MAKALAH ILMU DAKWAH
SASARAN DAN RUANG LINGKUP DAKWAH
(DA’I, MAD’U DAN MADDAH)
Dosen : Fariza Makmun, S.Ag. M.Sos.I
Disusun Oleh :
Nurlita Daeng Ngai :
1341040016
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN
LAMPUNG
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur kehadirat Allah yang telah menjadikan setiap insan sederhana
ini sebagai khalifah di bumi. Solawat teriring salam semoga selalu terlimpah
kepada Rasulullah SAW. Beserta keluarga, sahabat dan seluruh umat Islam.
Terselesaikannya
penulisan makalah “ILMU DAKWAH” yang membahas tentang “DA’I, MAD’U DAN MADDAH” ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak.
Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya atas
kontribusi semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Makalah
ini disajikan di samping sebagai
pemenuhan tugas kuliah, makalah ini juga disajikan guna menambah wawasan
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Akhir
kata, tiada gading yang tak retak.
Penulis menyadari makalah ini masih sukar dikatakan sempurna maka dari itu penulis mengharapkan
kritik serta saran sebagai pemacu untuk pembuatan makalah di masa yang akan datang.
Bandar Lampung, 09 November 2013
Penulis,
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Khalayak masyarakat banyak yang menafsirkan bahwa Da’i adalah
seorang muballigh yang dalam artian hanya penceramah di dalam forum tertentu
dalam bentuk formal, dan mad’u yang mendengarkan apa yang disampaikan pada
muballigh tersebut.
Padahal semua insan yang ada didunia ini pada dasarnya adalah
muballigh, saat mereka menasihati diri sendiri, memimpin diri sendiri,
berakhlak mulia dsb. Salah satunya sebagaimana yang telah terkandung pada
(QS.Al-Qalam : 4)
Sy7¯RÎ)ur
4’n?yès9
@,è=äz
5OŠÏàtã
ÇÍÈ
“dan
Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS.Al-Qalam : 4) ,
Jadi pada dasarnya setiap
pribadi manusia adalah Da’i dan Mad’u, untuk itu selain menyelesaikan tugas
kelompok penulis berharap agar pembaca dapat mengerti apa sebenarnya Da’i dan
Mad’u serta bagaimana mengimplementasikan materi dakwah tersebut pada-nya.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis menyimpulkan bahwa
rumusan masalah yang dapat diambil yaitu :
“Apakah yang dimaksud dengan Da’i, Mad’U, dan materi Dakwah dan bagaimana cara
mengimplementasikannya”?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian pada makalah ini yaitu untuk mengetahui secara real tentang
Da’i, Mad’u dan Materi dakwah
BAB II
PEMBAHASAN
SASARAN
DAN RUANG LINGKUP
DAKWAH
A. DA’I (Pelaku Dakwah)
1. Pengertian
Da’I
Da’I
adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun
perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok ataupun lembaga. Secara
umum kata da’I sering disebut muballigh (orang yang menyampaikan ajaran
islam), namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena
masyarakat cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran
Islam melalui lisan, seeperti penceramah, khatib dsb.[1]
Dalam kata lain Da’I pada dasarnya adalah penyeru ke jalan
Allah, pengibar panji-panji Islam, dan pejuang yang mengupayakan terwujudnya
system Islam dalam reaalitas kehidupan umat manusia (mujahhid al-dakwah).[2]
Pada hakikatnya Da’i adalah
tujuan orang yang beriman untuk mewujudkan
sistem Islam dan masyarakat Islam, serta
pemerintahan dan negara Islam.[3]
Jadi, menurut hemat kami Da’i dalam arti luas adalah seseorang yang
menyeru pada kebaikan baik secara formal (bentuk ceramah/lisan) maupun secara
informal, bahkan setiap pribadi seseorang muslim adalah Da’i, meyakini ideologi
Islam (fikroh) yang mengajak fikroh islam dengan lisan, tulisan, ceramah (pidato),
berbicara biasa yang mengandung kebaikan dan dengan semua perbuatan kita.
Sedangkan secara sempit yaitu hanya sebatas muballigh.
Da’i menunjuk pelaku (subjek) dan penggerak (aktivitas) kegiatan
dakwah, yaitu orang yang berusaha untuk mewujudkan Islam dalam semua segi
kehidupan baik pada tataran individu,
keluarga, masyarkat, umat dan bangsa. Sebagi pelaku dan penggerak dakwah, dai
memiliki kedudukan penting bahkan sangat penting karenaa ia dapat menjadi
penentu keberhasilan dan kesusesan dakwah.
2.
Kepribadian Seorang Da’i Berdasarkan Rohaniah
a.
Sifat-Sifat Seorang Da’i[4]
·
Iman dan Taqwa kepada Allah [5]
·
Tulus Ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi[6]
·
Ramah dan penuh pengertian[7]
·
Tawadlu (Rendah diri)
·
Sederhana dan Jujur
·
Tidak memiliki sifat egoisme
·
Sifat anthusiasme (semangat)
·
Sabar dan Tawakal),
·
Memilih jiwa toleran[8],
sifat terbuka (demokratis), tidak memiliki penyakit hati
b.
Sikap Seorang Da’i
·
Berakhlak Mulia[9]
·
Disiplin dan bijaksana
·
Wira’i dan berwibawa
·
Tanggung jawab
·
Berpandangan luas
·
Pengetahuan yang cukup
3.
Kepribadian seorang Da’i berdasarkan Jasmaniah
·
Sehat Jasmani
·
Berpakaian necis
4.
Kompetensi Dai
Kompetensi merupakan kumpulan dari berbagai kebiasaan dan kekuatan (power) yang dimiliki seorang da’I,
meliputi kekuatan intelektual (knowledge), ketrampilan (skiil), sikap
dan moral (attitude), dan kekuatan
spiritual (spiritual power).[10]
a.
Kekuatan
Intelektual (wawasan keilmuan)
Dalam pandangan ulama besar dunia, Yusuf al-Qardhawi, seorang dai
perlu melengkapi diri dengan tiga senjata yaitu : iman (silah al-iman),
akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah), ilmu pengetaahuan, dan
wawasan. Senjata iman dan akhlak
disebut Qardhawi sebagai bekal spiritual, sedangkan ilmu dan wawasan disebut
sebagai bekal intelektual. Menurut Qardhawi ada enam wawasan intelektual yang
dimiliki seorang da’i yaitu sebagai berikut :
1.
Wawasan Islam, meliputi Al-Quran, sunnah, fiqh, teologi, tasawuf,
dsb.
2.
Wawasan sejarah, dari periode klasik, pertengahan hingg modern
3.
Sastra dan bahasa
4.
Ilmu-ilmu sosial, meliputi sosiologi, antropologi, psikologi,
filsafat dan etika
5.
Wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi,
6.
Wawasan perkembangan-perkembangan dunia kontemporer, perkembangan
dunia Islam, perkembangan dunia barat, perkembangan agama dan mazhab-mazhab
pemikiran, serta perkembangan pergerakan Islam kontemporer.
b.
Kekuatan Moral (Akhlak Da’i)
Sayyiq Quthub menekankan tiga kekuatan lain yang juga penting dan
wajib dimiliki seorang da’i yaitu : kekuatan moral, spiritual, dan perjuangan. Dan
akhlak yang paling penting dalam jiwa seorang da’i agar mampu melaksanakan
tugasnya dengan baik dan pengembang masyarakat Islam yaitu : kasih sayang
(Rahmah), intregitas (kesatuan kata dan perbuatan), kerja keras dan sabar.
c.
Kekuatan Spiritual
1.
Bekal Iman
Dalam
menafsirkan QS. Ali-Imran : 110, yang
berbunyi :
öNçGZä.
uŽöyz >p¨Bé&
ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's?
Å$rã÷èyJø9$$Î/
šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$#
tbqãZÏB÷sè?ur
«!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä
ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$#
tb%s3s9
#ZŽöyz
Nßg©9
4 ãNßg÷ZÏiB
šcqãYÏB÷sßJø9$#
ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
Artinya
: “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Quthub
berkata : Bekal mereka adalah iman, Perbendaharaan mereka juga iman. Adapun
sandaran mereka adalah Allah, semua bekal selain bekal iman pasti habis, semua
perbendaharaan selain perbendaharaan iman juga habis. Adapun setiap sandaran
selain sandaran Allah bakal roboh.[11]
2.
Bekal Ibadah
Keharusan tentang pemberdayaan ibadah ini dengan jelas dapat di
baca dalam ayat-ayat pertama (QS. Al-Muzzammil : 1-10)
$pkš‰r'¯»tƒ ã@ÏiB¨“ßJø9$# ÇÊÈ ÉOè% Ÿ@ø‹©9$# žwÎ) Wx‹Î=s% ÇËÈ ÿ¼çmxÿóÁÏoR Írr& óÈà)R$# çm÷ZÏB ¸x‹Î=s% ÇÌÈ ÷rr& ÷ŠÎ— Ïmø‹n=tã È@Ïo?u‘ur tb#uäöà)ø9$# ¸x‹Ï?ös? ÇÍÈ $¯RÎ) ’Å+ù=ãZy™ šø‹n=tã Zwöqs% ¸x‹É)rO ÇÎÈ ¨bÎ) spy¥Ï©$tR È@ø‹©9$# }‘Ïd ‘‰x©r& $\«ôÛur ãPuqø%r&ur ¸x‹Ï% ÇÏÈ ¨bÎ) y7s9 ’Îû Í‘$pk¨]9$# $[sö7y™ WxƒÈqsÛ ÇÐÈ Ìä.øŒ$#ur zNó™$# y7În/u‘ ö@Gu;s?ur Ïmø‹s9Î) Wx‹ÏFö;s? ÇÑÈ >§‘ É-ÎŽô³yJø9$# É>ÌøópRùQ$#ur Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd çnõ‹ÏƒªB$$sù Wx‹Ï.ur ÇÒÈ ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4’n?tã $tB tbqä9qà)tƒ öNèdöàf÷d$#ur #\ôfyd WxŠÏHsd ÇÊÉÈ
Artinya
:
1.
Hai orang yang berselimut (Muhammad),
2.
bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari[1525], kecuali sedikit
(daripadanya),
3.
(yaitu) seperduanya atau
kurangilah dari seperdua itu sedikit.
4.
atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan
perlahan-lahan.
5.
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang berat.
6.
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk
khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.
7.
Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang
(banyak).
8.
sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh
ketekunan.
9.
(Dia-lah) Tuhan masyrik dan
maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah Dia
sebagai Pelindung.
10.
dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah
mereka dengan cara yang baik.
Surat ini menurut Quthub, memperlihatkan lembaran sejarah dakwah
Nabi, dimulai dengan seruan agung untuk melaksanakan tugas dakwah dan memberi
gambaran tentang persiapan-persiapan rohani yang harus dilakukan oleh Nabi.
Persiapan-persiapan itu antara lain berupa keharusan bagi nabi agar melakukan sholat
malam (qiyam al-layl), membaca Qur’an, zikir, dan berserah diri kepada Allah.
Dengan ini bukan berarti Allah mempersulit dengan hal tersebut
namun memberi bekal mereka agar mampu mengemban tugas berat yang akan mereka
hadapi sepanjang hidup mereka. Untuk itu kemudian Allah memberi keringanan
kepada mereka dengan diturunkannya bagian kedua (terakhir) surat Al-Muzzamil yang menyatu
dalam satu ayat yang sangat panjang, berikut ini :
* ¨bÎ) y7/u‘ ÞOn=÷ètƒ y7¯Rr& ãPqà)s? 4’oT÷Šr& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø‹©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4
ª!$#ur â‘Ïd‰s)ムŸ@ø‹©9$# u‘$pk¨]9$#ur 4
zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3ø‹n=tæ (
(#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4
zNÎ=tæ br& ãbqä3u‹y™ Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D
tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ ’Îû ÇÚö‘F{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#
tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ム’Îû È@‹Î6y™ «!$# (
(#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? çm÷ZÏB 4
(#qãKŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨“9$# (#qàÊÌø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4
$tBur (#qãBÏd‰s)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnr߉ÅgrB y‰ZÏã «!$# uqèd #ZŽöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4
(#rãÏÿøótGó™$#ur ©!$# (
¨bÎ) ©!$# Ö‘qàÿxî 7LìÏm§‘ ÇËÉÈ
Artinya
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang
dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian
pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan
ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat
menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu,
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa
akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di
muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi
berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran
dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada
Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu
niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling
baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.Al-Muzzammil :
20 ). [12]
4.
Perjuangan Da’i
Bentuk
perjuangan Da’i :
·
Kesaksian (komitmen) yang ia tunjukkan kepada Islam.
·
Dari pengorbanan dan kesanggupan menghadapi berbagai ujian dan
cobaan
·
Perjuangan itu pada akhirnya membuahkan hasil mencapai kemenangan,
tentu dengan izin Allah. [13]
B. MAD’U (Penerima
Dakwah)
1.
Pengertian
Mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia
penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia
yang beragama Islam maupun tidak (manusia secara keseluruhan).[14]
Dengan kata lain mad’u adalah salah satu sasaran utama yang hendak
dicapai melalui dakwah adalah pemberdayaan masyarakat menuju lahirnya suatu
komunitas yang disebut pada (QS. Ali-Imran : 110) :
öNçGZä.
uŽöyz
>p¨Bé&
ôMy_Ì÷zé&
Ĩ$¨Y=Ï9
tbrâßDù's?
Å$rã÷èyJø9$$Î/
šcöqyg÷Ys?ur
Ç`tã
Ìx6ZßJø9$#
tbqãZÏB÷sè?ur
«!$$Î/
3
öqs9ur
šÆtB#uä
ã@÷dr&
É=»tGÅ6ø9$#
tb%s3s9
#ZŽöyz
Nßg©9
4
ãNßg÷ZÏiB
šcqãYÏB÷sßJø9$#
ãNèdçŽsYò2r&ur
tbqà)Å¡»xÿø9$#
ÇÊÊÉÈ
Artinya
: “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (QS. Ali-Imran : 110)
Bukan hanya dari
aspek keimanan dan ibadah semata, melainkan dari aspek ekonomi, sosial,
pendidikan dan iptek, dsb. [15]
Muhammad
Abduh membagi mad’u menjadi tiga
golongan yaitu sebagai berikut :
1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta
kebenaran, dapat berfikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan
2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan
yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat
menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengan kedua
golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas
tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam.[16]
Dalam
Al-Qur’an, keharusan menjadikan Mad’u sebagai sentral dakwah diisyaratkan
sebagai suatu strategi menjelaskan pesan-pesan agama. Al-Quran menggunakan
redaksi al-lisan, sebagai suatu simbol yang mengacu kepada aspek
kemanusiaan (humanitas) mad’u[17].
Seperti dalam (QS.Ibrahim : 4) :
!$tBur
$uZù=y™ö‘r&
`ÏB
@Aqß™§‘
žwÎ)
Èb$|¡Î=Î/
¾ÏmÏBöqs%
šúÎiüt7ãŠÏ9
öNçlm;
(
‘@ÅÒãŠsù
ª!$#
`tB
âä!$t±o„
“ωôgtƒur
`tB
âä!$t±o„
4
uqèdur
Ⓝ͓yèø9$#
ÞO‹Å3ysø9$#
ÇÍÈ
Artinya
: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya
ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan
siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.
dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.Ibrahim : 4)
2.
Hak-Hak Mad’u
·
Hak hubungan sosial antar pribadi
·
Hak hubungan antar keterkaitan komunikasi
3.
Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya Terhadap dakwah
Pakar Dakwah Abdul Karim Zaidan mengelompokkan manusia dalam enpat
kategori berdasarkan sikapnya terhadap dakwah yaitu :
·
Al-ma’la (pemuka
masyarakat)
·
Jumhur al-nas (mayoritas
manusia)
·
Munafiqun (orang-orang
munafik)
Muhammad
Abduh membagi mad’u menjadi tiga
golongan yaitu sebagai berikut :
1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta
kebenaran, dapat berfikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan
2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan
yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat
menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengan kedua
golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas
tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam.[19]
C. MADDAH (
Materi) Dakwah
1.
Pengertian
Maddah adalah isi
pesan atau materi dakwah yang disampaikan da’i kepada mad’u.[20] Pada dasarnya Materi dakwah Islam tergantung
pada tujuan yang hendak dicapai.[21]
2.
Klasifikasi Materi Dakwah Islam
secara global dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah
pokok yaitu :
1.
Masalah Keimanan (Aqidah)
2.
Masalah KeIslaman (Syariah)
3.
Masalah budi pekerti (akhlaqul karimah)
1.
Masalah Aqidah
Aqidah dalam Islam bersifat i’tiqad bathiniyah yang mencakup
masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Masalah aqidah ini
secara garis besar ditunjukkan oleh Rasulullah Saw. Dalam sabdanya yang artinya
:
” Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik
maupun yang buruk” (HR. Muslim)
Di bidang Aqidah ini bukan staja tertuju pada masalah-masalah yang
wajib diimani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah-masalah yang
dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik, ingkar dengan adanya Tuhan dan
sebagainya.
2.
Masalah Syariah
Syariah dalam Islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir
(nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan/hukum Allah guna mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara
sesama manusia. Sabda Rasulullah Saw, yang artinya :
“Islam adalah bahwasanya engkau menyembah kepada Allah SWT. Dan
janganlah engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun mengerjakan sembahyang,
membayar zakat-zakat yang wajib,
berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji di Mekkah
(Baitullah).” (HR.
Asy-Asyaikhani)
Hadist tersebut
mencerminkan hubungan antara manusia dengan Allah SWT., artinya masalha-masalah
yang berhubungan dengan masalah Syariah bukan saja terbatas pada ibadah kepada
Allah, akan tetapi masalah-masalah yang bekenaan dengan pergaulan hidup antara
sesama manusia diperlukan juga. Seperti hukum jual beli, berumah tangga,
bertetangga, warisan, kepemimpinan, dsb. Demikian juga larangan. Larangan Allah
seperti berzina, mencuri dan perbuatan keburukan lainnya yang menjadi materi
dakwah Islam.[22]
3.
Masalah Budi Pekerti (akhlaqul Karimah)
Masalhah akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah)
merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman
seseorang. Meskipun akhlak berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah
akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan dan keislaman, akan
tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan dan keiaslaman. Sebab
Rasulullah saw. sendiri pernah bersabda yang artinya : “Aku (Muhammad)
diutus oleh Allah didunia ini hanyalah untuk menyempurnakan Akhlak”.(hadist
shahih)
4.
Sumber-Sumber Materi Dakwah
a.
Al-Qur’an dan Al-Hadist
Agama Islam adalah agama yang menganut ajaran kitab Allah yakni Al-Qur’an
dan Al-Hadist yang mana keduanya merupakan sumber utama ajaran Islam. Oleh
karena itu materi dakwah Islam tidaklah dapat terlepas dari dua sumber
tersebut, bahkan bila tidak berstandar dari keduanya, seluruh aktivitas dakwah
akan sia-sia dan dilarang oleh syariat Islam.
b.
Rakyu Ulama (opini Ulama)
Islam munganjurkan umatnya untuk berfikir, berijtihad menemukan
hukum-hukum yang sangat operasional sebagai tafsiran dan Aqwil Al-Quran dan
Hadist. Maka dari hasil pemikiran dan penelitian para ulama ini dapat pula
dijadikan sumber kedua setelah Al-Quran dan Hadist. Dengan kata lain penemuan
baru yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadist dapat pula dijadikan
sebagai sumber materi dakwah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
uraian pembahasan diatas maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
Da’i dalam arti luas adalah seseorang yang menyeru pada kebaikan
baik secara formal (bentuk ceramah/lisan) maupun secara informal, bahkan setiap
pribadi seseorang muslim adalah Da’i, meyakini ideologi Islam (fikroh) yang
mengajak fikroh islam dengan lisan, tulisan, ceramah (pidato), berbicara biasa
yang mengandung kebaikan dan dengan semua perbuatan kita. Sedangkan secara
sempit yaitu hanya sebatas muballigh.
Mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia
penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia
yang beragama Islam maupun tidak (manusia secara keseluruhan)
Maddah adalah isi pesan atau materi dakwah yang disampaikan da’i
kepada mad’u. Pada dasarnya Materi
dakwah Islam tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. secara global dakwah
dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok yaitu :Masalah Keimanan
(Aqidah), Masalah KeIslaman (Syariah),
dan Masalah budi pekerti (akhlaqul karimah).
DAFTAR
PUSTAKA
A.Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Qhutub, Jakarta
: Permadani, cet ke-2, 2008
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Jakarta : Pustaka Firdaus,
cet ke-4, 2008
Dr.A.Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat
Dawah/Rekayasa membangun agama dan peradaban Islam, Jakarta : kencana, cet.1,
2011
Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen
Dakwah, Jakarta : kencana, cet.II, 2009
SYAMMIL AL-QUR’AN,
Bandung : PT Sigma Examedia Arkanleema
[3] Dr.A.Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dawah/Rekayasa
membangun agama dan peradaban Islam,( Jakarta : kencana, 2011,
cet.1) halm.74
[4] Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya :
Al-Ikhlas,1983) halm.60
[5] QS. Al-Baqarah : 44 dan 8-9) dan (QS. AL-Isra’ : 81)
[6] Asmuni Syukir,op.cit. halm 39
[7] QS. Ali-Imran :159)
[8] QS.Al-Kafiruun : 6)
[9] QS.Al-Baqarah:6)
[10] Ibid. Hlm 77
[11] Ibid. Halm 106
[12] Ibid 110
[13] Ibid halm 121
[18] Ibid. Halm.173
[20] Ibid. Hlm. 24
[21] Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya :
Al-Ikhlas,1983) halm.60
[22] Ibid halm.62
0 Response to " "
Posting Komentar