% halal.
Di Belanda banyak toko-toko yang menjual makanan ala Asia mulai dari beras, sayuran dan bumbu-bumbu. Demikian juga toko-toko seperti C1000 sudah mulai menyediakan daging-daging yang halal seperti ayam dari Turki. Sebagai contohnya Wageningen yang merupakan kota kecil saja sangat internasional sekali dalam hal mendapatkan makanan halal. Di kota ini ada Toko Zam-Zam milik orang Iraq yang menjual makanan muslim ala timur tengah, lalu took China dan Indrani yang menjual makanan Asia terutama ala Indonesia, Thailand, Malaysia dan China. Selain itu ada alberthein dan C1000 yang menjual daging berlabel halal. Bagaimanapun untuk produk-produk barang siap konsumsi pelajar muslim harus hati-hati memilih bahan makanan mana yang tidak terbuat dari babi, atau bebas lemak babi. 
 
Sumber : http://erlina-erlins.blogspot.com/2010/11/kehidupan-umat-muslim-di-negara-eropa.html

0 Response to "Kehidupan Muslim di Eropa "